Jumat, 04 September 2009

Sayed Quthb, Sang Syahid yang Kontroversial

Sayed Quthb, Sang Syahid yang Kontroversial

By Republika Newsroom
Senin, 31 Agustus 2009 pukul 10:46:00

Sayed Quthb, Sang Syahid yang Kontroversial

Quthb lahir dengan nama lengkap Sayyid Quthb Ibrahim Husein asy-Syadzili pada tanggal 9 Oktober 1906 M. (1326 H.) di Musya, sebuah pedesaan yang terletak di dekat kota Asyut, hulu Mesir. Ayahnya pernah aktif di Partai Nasional pimpinan Musthofa Kamil, hal ini mungkin yang menanamkan pada diri Quthb kesadaran politik yang tinggi.

Perjalanan intelektual Quthb dimulai dari desa di mana dia lahir dan dibesarkan. Di bawah asuhan orangtuanya, Quthb berhasil menghafal Alquran dalam usia relatif dini, 10 tahun. Menyadari bakat tersebut, orangtuanya memindahkan keluarga ke Hilwan, daerah pinggiran Kairo, agar Quthub memperoleh kesempatan masuk ke Tajhiziyah “Dar al-‘Ulum” (nama lama dari Universitas Cairo).

Pada tahun 1929, Quthb kuliah di Dar al-‘Ulum dan memperoleh gelar Sarjana Muda di bidang Pendidikan pada tahun 1933, kemudian bekerja sebagai pengawas pada Departemen Pendidikan. Tahun 1949 ia mendapat tugas belajar ke Amerika Serikat untuk memperdalam pengetahuannya di bidang Pendidikan selama 20 tahun, tepatnya di Wilson's Teacher's College Washington dan Stanford University California.

Sekembalinya dari Amerika, Quthb bergabung dengan gerakan Ikhwanul Muslimin karena kekagumannya pada Hasan Al-Banna, pendiri gerakan tersebut. Quthb menjadi tokoh penting dalam kelompok ini. Pada tahun 1954, Quthb diangkat menjadi Pemimpin Redaksi harian Ikhwanul Muslimin. Namun, baru dua bulan terbit, harian tersebut dibredel oleh pemerintahan Gammal Abdul Nasser.

Menurut Quthb, saat itu Ikhwanul Muslimin menghadapi situasi yang hampir sama dengan situasi masyarakat saat Islam datang untuk pertama kalinya, yaitu kebodohan tentang akidah Islam dan jauh dari nilai-nilai etik Islam (jahiliyah). Namun sayangnya, kesucian niat dan semangatnya dalam memperjuangkan orang banyak mengantarnya ke penjara pada 13 Juli 1955.

Pada tahun 1964 Quthb dibebaskan atas permintaan Abdul Salam Arif, Presiden Irak, yang mengadakan kunjungan ke Mesir. Saat itu, menurut informasi Abdul Hakim Abidin, salah seorang sahabatnya, Abdul Salam meminta Quthb untuk ikut bersamanya ke Irak, tetapi dia menolak seraya menyatakan, "Ini adalah medan perjuangan yang tidak bisa saya tinggalkan".

Setahun kemudian (1965) ia kembali ditangkap. Presiden Nasser menguatkan tuduhannya bahwa Quthb berkomplot untuk membunuhnya. Berdasarkan UU No. 911 tahun 1966, Presiden mempunyai kekuasaan untuk menahan siapa pun yang dianggap bersalah.

Sayyid Quthb diadili oleh Pengadilan Militer pada tanggal 12 April 1966. Tuduhannya sebagian besar berdasarkan tulisannya, Ma'alim fi ath-thariq, di mana isinya dianggap berupaya menumbangkan pemerintahan Mesir dengan kekerasan. Kemudian, pada 21 Agustus 1966 Sayyid Quthb bersama Abdul Fattah Ismail dan Muhammad Yusuf Hawwasy dinyatakan bersalah dan dihukum mati.

Quthb dihukum gantung bersama dua orang sahabatnya pada 29 Agustus 1966. Pemerintah Mesir tidak menghiraukan protes dari Amnesti Internasional yang memandang proses peradilan militer terhadap Sayyid Quthub sama sekali bertentangan dengan rasa keadilan.

Sejak saat itu Quthb dijuluki sebagai Syahid bagi kebangkitan Islam, yang rela mengorbankan nyawanya di tiang gantungan.

Tafsir Fi Zhilal al-Qur'an, Sarana Dakwah dari Balik Jeruji Penjara

Umej Bhatia (peneliti di Pusat Studi Timur Tengah, Universitas Harvard, AS), dalam A Critical Reading of Sayyid Quthb's Qur'anic Exegesis, mengatakan, pada kondisi sosial dan politik itulah karya-karya Sayyid Quthb tentang pergerakan melawan penguasa tiran harus dipahami. Tafsir Fi Zhilal al-Qur'an (Di Bawah Naungan Alquran) merepresentasikan gagasan-gagasan pergerakan tersebut.

Umej Bhatia menilai, tafsir Fi Zhilal al-Qur'an menyajikan cara baru dalam menafsirkan Alquran yang belum pernah dilakukan oleh ulama-ulama klasik. Sayyid Quthb memasukkan unsur-unsur politik dan ideologi dengan sangat serasi. Boleh dibilang, tafsir yang satu ini paling unik karena menjadikan Alquran sebagai pijakan utama untuk melakukan revolusi politik dan sosial.

Tampaknya, menurut Umej, Sayyid Quthb dipengaruhi oleh dua ulama agung sebelumnya, yakni Muhammad Abduh dan Rashid Ridho. Tafsir Al-Mannar karya kedua ulama tersebut lebih memfokuskan penafsiran Alquran dalam konteks sosial masyarakat ketimbang mengupas makna kata per kata. "Akan tetapi, Sayyid Quthb selangkah lebih maju daripada kedua pendahulunya itu. Ia berhasil mengolaborasikan teori-teori sosial Barat ke dalam pesan-pesan agung Alquran," kata Umej.

Penilaian serupa juga disampaikan oleh Dr Ahzami Samiun Jazuli, pakar tafsir Alquran dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta. Menurut Ahzami, tafsir yang ditulis oleh Sayyid Quthb ini merupakan tafsir haraki (tafsir pergerakan) atau tafsir dakwah. Sang ulama tidak menggunakan manhaj (metode) penulisan tafsir seperti ulama-ulama terdahulu, misalnya tafsir tahlili (tafsir analitis) yang memulai penafsiran dari penjelasan kata dalam ayat Alquran.

"Sayyid Quthb tidak menjelaskan panjang lebar makna kata dalam suatu ayat. Tidak pula menerangkan secara detail aspek-aspek fiqhiyyah (hukum-hukum fikih) karena pembahasan semacam itu sudah banyak dikupas dalam kitab-kitab tafsir klasik," jelas Ahzami.

Alquran bagi Sayyid Quthb merupakan kitab pedoman hidup yang komprehensif ke arah kehidupan yang diridhai Allah SWT. Oleh sebab itu, ia menamai tafsirnya itu Fi Zhilal al-Qur'an supaya umat Islam benar-benar berada dalam tuntunan dan naungan Alquran.

Tafsir Fi Zhilal al-Qur'an merupakan hasil dari dinamika akademis, politik, dan sosial. Ia tidak semata-mata rekreasi intelektual yang mendekati Alquran dari perspektif ilmu pengetahuan. Namun, juga menggunakan pendekatan atas dasar pengalaman hidup sang penulis. Tidak mengherankan, kata Ahzami, kalau kitab tafsir ini berpengaruh besar terhadap umat Islam di seluruh dunia, terutama mereka yang aktif dalam gerakan dakwah.

Dr Muchlis Hanafi, ahli tafsir lulusan Universitas Al-Azhar Kairo, melihat fenomena tafsir Fi Zhilal al-Qur'an ini dari sudut pandang yang berbeda. Menurutnya, ada beberapa aspek yang menonjol dalam karya Sayyid Quthb itu. Di antaranya adalah al-zauq al-adabi (ketinggian nilai sastra). Sayyid Quthb, menurut Muchlis, menjelaskan makna ayat-ayat Alquran dengan gaya bahasa yang sangat indah. Sehingga, punya kekuatan magnetik dan pengaruh yang besar terhadap pembacanya.

Kelebihan lainnya, menurut Muchlis, adalah al-wihdah al-maudhu'iyyah (kesatuan tema). Setiap surat yang ia tafsirkan diawali dengan mukadimah. Dan, mukadimah itu menjelaskan secara komprehensif isi surah sehingga tampak benang merah dan kesatuan tema sebuah surah.

Metode ini bukanlah hal baru dalam tradisi penafsiran Alquran, tetapi Sayyid Quthb berhasil menggunakannya dengan sangat baik. Saat ini, dapat disaksikan sebuah tafsir kontemporer yang bernilai tinggi. Namun demikian, tafsir ini tidak serta-merta lolos dari kritik para pegiat tafsir Alquran.

Dari segi metodologi, banyak yang menilai bahwa Sayyid Quthb melanggar tata aturan penafsiran Alquran yang dianut oleh para ulama salaf. Ia terlalu banyak menggunakan akal daripada merujuk pada Alquran, hadis Nabi SAW, dan tradisi para sahabat.

Ide-ide revolusioner
Umej Bhatia berpendapat bahwa penjara dan penyiksaan berperan penting dalam membentuk karakter pemikiran Sayyid Quthb. Umej memakai istilah prison perspective (perspektif penjara) bagi perspektif Sayyid Quthb dalam penafsiran Alquran. Yaitu, sebuah cara pandang korban keganasan rezim otoriter terhadap realitas sosial politik di masanya.

Kepahitan pengalaman politik Sayyid Quthb mendorongnya menyerukan konsep hakimiyatullah (kekuasaan hanya milik Allah) sebagaimana diusung oleh Abu al-'Ala al-Maududi di Pakistan. Hakimiyatullah berarti kekuasaan harus dikembalikan kepada Allah, bukan dikuasai manusia zalim yang melanggar hukum-hukum Tuhan. Umat Islam wajib berjihad mengembalikan tata aturan itu sesuai dengan doktrin Alquran.

Untuk itu, menurut Sayyid Quthb, perlu ada gerakan At-Thali'ah al-Islamiyah , yaitu menyiapkan generasi Muslim baru yang berpegang teguh pada ajaran-ajaran Allah serta mendidik mereka untuk menjadi pemimpin umat di masa depan. Ide-ide pergerakan dan perlawanan Sayyid Quthb itu tampak jelas dalam mukadimah tafsirnya pada surah Al-An'am.

Ia memaparkan konsep masyarakat ideal sesuai dengan tuntunan Islam; berseru kepada para juru dakwah untuk konsisten berada di jalan ini; serta menancapkan akidah agar sistem pemerintahan yang terbentuk kelak tidak melanggar tata aturan yang ditetapkan Allah SWT. "Orang-orang yang tidak memiliki akidah adalah pribadi-pribadi jahiliyah. Kejahiliyahan mereka memenuhi akal, pikiran, dan hati," tegas Sayyid Quthb.

Dalam pemaparannya tentang tatanan sosial politik yang ideal menurut doktrin Islam, Sayyid Quthb tidak segan-segan melabeli status 'kafir' kepada para penguasa zalim atau yang melanggar hukum Allah. Ini mengundang respons beragam dari banyak kalangan, bahkan dari ulama sendiri.

Dr Yusuf al-Qardhawi menilai bahwa pemikiran takfir (pengkafiran pada Muslim lain) dalam karya Sayyid Quthb sama sekali tidak mencerminkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jamaah yang dianut mayoritas umat Islam di dunia. Pemikiran ini, tambah Qardhawi, juga tidak mencerminkan pemikiran gerakan Ikhwan al-Muslimin karena pemikiran takfir sama sekali tidak selaras dengan pemikiran organisasi itu ( RepublikaOnline, 9 Agustus 2009).

Pernyataan Qardhawi tersebut disanggah sejumlah tokoh Ihkwan al-Muslimin. Menurut mereka, Sayyid Quthb tidak keluar dari Ahlussunnah wal Jamaah. Semua pemikiran Sayyid Quthb selaras dengan manhaj Ikhwan al-Muslimin, tidak ada satu pun yang menyalahi kaidah dan dasar organisasi tersebut. Quthb, menurut mereka, juga tidak pernah mengafirkan kelompok Islam lain dan tidak pernah mendakwahkan perlawanan terhadap pemerintahan yang sah ( RepublikaOnline, 19 Agustus 2009).

