JAKARTA, KOMPAS.com — Pasar mutiara dalam negeri diserbu oleh produk impor. Sebagian besar mutiara impor itu berasal dari China.
Direktur Pemasaran Luar Negeri Kementerian Kelautan dan Perikanan Saut Hutagalung di Jakarta, Rabu (28/7/2010), menjelaskan, mutiara impor tersebut beredar hingga ke sentra-sentra produksi budidaya mutiara di dalam negeri, seperti Lombok, Nusa Tenggara Barat. Mutiara impor itu sebagian adalah hasil budidaya air tawar. ”Sebagian besar impor mutiara dari China dengan kualitas jauh di bawah produk mutiara laut dari Indonesia,” ujar Saut.
Dalam periode Januari-Mei 2010, nilai impor mutiara alam, budidaya, dan batu alam mencapai 39.671.233 dollar AS atau naik 58,11 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2009, yang hanya 25.091.463 dollar AS.
Direktur Produksi Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Iskandar Ismanadji mengakui semakin banyak mutiara impor yang masuk ke pasar dalam negeri.
Hingga kini, menurut Iskandar, pemerintah belum memiliki data yang valid tentang besaran produksi mutiara di dalam negeri. ”Kami belum bisa konfirmasi volume data produksi mutiara karena hitungan mutiara berupa butiran. Sedangkan perhitungan volume produksi perikanan masih mengacu pada satuan ton,” ujarnya.
Meski semakin banyak mutiara impor beredar di dalam negeri, menurut anggota Dewan Pakar Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia, Soen’an Hadi Purnomo, hal itu tak berpengaruh secara signifikan terhadap pasar mutiara Indonesia.
Mutiara dari Indonesia dikenal memiliki kualitas terbaik di dunia. Indonesia menjadi salah satu penghasil mutiara dari selatan (south sea pearls). Segmen pasar mutiara Indonesia, terutama Jepang, Amerika Serikat, Singapura, dan Uni Eropa. ”Impor mutiara hanya berpengaruh pada pasar lokal,” kata Soen’an.
Saat ini di Indonesia ada 71 perusahaan budidaya mutiara, 90 persen di antaranya dikuasai investor asing asal Australia dan Jepang. Perusahaan itu tersebar di Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Lampung, Maluku, Papua, dan Sulawesi.
Hasil kerajinan mutiara umumnya untuk memenuhi kebutuhan pasar internasional. Hampir 80 persen budidaya kerang mutiara di Indonesia dikuasai industri skala besar, mulai dari proses hulu hingga ke hilir. Penguasaan hulu ke hilir itu meliputi pembenihan, pembesaran kerang mutiara, pembudidayaan, pengolahan, dan pemasaran produk mutiara.
Keterlibatan masyarakat lokal dalam pembudidayaan kerang mutiara relatif masih minim. Kendala utama rakyat terlibat dalam budidaya kerang mutiara adalah tingginya modal yang dibutuhkan dan minimnya akses pasar. (LKT)
Direktur Pemasaran Luar Negeri Kementerian Kelautan dan Perikanan Saut Hutagalung di Jakarta, Rabu (28/7/2010), menjelaskan, mutiara impor tersebut beredar hingga ke sentra-sentra produksi budidaya mutiara di dalam negeri, seperti Lombok, Nusa Tenggara Barat. Mutiara impor itu sebagian adalah hasil budidaya air tawar. ”Sebagian besar impor mutiara dari China dengan kualitas jauh di bawah produk mutiara laut dari Indonesia,” ujar Saut.
Dalam periode Januari-Mei 2010, nilai impor mutiara alam, budidaya, dan batu alam mencapai 39.671.233 dollar AS atau naik 58,11 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2009, yang hanya 25.091.463 dollar AS.
Direktur Produksi Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Iskandar Ismanadji mengakui semakin banyak mutiara impor yang masuk ke pasar dalam negeri.
Hingga kini, menurut Iskandar, pemerintah belum memiliki data yang valid tentang besaran produksi mutiara di dalam negeri. ”Kami belum bisa konfirmasi volume data produksi mutiara karena hitungan mutiara berupa butiran. Sedangkan perhitungan volume produksi perikanan masih mengacu pada satuan ton,” ujarnya.
Meski semakin banyak mutiara impor beredar di dalam negeri, menurut anggota Dewan Pakar Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia, Soen’an Hadi Purnomo, hal itu tak berpengaruh secara signifikan terhadap pasar mutiara Indonesia.
Mutiara dari Indonesia dikenal memiliki kualitas terbaik di dunia. Indonesia menjadi salah satu penghasil mutiara dari selatan (south sea pearls). Segmen pasar mutiara Indonesia, terutama Jepang, Amerika Serikat, Singapura, dan Uni Eropa. ”Impor mutiara hanya berpengaruh pada pasar lokal,” kata Soen’an.
Saat ini di Indonesia ada 71 perusahaan budidaya mutiara, 90 persen di antaranya dikuasai investor asing asal Australia dan Jepang. Perusahaan itu tersebar di Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Lampung, Maluku, Papua, dan Sulawesi.
Hasil kerajinan mutiara umumnya untuk memenuhi kebutuhan pasar internasional. Hampir 80 persen budidaya kerang mutiara di Indonesia dikuasai industri skala besar, mulai dari proses hulu hingga ke hilir. Penguasaan hulu ke hilir itu meliputi pembenihan, pembesaran kerang mutiara, pembudidayaan, pengolahan, dan pemasaran produk mutiara.
Keterlibatan masyarakat lokal dalam pembudidayaan kerang mutiara relatif masih minim. Kendala utama rakyat terlibat dalam budidaya kerang mutiara adalah tingginya modal yang dibutuhkan dan minimnya akses pasar. (LKT)
Editor: Edj | Sumber : Kompas Cetak Dibaca : 1781
Ada 3 Komentar Untuk Artikel Ini. Kirim Komentar Anda
-
Bambang SetiawanKamis, 29 Juli 2010 | 13:15 WIBMutiara Air Tawar China membanjir di Indonesia terutama di pasar kan sebagai sovenir di Lombok dan Bali. Sayangnya pedagang sering mengatakan mutiara ini di produksi di Indonesia, padahal ini asli di impor dari China. Mengapa ini terjadi? Karena Indonesia di kenal sebagai produsen mutiara terbesar jenis South Sea Pearl yang berasal dari kerang Pinctada maxima yang banyak tersebar di pantai Indonesia. Tetapi karena kualitasnya lebih bagus dan lebih mahal, maka pengrajin cendera mata sedikit sekali yang menggunakan mutiara South Sea Pearl. Kedepan semoga ada kebijakan yang mendorong pengrajin/ UKM untuk menggunakan South Sea Pearl (kualitas cendera mata). -
hendratmoro -
desi erawatiKamis, 29 Juli 2010 | 08:39 WIBya deh, apa sih barang china yg gak masuk? ampe plastik aja dibuang ke kita??
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2010/07/29/07314379/Mutiara.Impor.Serbu.Pasar.Domestik, akses Jumat 30 Juli 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar