Selasa, 28 Juli 2009

Hadits Mushahhaf

MAKALAH MUSHTHALAH HADITS

Hadits Mushahhaf

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas ujian akhir semester mata kuliah Mushthalah Hadits

Yang diampu oleh Ust. Nurkholis, Lc


















Disusun oleh:


Yahya

I000080019










PONDOK HAJJAH NURIYAH SHABRAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2009

I PENDAHULUAN

Otoritas hadits sebagai pedoman (hujjah) menjalani kehidupan bagi umat Islam sudah tidak perlu diragukan lagi. Ayat-ayat Alquran yang menerangkan hal tersebut tersebar di berbagai tempat baik di dalam Alquran maupun hadits. Oleh karena itu, kaum muslimin pada abad-abad pertama Islam berlomba-lomba untuk mendapatkan suatu hadits. Kejadian tersebut terus berlanjut hingga masa perpecahan politik pada masa khalifah Ali dan Mu’awiyah. Dan hal terus berlanjut hingga masa kini. Oleh karena hadits tidak seperti Alquran—yang diriwayatkan secara mutawatir—tentu saja memungkinkan banyak kesalahan baik berasal dari penyampai maupun penerima hadits (ruwaah) tentu saja tidak semua hadits demikian keadaannya. Hal tersebut terjadi ada kalanya karena kelemahan hafalan sang perawi dan ada kalanya karena kealpaan kecil perawi. Karena perawi tsiqah sekalipun tidak akan lepas dari kesalahan.

Untuk mengantisipasi peredaran hadits-hadits yang tidak valid tersebut para ulama ahli hadits membuat suatu metode dalam pengambilan hadits. Yang tentunya metode tersebut mereka gali dari Alquran maupun dari hadits-hadits yang telah diyakini kebenarannya. Secara garis besar metode-metode tersebut berupa kritik sanad dan kritik teks hadits (matan).

Sejak zaman klasik hingga sekarang kritik teks hadits lebih sulit dari pada kritk sanad. Menemukan biografi perawi tentu saja lebih mudah daripada memastikan bahwa teks suatu hadits sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini terbukti pada perbedaan hasil penelitian terhadap suatu hadits lebih banyak dikarenakan perbedaan kritikan terhadap teks hadits.

Di antara sekian banyak metode kritik teks adalah metode tashhif yaitu metode untuk mengetahui perubahan kata dalam hadits akan tetapi konteks kalimatnya sama dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi lain yang tsiqah atau lebih tsiqah. Metode ini termasuk dari salah satu metode yang sangat sulit. Hanya para pakar yang benar-benar menguasai hadits lah yang bisa melakukannya. Buktinya beberapa buku tentang mushthalah hadits memberikan contoh yang sama. Jika demikian keadaannya tentunya makalah ini jauh dari sempurna, apalagi contoh yang disajikan hanya berupa nukilan dari beberapa buku mushthalah hadits, bukan penelitian langsung terhadap suatu hadits. Meskipun demikian, makalah kecil ini tetap diharapkan bermamfaat.









II PEMBAHASAN HADITS MUSHAHHAF


  1. Definisi

  1. Secara Etimologis

Secara etimologis kata mushahhaf merupakan bentuk isim maf’ul dari kata tashhif yang artinya menulis kata atau membacanya dengan cara yang tidak benar disebabkan ada keraguan pada huruf.1

  1. Secara Terminologis

Secara istilah Mushahhaf adalah mengubah kalimat dalam suatu hadits kepada bentuk kalimat yang lain yang tidak diriwayatkan oleh perawi yang adil dan kuat hafalannya (tsiqah) baik lafazh maupun maknanya.2

  1. Urgensinya3

Menguasai bidang ini sangat penting, karena dengan menguasainya seseorang bisa menyingkap kesalahan yang terjadi pada sebagian perawi. Orang-orang yang menguasai bidang ini hanyalah orang-orang yang benar-benar ahli hadits dan orang-orang yang banyak menghafal hadits.

  1. Jenisnya4

Hadits Mushahhaf dibagi menjadi tiga macam dari tiga tinjauan/segi yaitu:

  1. Dari segi letak terjadinya tahshif (merubah kalimat)

Ditinjau dari segi letak terjadinya tashhif hadits mushahhaf dapat dibagi menjadi dua yaitu:

  1. Tashhif dalam sanad

  2. Tashhif dalam teks hadits (matan)

  1. Dari segi sumbernya (mansya-ihi)

Ditinjau dari mana asalnya, hadits mushahhaf dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

  1. Tashhif berasal dari indra penglihatan dan tashhif yang berasal dari penglihatan lebih banyak terjadi. Tashhif ini biasanya terjadi karena tulisan tidak jelas menurut penglihatan pembaca, baik karena tulisan terlalu kecil atau karena tidak adanya tanda baca.

  2. Tashhif yang berasal dari indra pendengar. Tashhif ini biasanya terjadi karena pendengar berada pada jarak yang jauh atau pendengarannya kurang. Sehingga sebagian kata-kata tidak jelas baginya.

  1. Dari segi lafal atau maknanya

Tashhif dari segi ini dibagi menjadi dua yaitu:

  1. Tashhif pada lafal hadits.

  2. Tashhif terletak pada makna. Tashhif yang terletak pada lafal hadits lebih banyak dari pada tashhif yang terjadi pada makna.

  1. Status Orang yang Melakukan Tashhif (Mushahhif)5

Jika perbuatan tashhif itu jarang sekali terjadi pada seorang perawi, maka hal tersebut tidak mempengaruhi kualitas hafalannya. Karena seorang perawi tidak lepas dari salah, sedangkan kesalahan kecil itu biasa terjadi pada seseorang. Sedangkan jika seorang perawi banyak melakukan tashhif, maka perawi tersebut kualitas hafalannya dianggap lemah dan dia dianggap bukan ahli hadits.

  1. Sebab-Sebab Melakukan Tashhif6

Biasanya yang menyebabkan seseorang melakukan tashhif adalah karena mushahhif mengambil hadits langsung dari buku-buku hadits tanpa pernah mempelajari hadits tersebut dari seseorang yang ahli hadits. Oleh karena itu, para imam ahli hadits memperingatkan agar tidak mengambil hadits dari orang yang hanya belajar hadits dari buku-buku saja.

  1. Hukum Hadits Mushahhaf7

Hadits mushahhaf termasuk jenis hadits yang bertentangan dengan hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang tsiqah (mukhaalafatuts tsiqaati). Sedangkan jenis hadits ini termasuk bagian dari hadits yang tertolak karena adanya cacat di dalam perawinya (mardud bisababith tha’ni fir raawii), sehingga hadits mushahhaf tidak bisa dijadikan sebagai pedoman (hujjah) dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, meriwayatkan hadits mushahhaf tidak boleh kecuali dengan menyertakan keterangan tentang status hadits tersebut.

  1. Bagaimana Mengetahui Status Ketashhifan Suatu Hadits?

Untuk mengetahui status ketashhifan suatu hadits dapat dilakukan beberapa hal di antaranya:

  1. Banyak menghafal hadits yang berasal dari orang-orang yang tsiqah.

  2. Melakukan perbandingan hadits dengan hadits yang diriwayatkan oleh para perawi yang dianggap tsiqah.

  3. Pernyataan dari para pakar hadits. Di antaranya para pakar tersebut ada yang telah menulis buku khusus di bidang ini. Insya Allah akan disebutkan.

  1. Contoh-Contoh Hadits Mushahhaf8

  1. عَنِ الْعَوَّامِ بْنِ مُرَاجِمٍ عَنْ أَبِيْ عُثْمَانَ النَّهْدِيِّ عَنْ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لَتُؤَدُّنَّ الْحُقُوْقَ إِلىَ أَهْلِهَا

Dari ‘Awwam bin Murajim dari Abu ‘Utsman An-Nahdiy dari ‘Utsman bin ‘Affan beliau berkata: Rasulullah saw bersabda: “Hendaklah kamu tunaikan hak-hak kepada orang yang berhak.” Yahya bin Ma’in telah melakukan tashhif dengan mengatakan ‘Awwam bin Muzahim yang seharusnya ‘Awwam bin Murajim.

  1. عَنْ زَيْدِ بْنِ ثَابِتٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ احْتَجَرَ فيِ الْمَسْجِدِ

Dari Zaid bin Tsabit bahwa sesungguhnya Rasulullah saw telah membuat kamar di dalam masjid.” ‘Abdullah bin Lahi’ah telah mentashhif lafal ihtajara menjadi ihtajama.

  1. أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَأَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ)

Sesungguhnya Nabi saw bersabda: “Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dan mengikutinya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal maka puasanya seperti puasa setahun.” Perkataan sittan yang berarti enam diubah oleh Abu Bakar Ash-Shauliy menjadi syai-an yang berarti sedikit.