Menawarkan Pemecahan Problem Umat
Tafsir Fi Zhilal al-Qur'an ditulis oleh Sayyid Quthb selama kurang lebih 15 tahun, yaitu sejak tahun 1950-ah hingga 1960-an. Pada mulanya, ia memulai menulis tafsirnya itu atas permintaan rekannya, Said Ramadhan, redaktur majalah Al-Muslimun yang terbit di Kairo dan Damaskus.

Sang mufasir menyambut baik permintaan itu dan memberi nama rubrik tersebut Fi Zhilalil Quran. Tulisan pertama yang dimuat adalah penafsiran surah Alfatihah, kemudian surah Albaqarah. Akan tetapi, beberapa bulan kemudian, Sayyid Quthb memutuskan menyusun satu kitab tafsir sendiri yang juga ia beri nama Fi Zhilalil Quran .

Karya beliau lantas dicetak dan didistribusikan oleh penerbit al-Bab al-Halabi. Penerbitan pertamanya tidak langsung berjumlah 30 juz, namun tiap satu juz. Setiap juznya terbit dalam dua bulan sekali. Proses penyempurnaan penafsiran selanjutnya diselesaikan dalam penjara.

Edisi pertama dalam bentuk 30 juz diterbitkan pada tahun 1979. Sejak saat itu, persebarannya meluas hingga mencapai hampir seluruh negara Muslim di dunia. Umej Bhatia mencatat, kitab tafsir ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Persia, Turki, Urdu, Bengali, Indonesia, dan Melayu.

Di negara-negara Arab, volume penjualan tafsir Fi Zhilal al-Qur'an bak kacang goreng. Selama bertahun-tahun, tafsir itu menjadi best seller. Menurut cerita Syekh Abdullah Azzam, pada pertengahan 1980-an, jika di Lebanon ada percetakan mulai bangkrut, kemudian pemiliknya mencetak Fi Zhilalill Quran dan juga buku-buku Sayyid Quthb yang lain, percetakan tersebut selamat dari kebangkrutan.

Gaya bahasa dan kualitas penafsiran Sayyid Quthb merupakan daya pikat utama bagi para pembaca untuk menyelami samudra ilmu Alquran. Di dalamnya tersaji konsep-konsep Islam modern tentang jihad, masyarakat jahiliyyah dan Islam, serta ummah .

Konsep-konsep tersebut menumbuhkan kesadaran baru akan gerakan sosial politik berdasarkan doktrin Islam. Tak ayal, banyak peneliti Barat yang melabeli Sayyid Quthb sebagai pengusung radikalisme, ekstremisme, fundamentalisme, atau atribut-atribut yang menjurus pada nuansa kekerasan lainnya.

Tentang konsep umat, Sayyid Quthb mengutarakan bahwa pembentukan pribadi umat harus berdasarkan keimanan yang kokoh, optimisme pada rahmat dan pertolongan Allah, serta rasa percaya diri sebagai umat terbaik yang diutus Allah di muka bumi ini. Segala permasalahan umat, menurutnya, harus dicarikan solusinya dari kitab Allah SWT dan sunah nabi.

"Keimanan berimplikasi pada sikap pasrah dan menyerah kepada hukum-hukum Allah. Jiwa-jiwa yang tulus akan menerima segala sistem hukum dan perundangan Islam secara sukarela. Tidak terdetik satu penentangan pun sejak aturan tersebut dikeluarkan. Juga, tak ada sedikit pun keengganan untuk melaksanakannya ketika hukum itu diterima," kata Sayyid Quthb dalam mukadimah surat Al-An'Am.

