Kamis, 17 September 2009

Abu al-Fida Sejarawan Muslim dari Dinasti Mamluk

Rabu, 16 September 2009 pukul 01:34:00

Abu al-Fida Sejarawan Muslim dari Dinasti Mamluk


Pada masa kanak-kanaknya, ia menghabiskan hampir seluruh waktu bermainnya untuk mempelajari Al Quran, Hadis dan ilmu pengetahuan umum.

''Manusia yang sungguh luar biasa,'' begitu penulis Barat bernama de Vaux memuji sosok sejarawan dan geografer Muslim di abad ke-13 M bernama Abu al-Fida. Dedikasi dan pengabdian sang ilmuwan Muslim itu telah diakui peradaban Barat. Tak heran jika namanya diabadikan di sebuah kawab bulan, yakni Abulfeda.

Sejatinya, dia bernama lengkap Abu al-Fida Ismail Ibnu Ali bin Mahmud al-Malik al-Mu'ayyad Imad Ad-din. Ia adalah seorang ahli sejarah keturunan Kurdi yang sangat legendaris. Abu al-Fida terlahir di kota Damaskus, Suriah pada November 1273 M. Ayahnya bernama Malik ul-Afdha -- saudara dari pangeran Hamah yang telah melarikan diri dari serangan dan invasi pasukan dari Mongolia.

Setelah ditelusuri, Abu al-Fida merupakan keturunan dari Ayyub, ayah seorang panglima hebat pada masa Perang Salib yakni Salahuddin al-Ayyubi. Abu al-Fida terlahir dalam kondisi politik dan keamanan yang tak menentu, menyusul serangan bangsa Mongol ke kota-kota Islam.

Pada saat lahir, ayahnya telah diusir dari kerajaan Hama oleh para penyerang dari Mongol yang melakukan invansi kedua pada 1259 di bawah komando Hulagu Kan. Invasi pertama Mongol terjadi pada 1219-1222 yang dipimpin Jenghis Khan. Meski tumbuh dalam situasi politik dan keamanan yang tak menentu, namun semangat Abu al-Fida untuk belajar tak pernah surut.

Pada masa kanak-kanaknya, ia menghabiskan hampir seluruh waktu bermainnya untuk mempelajari Alquran, hadis dan ilmu pengetahuan umum. Mengingat kondisi keamanan yang tak menentu, setelah tumbuh menjadi remaja, Abu al-Fida mencurahkan dirinya untuk terjun dalam bidang militer.

Ia telah turut angkat senjata membela agama Allah SWT saat melawan para Tentara Perang Salib dari Roma. Setelah menerima pendidikan, pada usianya yang ke-12, dia sudah berani berjuang melawan tentara Salib bersama ayahnya bersama Penguasa Dinasti Mamluk. Dia juga tercatat ikut berjuang mengambil alih benteng tentara Salib dari Ksatria Markab Hospitaler.

Ketika menginjak usia 16 tahun, Abu al-Fida masih berjuang bersama ayahnya dan sepupunya untuk merebut Tripoli dari Tentara Salib. Setelah berjuang merebut Tripoli, dia bersama pasukan Muslim lainnya masih berjuang melawan Tentara Salib untuk menaklukan Kastil Roum yang penting guna mengendalikan kekuasaan di wilayah Sungai Eufrat.

Beberapa tahun kemudian, dia berada di bawah perintah Sultan Mamluk Ladjyn berperang melawan orang-orang Kristen di Armenia. Abu al-Fida dalam buku sejarah yang ditulisnya menceritakan kehebatan Sultan Ladjyn yang berasal dari Jerman dan asal-usulnya sebagai keturunan dari Ordo Ksatria Teutonik.

Pada awalnya, Sultan Ladjyn berjuang melawan kaum Kristen di Italia dan melawan orang-orang kafir, kemudian dia datang ke Suriah untuk melawan kaum Muslimin. Namun, ia mendapat hidayat dari Allah SWT. Ladjyn terpesona oleh keagungan agama Islam dan akhirnya memeluk agama Allah. Setelah itu, dia bergabung dengan Dinasti Mamluk, dan secara bertahap naik pangkat sampai akhirnya menjadi seorang Sultan dan menjadi teman Abu al-Fida.

Pada 1309, Abu al-Fida berjuang di Armenia melawan pasukan aliansi Mongol-Armenia, tak lama setelah kembali dari perjalanan ziarah ke Makkah. Lalu pada 1316, dia berada di Kairo Mamluk dan ditunjuk sebagai letnan untuk Sultan. Dua tahun kemudian, dia diangkat menjadi Pangeran Hama, dengan demikian dia telah berjuang memulihkan kebesaran nama nenek moyangnya.

Abu al-Fida juga meriwayatkan kembali kota para leluhurnya supaya dikenang kebesarannya sepanjang masa. Ia kemudian kembali lagi ke Makkah pada 1321, lalu dia pergi melakukan kampanye militer sekali lagi untuk berperang di wilayah Asia Kecil. Saat berada di tengah-tengah ekspedisi militer ini, Abu al-Fida menggunakan sedikit waktunya yang tersisa untuk menulis.

Pada 1323, dia kembali ke Hama dan menulis karya geografi. Dia juga banyak menggunakan waktunya untuk berdiskusi dan belajar, bahkan dia juga sempat melakukan perdagangan. Abu al-Fida hidup dengan luar biasa. Seluruh hidupnya dari masa kanak-kanak hanyalah serangkaian kampanye militer, selain itu dia naik haji ke tanah suci Makkah, sebanyak tiga kali.

Pada saat menjadi Pangeran Hama, Abu al-Fida mencurahkan waktunya untuk mananam modal, memberikan perlindungan kepada para pelajar, serta menulis. Sebagai seorang pangeran, Abu al-Wafa mendapat gelar Malik Us Salhn dan pada tahun 1320 dia menerima kenaikan pangkat dan diangkat menjadi Sultan bergelar Malik ul-Mu'ayyad.

Selama lebih dari dua puluh tahun lamanya, Abu al-Fida memerintah dalam suasana yang penuh ketenangan dan keindahan. Dia mengabdikan dirinya untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah dan membuat berbagai macam karya yang membuatnya menjadi masyhur. Dia juga tipe orang yang suka sekali berkirim surat.

Sehingga banyak sekali surat yang datang untuknya. Abu al-Fida meninggal pada puncak kemuliaan dan kekuasaannya di Hama pada 1331. Meskipun Abu al-Fida sangat tertarik dengan ilmu sejarah dan geografi, dia juga aktif mempelajari dengan baik berbagai bidang ilmu lainnya seperti botani dan Materia Mediaca.

Dia juga menulis sebuah karya dalam banyak volume tentang obat-obatan yang berjudul Kunash, dan dia juga membuat sebuah buku tentang keseimbangan. dyah ratna meta novia


Karya Sang Pangeran

Selain dikenal sebagai seorang pejuang dan penguasa, Abu al-Fida juga merupakan seorang ilmuwan Muslim terpandang di abad ke-14 M. Salah satu karya fenomenal Abu al-Fida adalah bukunya yang berjudul The Concise History of Humanity atau Ringkasan Sejarah Manusia. Dalam bahasa Arab, buku itu berjudul Tarikhu 'l-Mukhtasar fi Akhbari' l-Bashar.

Karyanya yang sangat terkenal itu ditulis pada 1315. Ia kemudian melanjutkan penulisan buku tersebut pada 1329. Buku yang legendaris itu, selain memuat tentang penciptaan dunia, juga memuat tentang sejarah universal, sejarah pra-Islam dan sejarah Islam pada 1329.

Peradaban Barat juga turut mempelajari buku sejarah karya Abu al-Fida tersebut. Buktinya, buku itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Prancis dan Inggris. Dalam menulis karya-karyanya, Abu al-Fida menjadikan sumber-sumber kepercayaan juga pengalamannyai sebagai seorang pejuang yang menyaksikan berbagai peristiwa penting dan bersejarah sebagai rujukan.

Dia juga mendapatkan banyak pengaruh dari sejarawan besar di Mosul sebelum, yakni Ibnu al-Atsir. The Concise History of Humanity, merupakan sebuah karya penting, sehingga banyak yang menuliskan lanjutan dari sejarah tersebut. Beberapa ahli sejarah yang melanjutkan karya Abu al Fida antara lain Ibnu al-Wardi pada 1348, Ibn al-Shihna al-Halabi pada 1403.

Karya-karya Abu al-Fida sangat dihargai oleh para orientalis Barat. Bahkan banyak dari karyanya sebagian diterbitkan di Barat, John Cagnier (1670-1740) pernah menerbitkan karya Abu al -ida, begitu pula Reiske. Sehingga sejarah Islam banyak dikenal di dunia Barat.

Seperti banyak karya sejarah sebelumnya, termasuk karya-karya Ptolemeus dan Muhammad al-Idrisi. The Concise History of Humanity, memiliki sebuah pengantar panjang tentang berbagai macam masalah geografis yang isinya tentang kota-kota utama di dunia. Dalam buku tersebut juga terdapat garis bujur, lintang, iklim, ejaan. Buku tersebut mulai diterbitkan dan diterjemahkan pada awal 1650, di Eropa.

Dalam bukunya, dia juga menegaskan bahwa tiga perempat permukaan bumi tertutup dengan air. Beberapa wilayah yang diceritakan dalam buku tersebut antara lain; Arab, Mesir, Maghrib. Afrika, Spanyol, Pulau-pulau di Mediterania dan Atlantik, bgian utara Eropa dan Asia Suriah, Jazirah, Irak, Khuzistan atau Ahwaz, Fars, Kirman, Sijistan, Sind, India, China, Pulau-pulau di Timur, Roma dan Armenia.

Buku tersebut juga berisi tentang negara termasuk batas-batasnya, keanehan fisik, kehidupan politik, divisi etnis , sopan santun, adat istiadat, monumen, jalan-jalan utama, kota-kota utama, sumber informasi, bujur, lintang, iklim, ortografi, deskripsi singkat. Abu al- Fida berusaha keras untuk menetapkan ortografi dan orthophony dari nama-nama tempat. Salah satu aspek yang paling penting dalam karya Abu al-Fida adalah pengamatan bentuk bola bumi. dya

Ibnu al-Banna, Matematikus Legendaris dari Maroko

Jumat, 18 September 2009 pukul 01:47:00

Ibnu al-Banna, Matematikus Legendaris dari Maroko


Ibnu al-Banna al-Marrakushi dikenal sebagai matematikus Muslim legendaris dari Maroko pada abad ke-13 M. Kontribusinya bagi pengembangan matematika sungguh sangat tak ternilai.

Lewat kitab yang ditulisnya bertajuk Talkhis Amal al-Hisab (Ringkasan dari Operasi Aritmatika) dan Raf al-Hijab, ia memperkenalkan beberapa notasi matematika yang membuat para para sejarawan sains dan ilmuwan percaya bahwa simbolisme Aljabar pertama kali dikembangkan peradaban Islam.

Menurut sejumlah catatan sejarah, al-Banna dan al-Qalasadi merupakan penemu notasi matematika. Dedikasinya dalam mengembangkan matematika telah diakui dunia. Untuk mengenang jasa-jasanya bagi kemajuan matematika, para ilmuwan dunia mengabadikan namanya di salah satu kawah bulan yang diberi nama al-Marrakushi.

Al-Banna pun menjadi satu dari 24 ilmuwan Muslim legendaris yang namanya diabadikan di kawah bulan. Matematikus Muslim kesohor itu bernama lengkap Abu'l-Abbas Ahmad bin Muhammad bin Utsman al-Azdi. Dalam catatan sejarah, tidak ada keterangan dengan jelas apakah al-Banna lahir di kota Marrakesh atau di wilayah yang diberi nama Marrakesh, Maroko oleh bangsa Eropa.

Ada pula yang menyebut al-Banna terlahir di Granada di Spanyol dan kemudian hijrah ke Afrika Utara untuk mendapatkan pendidikan dan pengalaman hidup. Yang pasti, menurut sejarawan matematika JJ O'Connor dan EF Robertson, al-Banna menghabiskan sebagian besar hidupnya di Maroko.

Al-Banna lahir pada Desember 1256. Saat itu, Suku Banu Marin di Maroko merupakan sekutu Kekhalifahan Umayyah di Cordoba, Spanyol. Suku tersebut kemudian tinggal di bagian timur Maroko di bawah kepemimpinan Abu Yahya. Mereka mulai menaklukkan daerah-daerah di sekitarnya. Suku Banu Marin menaklukan Fez pada 1248 dan menjadikan wilayah tersebut sebagai ibu kota.