  1. حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ سُلَيْمَانَ عن مالك بن عرفطة عن عبد خير عن عائشة رضي الله عنها أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ الدُّبَّاءِ الْمُزَفَّتِ

Telah menceritakan hadits kepada kami Muhammad bin Ja’far telah menceritakan hadits kepada kami Syu’bah bin Sulaiman dari Malik bin ‘Urthufah dari ‘Abdi Khair dari ‘Aisyah ra bahwa sesungguhnya Rasulullah saw melarang menutup dan mematri kapal dengan bahan-bahan yang berwarna hitam.”

Menurut Ahmad, Syu’bah telah mentashhifkan Malik, padahal sebenarnya adalah Khalid bin Alqamah.

  1. لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الَّذِبْنَ يُشَقِّقُوْنَ الْخُطَبَا تَشْقِيْقَ الشِّعْرِ

Rasulullah saw melaknat orang-orang yang mempersukar pidato, bagaikan mempersukar sya’ir.” Hadits tersebut telah ditashhif oleh Waki’ bin Al-Jarah dengan kata Al-Khathaba, dibaca fathah kha’nya.

  1. حَدَّثَنَا وَكِيعٌ حَدَّثَنَا مِسْعَرٌ عَنْ عَوْنِ بْنِ أَبِي جُحَيْفَةَ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى إِلَى عَنَزَةٍ

Telah menceritakan hadits kepada kami Waki’ telah menceritakan hadits kepada kami Mis’ar dari A’un bin Abi Juhaifah dari ayahnya bahwa sesungguhnya Rasulullah saw shalat menghadap tombak yang ditancapkan sebagai pembatas shalat. Abu Musa Muhammad bin Al-Mutsanna Al-‘Anaziy mengira bahwa makna kata ‘anazah tersebut adalah nama suatu kabilah yang masyhur di negeri ‘Arab.

  1. Karya-Karya yang Dikenal Banyak Membahas Tentang Hadits Mushahhaf9

Di antara sekian banyaknya para pakar hadits ada yang telah menulis buku khusus membahas tentang hadits mushahhaf. Sayangnya, buku-buku tersebut belum tersedia di perpustakaan UMS. Buku-buku tersebut antara lain:

        1. At-Tashhif karya Imam Ad-Daaruquthni

        2. Ishlaahu Khatha-il Muhadditsiin karya Al-Khaththabi

        3. Tashhifaatul Muhadditsiin karya Abu Ahmad Al-‘Askariy (العسكري)

  1. Kesimpulan

Dari penjelasan di atas bisa kita ambil pengertian bahwa para ulama ahli hadits sejak zaman klasik telah memiliki metode yang sangat gemilang dalam pengambilan suatu hadits. Sehingga anggapan sebagian orang (orientalis/inkarus sunnah) yang menyatakan bahwa hadits telah dipalsukan secara besar-besaran oleh para ulama ahli hukum Islam (fuqaha’) pada abad kedua dan ketiga adalah keliru besar. Hadits tidak hanya dikritik dari segi perawi saja, akan tetapi teks hadits yang diriwayatkan oleh seorang perawi yang tsiqah sekalipun harus diteliti. Oleh karena itu, tidak berlebihan kiranya jika ilmu mushthalah hadits disebut sebagai sebagian dari agama Islam, yang berarti menguasainya merupakan sebuah keharusan bagi tiap-tiap muslim dan muslimah.




Daftar Pustaka

Rahman, Fathur. 1995. Ikhtishar Mushthalahul Hadits. Bandung: PT Al-Ma’arif

Thahhan, Mahmud. Tanpa tahun. Taisir Mushthalah al-Hadits. Beirut, Libanon: Darul Fikr

Mannan ar-Rasikh, Abdul. 2006. Kamus Istilah-Istilah Hadits. Jakarta: Darul Falah

1 Abdul Mannan ar-Rasikh, 2006, Kamus Istilah-Istilah Hadits, Jakarta: Darul Falah, hal: 186, Lihat juga Lisan al-Arab (7/291), Qamush Al-Muhith (3/234) dan Al-Mu’jam Al-Wasith (1/508)

2 Dr. Mahmud Thahhan, Taisir Mushthalah al-Hadits, hal: 95

3 Ibid

4 Ibid

5 Ibid, hal: 96

6 Ibid

7 Lihat Ibid, hal: 73-74 dan 85-86

8 Drs. Fathur Rahman, Ikhtishar Mushthalahul Hadits, hal: 166-169

9 Op.cit, hal: 96