Secara umum, tema yang ditekankan dalam tafsir Fi Zhilal al-Qur'an meliputi gagasan tentang hubungan antarsesama manusia. Allah SWT, menurutnya, menghendaki sebuah bangunan sosial yang harmonis berdasarkan keimanan dan cinta kasih. Konsep ini menghindarkan terbentuknya kekuasaan tiran yang menebarkan kebencian, kebodohan, dan kekafiran. rid/taq

Dunia Medis Warisan Seljuk

Dunia Medis Warisan Seljuk

By Republika Newsroom
Selasa, 01 September 2009 pukul 08:29:00

Dunia Medis Warisan SeljukPHOTOBUCKET.COM

Pada era kekuasaan Dinasti Seljuk terdapat sederet dokter Muslim terkemuka.

Dunia kedokteran tumbuh begitu pesat di era kejayaan Islam. Di bawah kekuasaan Kekaisaran Seljuk Agung--sebuah dinasti Islam--yang berkuasa di Asia Tengah dan Timur Tengah pada abad ke-11 hingga 14 M, studi kedokteran pun berkembang dan telah melahirkan sederet dokter Muslim terkemuka.

Pada zaman kekhalifahan, madrasah-madrasah yang tersebar di berbagai kota Islam mejarkan ilmu kedokteran, selain ilmu pengetahuan lainnya. Syeikh al-Tibb, salah seorang guru besar pada zaman itu, mengungkapkan, di madrasah Muayyadiya dan madrasah Mansuriyyah di Kairo , Mesir telah diajarkan ilmu kedokteran.

Meskipun sejumlah madrasah di kota-kota lain seperti Kairo maupun Baghdad terdapat mata pelajaran kedokteran, tidak ada catatan yang menunjukkan adanya mata pelajaran kedokteran di madrasah Turki era Seljuk. Kedokteran pada era Seljuk diajarkan melalui hubungan antara guru dan murid yang magang.

Sebuah catatan menunjukkan pendidikan kedokteran pada era Seljuk tak dilakukan di madrasah, melainkan langsung di rumah sakit. Dalam dokumen tercatat ada seorang dokter bernama Burhan Al-Din Abu Bakr, mendapatkan ilmu dari gurunya, seorang dokter bernama Izzeddin yang bekerja di Rumah Sakit Konya. Burhan diajarkan untuk merawat dan menyembuhkan pasiennya dengan penuh kasih sayang.

Selain itu, ia juga dilarang mendiskriminasi pasien yang dirawatnya, sekalipun mengidap penyakit gila. Para calon dokter pun diajarkan untuk tak membedakan pasiennya berdasarkan status, kaya atau miskin. Semua harus diperlakukan secara sama.

Menurut sejumlah literatur di Turki, pada era Dinasti Seljuk, banyak dokter yang aktif di kota, terutama masa kepemimpinan Kilic Arslan II and Ala Al-Din Keykubad. Pada masa kepemimpinan mereka, banyak dokter yang diundang ke Anatolia. Bahkan sejumlah dokter dikirim untuk misi politik ke luar negeri karena kemampuan intelektual dan personalitinya.

Salah seorang dokter yang dikirim ke luar negeri untuk menjalani misi politik adalah Abu Bakr bin Yusuf. Sejumlah dokter pada masa itu ada yang bekerja di rumah sakit. Namun ada juga ang melakukan perjalanan dari kota ke kota untuk mendatangi dan mengobati para pasiennya.

Sebuah catatan sejarah pernah menyebutkan, seorang dokter yang bernama Saduddin Mes'ud mengirim sebuah surat kepada temannya. Dalam surat itu, ia mengatakan akan melakukan perjalanan ke sejumlah kota seperti Sinop, Kastamonu, Amasya dan Niksar. Tujuannya untuk mengobati para pasiennya. Dia juga mengunjungi Canik karena sejumlah pasien sudah menunggunya.

Pada era kekuasaan Dinasti Seljuk terdapat sederet dokter Muslim terkemuka. Para dokter hebat dari zaman Seljuk itu antara lain; Malik al-Hukama, Sultan al-Atibba, Aflatun al-Dahr, Bakurat al-Asr, Masih al-Zaman, Fakhr al-Milla wa-l-Din. Selain itu, di era Seljuk juga terdapat sejumlah dokter yang diundang para penguasa Dinasti Seljuk untuk datang ke Anatolia dan diminta bekerja secara temporer pada waktu tertentu.