Kemudian mereka menaklukan Marrakesh dari kekuasaan suku Muwahhidun yang berkuasa pada 1269. Dengan demikian Suku Banu Marin mengambil alih kekuasaan di seluruh Maroko. Setelah mereka berhasil menaklukkan Maroko, Banu Marin mencoba membantu Granada untuk mencegah kemajuan peradaban Kristen.

Hubungan erat antara Granada dan Maroko itulah yang membuat para sejarawan kesulitan untuk menjelaskan dan mengetahui secara pasti asal al-Banna. Menurut O'Connor dan Robertson, al-Banna menyelesaikan studinya di Maroko. Matematika adalah bidang studi yang disukainya.

Saat itu, matematika merupakan ilmu favorit. Al-Banna sangat cinta dengan geometri serta memiliki ketertarikan untuk mempelajari Elemen Euclid. Ia juga mempelajari angka-angka pecahan dan belajar banyak dari orang-orang Arab yang telah menciptakan matematika s400 tahun sebelumnya. Menurut O'Connor, suku Banu Marin memiliki budaya yang kuat untuk belajar serta mencari ilmu pengetahuan.

Banu Marin juga menjadikan Kota Fez sebagai pusat studi dan kebudayaan Islam. Di Universitas Fez, al-Banna mengajarkan semua cabang ilmu matematika termasuk diantaranya; aritmatika, Aljabar, geometri dan astronomi. Fez merupakan kota yang berkembang dengan pesat. Di kota itu berdiri dengan megah istana kesultanan, madrasah, universitas, serta, masjid yang megah.

Selama mengajar di universitas di kota Fez, al-Banna mengembangkan komunitas akademis. Ia memiliki begitu banyak murid. Hal ini menunjukkan pengaruh al-Banna yang sangat kuat di mata muridnya. Komunitas akademis itu melakukan studi dan diskusi dalam mengembangkan dan menyebarkan ilmu pengetahuan, khususnya matematika.

Al-Banna merupakan penulis yang sangat produktif. Dia telah melahirkan sejumlah karya besar dan legendaris. Tak kurang terdapat 82 karya al Banna yang didaftar oleh Renaud. Namun tidak semua karya al Banna berupa tulisan tentang ilmu matematika, meskipun kebanyakan karyanya adalah matematika.

Dia menulis buku berisi pengantar Elemen Euclid. Selain itu, menulis sebuah teks tentang Aljabar, dan menulis berbagai karya tentang astronomi. Para sejarawan sains mengaku kesulitan untuk mengetahui secara pasti jumlah karya asli al-Banna. Pasalnya, dia juga banyak menyadur buku karya matematikus Islam terdahulu. Kini, sebagian karya al-Banna telah hilang.

Dalam membuat karyanya, al-Banna memang mendapatkan banyak pengaruh dari para ahli matematika Arab sebelumnya. Al-Banna merupakan orang pertama yang mempertimbangkan pecahan sebagai perbandingan antara dua angka dan dia adalah orang pertama yang menggunakan ekspresi almanak, dalam sebuah karya yang berisi data astronomi dan meteorologi.

Karya al-Banna yang paling terkenal adalah Talkhis Amal al-Hisab (Ringkasan dari Operasi Rritmatika) dan Raf al-Hijab. Kedua buku itu berisi komentar-komentar al-Banna terhadap karyanya Talkhis amal al-Hisab. Dalam karyanya itu, al-Banna memperkenalkan beberapa notasi matematika yang membuat para ilmuwan percaya bahwa simbolisme aljabar pertama kali dikembangkan matematikus Islam yakni al-Banna dan al-Qalasadi.

Dalam buku Raf al-Hijab, al-Banna menjelaskan berbagai macam pecahan matematika dan mereka terus digunakan untuk menghitung perkiraan dari nilai akar kuadrat. Hasil menarik lainnya terdapat pada seri menjumlahkan hasil. Berikut contoh rumus matematika yang dikembangkan al-Banna.

13 + 33 + 53 + ... + (2n-1)3 = n2(2n2 - 1) dan
12 + 32 + 52 + ... + (2n-1)2 = (2n + 1)2n(2n - 1)/6.