Para dokter itu adalah:

* Hakim Barka
Dia merupakan dokter yang pertama kali menerbitkan karyanya yang berjudul Tuhfa-i Mubarizi dalam bahasa Turki. Ia pun mengalihbahasakan karyanya ke dalam bahasa Persia. Buku itu didedikasikannya kepada Gubernur Amasya, Ala Al-Din Keykubat, Mubaruziddin Halifet Alp Gazi. Gubernur Amasya, menilai, buku tersebut merupakan sebuah karya yang tak ternilai harganya. Hakim juga menulis buku kedokteran berjudul Kitab-i Hulasa der ‘ilm al-Tibb.

* Ekmeleddin Muayyad el-Nahcuvani
Ekmeleddin lahir di Nahcivan. Ia lalu dia belajar kedokteran dan menjadi seorang dokter ketika dia datang ke Konya. Dia mendapatkan nama Mevlana dari istana dan menjadi seorang dokter yang terkenal pada masa itu.

* Gazanfer Tabrizi
Gazanfer Tabrizi bernama asli Abu Ishak Ibrahim bin Muhammed. Dia merupakan dokter yang bekerja sama dengan dokter Ekmeleddin dalam mengobati seorang penyair hebat di era Seljuk, Mevlana Jalal Al-Din Rumi hingga menghembuskan nafas terakhirnya di tempat tidurnya yang nyaman. Karya-karya yang ditulis oleh Gazanfer antara lain buku berjudul Biruni's Kitab al-Saydana dan kritik Bahmanyar kepada Ibnu Sina.

* Najm Al-Din Nahcuvani
Najm merupakan seorang ilmuwan yang sangat berbakat pada abad ke-13 M. Dia menulis sejumlah komentar terhadap karya-karya Fahreddin RazĂ® yang berjudul Sharh Kulliyat al-Qanun dan Hallu Shukuk al-Mufrada fi Sharh al-Fahr al-Razi, yang ditulis pada 1253. Dia juga menuliskan komentar terhadap karya Ibn Sina dalam kitab al-Isharat wa al-Tenbihat dan Zubdat al-Nakz serta Lubab al-Kaff.

* Muhazzibiddin bin Hubel
Muhazzibiddin merupakan salah seorang murid seorang dokter yang terkenal bernama Abu al-Barakat dari Baghdad. Putranya bernama Izzeddin ibnu Hubel juga berprofesi sebagai doketr. Ia berusaha menyembuhkan penyakit Sultan Ala Al-Din Keykubat ketika dia berada di Malatya. Salah satu karya besar Muhazzibiddin adalah buku yang berjudul al-Muhtar fi al-Tibb yang digunakan sebagai referensi pada era Seljuk.

* Hubaysh al-Tiflisi

Hubaysh diperkirakan menuju ke Anatolia saat Dinasti Seljuk dipimpin oleh Kilicarslan II. Pada masa itu, di Anatolia dibangun banyak masjid, madrasah, dapur sup dan bazar bagi orang-orang yang tak mampu. Selain itu, pada masa kedatangan Hubaysh ke Anatolia, banyak ilmuwan dan pedagang dari Azerbaijan yang juga datang ke kota tersebut.

Hubaysh sendiri telah menulis sekitar 30 tentang kesehatan, bahasa, literatur, astrologi, juga buku tafsir mimpi dan cara pelafalan kitab suci Alquran yang benar. Beberapa hasil karya besarnya antara lain: Adviyat al-Adviya, buku tentang farmasi, cara membuat obat, bagaimana cara menyimpan obat, cara membakar obat, dan bagaimana cara membuat obat cair.

Ia juga menulis Ihtisaru Fusuli al-Bukrat: Aporieme Hippocrates dalam bahasa Arab. Selain itu, buku lain penting lainnya ditulis Hubaysh berjudul Kifayat al-Tibb. Buku initu terdiri dari dua buku dan 224 bab. Buku ini juga ditulis dalam bahasa Persia dan dihadiahkan kepada Sultan Meliksah.

Kesehatan Gratis di Era Seljuk


Pada masa kekuasaan Dinasti Seljuk, pertumbuhan ekonomi berkembang sejalan dengan perkembangan budaya. Pemerintah juga banyak membangun rumah sakit yang disebut dar al-shifa, dar al-sihha atau bimaristan di setiap kota. Selain itu, para dokter merawat orang-orang yang sakit yang berada di caravanserai (tempat istirahat bagi para pengelana maupun pedagang).

Di rumah sakit era Seljuk, perawatan kesehatan diberikan secara gratis. Dokter umum, dokter mata, ahli bedah, dan ahli farmasi bekerja di rumah sakit milik Dinasti Seljuk. Beberapa rumah sakit yang dibangun pada era Seljuk antara lain:

* Rumah Sakit Necmeddin Ilgazi. Rumah sakit ini dibangun Sultan Artuklu Necmeddin Ilgazi. Rumah sakit tersebut dilengkapi dengan masjid, madrasah, juga air mancur.

* Rumah Sakit dan madrasah Kayseri, Gevher Nesibe, merupakan bangunan untuk keperluan kesehatan yang dibangun pada era Seljuk di Anatolia. Pemimpin Dinasti Seljuk ybernama Giyaseddin Keyhusrev membangun rumah sakit tersebut atas permintaan adik perempuannya yang meninggal pada waktu kecil.

* Rumah Sakit Sivas,
Izzeddin Keykavus yang dibangun oleh Izzedin Keykavus di Sivas pada 1217 M. Rumah sakit tersebut memiliki halaman dan ruangan sebanyak 30 buah. Rumah sakit tersebut dibangun dari batu bata dan ubin mosaik.

* Rumah Sakit Kastamonu, Ali bin Suleyman dipimpin Muhezzibuddin Ali, putra salah seorang wazir Kekaisaran Dinasti Seljuk Muineddin Suleyman pada 1272 di Kastamonu. Namun rumah sakit tersebut hancur akibat kebakaran hebat yang menimpanya 150 tahun yang lalu dan hanya pintu depan yang tersisa.

* Rumah Sakit Tokat. Rmuah sakit ini dilengkapi dengan madrasah. Eumah sakit tersebut dibangun oleh pejabat Dinasti Seljuk yang bernama, Pervane Muinuddin Suleyman. Sekarang rumah sakit tersebut menjadi museum Tokat.

* Rumah sakit Amasya. Dibangun pada era kekuasaan Olcayto Mehmed sekitar 1308 oleh Amber bin Abdullah yang merupakan pelayan Puteri Yildiz Hatun. Rumah sakit itu juga memiliki tempat khusus untuk mempelajari ilmu kedokteran. Sejumlah dokter yang diminta memberikan pelajaran kedokteran di tempat tersebut antara lain Shukrullah tahun 1488, Sabuncuoglu Serefeddin tahun 1465, dan Halimi tahun 1516. dya

Jamshid Al-Kashi, Ilmuwan Besar dari Dinasti Timurid

Jamshid Al-Kashi, Ilmuwan Besar dari Dinasti Timurid

By Republika Newsroom
Rabu, 02 September 2009 pukul 09:10:00

Jamshid Al-Kashi, Ilmuwan Besar dari Dinasti Timurid

Al-Kashi merupakan ilmuawan yang sangat hebat, dan salah seorang yang paling terkenal di dunia.

Jamshid al-Kashi merupakan salah seorang matematikus masyhur di dunia Islam. Ia adalah seorang saintis yang mengembangkan matematika dan astronomi pada zaman kejayaan Dinasti Timurid, di Samarkand abad ke-14 M. Ia berjasa mengembangkan ilmu matematika dan astronomi dengan sederet penemuannya.

Al-Kashi terlahir pada 1380 di Kashan, sebuah padang pasir di sebelah utara wilayah Iran Tengah. Ia hidup pada era kekuasaan Timur Lenk, pendiri Dinasti Timurid, yang memenangkan sederet pertempuran. Timur Lenk memproklamirkan dirinya sebagai penguasa dan tokoh restorasi Kekaisaran Mongol di Samarkand pada 1370.

Pada 1383, Timur Lenk mulai menaklukan Persia dengan merebut wilayah Herat. Setelah Timur Lenk wafat pada 1405, kerajaan yang didirikannya terbagi menjadi dua dan dipimpin dua anak lelakinya. Salah satu putranya bernama Shah Rukh.