Mungkin yang paling menarik dari karya al Banna adalah bekerjanya koefisien binomial yang dijelaskan secara rinci dalam bukunya tersebut. Al -Banna menunjukkan bahwa:

pC2 = p(p-1)/2
lalu
pC3 = pC2(p-2)/3.
Memang hal itu sulit dijelaskan tetapi akhirnya al-Banna menerangkan bahwa:
pCk = pCk-1(p - (k - 1) )/k.
sehingga hasilnya
pCk = p(p - 1)(p - 2)...(p - k + 1)/(k !)

Sebenarnya karya al Banna merupakan langkah kecil dari hasil segitiga Pascal yang tiga abad sebelumnya dijelaskan al-Karaji. Meski begitu, ada sesuatu yang lebih fundamental dari pada segitiga Pascal, hasil itu justru merupakan kombinatorial eksposisi al-Banna, bersama-sama membentuk hubungan antara angka dan kombinasi poligonal. dyah ratna meta novia.


Adikarya Sang Legendaris


Sebelum menjadi matematikus hebat, al-Banna lebih banyak belajar ilmu-ilmu tradisional seperti, bahasa Arab, Tata Bahasa (nahwu dan sharf), hadis, fikih, tafsir Alquran di kampung halamannya. Setelah itu, ia diperkenalkan dengan matematika dan ilmu kedokteran oleh guru-guru pembimbingnya.

Al-Banna diketahui pernah dekat dengan Saint Aghmat, Abu Zayd Abdur Rahman al-Hazmiri yang kemudian dikenal sebagai orang yang selalu mengarahkan dan memanfaatkan pengetahuan matematika Ibnu al-Banna untuk tujuan yang bersifat ramalan.

Al-Banna juga menjadi salah seorang yang mampu menguraikan atau menjabarkan prinsip-prinsip perhitungan dari bentuk-bentuk ghubar (hisab ghubar adalah suatu metode perhitungan yang berasal dari Persia).

Dia juga menjadi seorang figur yang sangat legendaris dan dikenal sebagai saintis yang ajaib. Betapa tidak. Kecerdasan dan kemampuannya sangat luar biasa dan mampu melebihi manusia pada umumnya. Hal ini dia lakukan dengan menerapkan ilmu pengetahuan ilmiahnya. Meskipun demikian, para biografer memuji kerendahan hatinya dan kesalehannya sebagai hamba Allah SWT.

Dia mempunyai sifat dan tingkah laku yang sangat baik dan santun. Karya-karya al-Banna sebenarnya lebih dari 80 judul dengan berbagai macam variasi ilmu pengetahuan yang berbeda-beda. Karya-karyanya itu meliputi ilmu tata bahasa (nahwu), bahasa retorika, fikih, ushulluddin (perbandingan agama), tafsir Alquran, logika, pembagian warisan (al-farai’d), ramalan, astronomi, meteorologi dan matematika, juga termasuk sebuah resume karya Imam al-Ghazali, “Ihya’ Ulumuddin”.

Namun hanya sebagian karyanya yang dapat bertahan sampai sekarang ini. Di antara karya-karyanya tersebut antara lain; Talkhis fi Amal al-Hisab, Risalah fi Ilm al-Masaha, al-Maqalat fi al-Hisab,Tanbih al-Albab, Mukhtashar Kafi li al-Mutallib, Kitab al-Ushul al-Muqaddamat fi al-Jabr wa al-Muqabala, Kitab Minhaj li Ta’dil al-Kawakib, Qanun li Tarhil asy-Syams wa al-Qamar fi al-Manazil wa ma Kifat Auqat al-Lain wa al-Nahar, Kitan al-Yasar Taqwim al-Kawakib as-Sayyara, Madkhal an-Nujum wa Taba’i al-Huruf, Kitab fi Ahkam al-Nujum, juga Kitab al-Manakh.

Dari sekian banyak karyanya, yang paling penting adalah Talkhis fi Amal al-Hisab, yang menjadi perhatian para ilmuwan. Karyanya itu juga telah diterjemahkan oleh A Marre, dan diterbitkan secara terpisah, di Roma pada 1865. Sebagai seorang ilmuwan yang hebat, al-Banna pernah mendapat penghargaan yang tinggi dari Ibnu Khaldun.

Ibnu Khaldun berharap agar karya-karya al-Banna dapat dikembangkan para ilmuwan sepeninggalnya. dya