Ketika Timur Lenk berkuasa, ia hanya fokus pada bidang militer dan penaklukan wilayah. Akibatnya, masyarakatnya hidup dalam penderitaan dan kemiskinan. Pada amasa itu, al-Kashi juga merasakan betapa hidupnya begitu sussah karena kemiskinan yang melilitnya.

Hidup dalam kemiskinan, tak membuat al-Kashi putus asa. Semangatnya untuk belajar tak pernah surut. Sejak kecil, matematika dan astronomi telah membetot perhatiannya. Ia sangat mencintai kedua ilmu itu. Seperti para ilmuwan hebat lainnya, ia biasa melakukan perjalanan dari kota ke kota untuk menimba ilmu pengetahuan.

Setelah Shah Rukh menduduki tampuk kekuasaan, kondisi di tanah kelahirannya mulai membaik. Shah Rukh mulai memperbaiki kehidupan rakyatnya. Dia berusaha meningkatkan ekonomi, kesejahteraan rakyatnya. Bahkan dia juga sangat mendukung perkembangan ilmu pengetahuan dan kesenian.

Maka rakyat yang dulu berada dalam penderitaan akibat banyaknya peperangan, kini bisa bernafas dengan lega. Sehingga mereka memikirkan hal-hal yang lebih baik guna memperbaiki kehidupan seperti pendidikan dan seni.

Angin segar yang dibawa Sah Rukh itu membuat ilmu pengetahuan begitu berkembang pesat. Semuanya b erkat dukungan Shah Rukh. Al-Kashi pun memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya. Dengan giat, ia mengembangkan ilmu astronomi dan matematika yang diakuasainya.

Al-Kashi pun berhasil melakukan observasi terhadap gerhana bulan di Kashan yang tepat terjadi pada 2 Juni 1406. Dukungan kuat terhadap berbagai macam penelitian yang dilakukan al-Kashi juga diberikan oleh Ilugh Beg, penguasa kota Samarkand bagian dari Kerajaan Timur Lenk.

Ulugh Beg merupakan putra Shah Rukh. Ia adalah seorang ilmuwan besar pada masanya. Berbagai macam penelitian dan karya-karya besar al-Kashi banyak yang dipersembahkan kepada Ulugh Beg diantaranya adalah buku tabel astronomi Khaqani Zij yang dibuatnya berdasarkan tabel karya Nasir al-Tusi.

Tanpa bantuan Ulugh Beg, al Kashi tidak mungkin bisa mnyelesaikan berbagai macam karyanya secara menyeluruh. Karya-karya besar Jamshid Al Kashi dalam bidang astronomi dan matematika cukup banyak. Namun untuk menyelesaikan karya-karya besarnya itu, dia mendapatkan banyak bantuan dari Ulugh Beg.

Ulugh Beg membangun sebuah universitas untuk mempelajari ilmu teologi dan ilmu pengetahuan di Samarkand pada 1420. Ia bekerja sama dengan al-Kashi dalam mengerjakan ber bagai proyek penelitian. Selain mengajak al-Kashi, dalam proyeknya, Ulugh Beg juga mengundang seorang ilmuwan hebat Qadi Gaza dalam proyek tersebut.

Sejumlah catatan sejarah ada yang menyebutkan bahwaaAl-Kashi merupakan seorang ahli astronomi dan matematika yang sangat terkemuka di Samarkand. Bahkan dia juga sering disebut sebagai Ptolemy Kedua oleh para ahli sejarah yang hidup pada zaman itu.

Kecermelangan karirnya dalam ilmu pengetahuan dibuktikan dengan sebuh surat yang ditulisnya dari Samarkand kepada ayahnya yang tinggal di Kashan. Dalam surat tersebut, dia menceritakan bagaimana perkembangan kehidupannya yang penuh ilmu pengetahuan. Selain itu, dia juga menceritakan Ulugh Beg yang mulai membangun konstruksi tempat penelitian di Samarkand.

Dalam suratnya, al-Kashi juga menceritakan kehebatan Ulugh Beg dalam bidang matematika. Dia juga tidak lupa menggambarkan kehebatan Qadi Zada yang diseganinya. Ulugh Beg sering mengadakan berbagai rapat dan diskusi untuk membahas masalah astronomi dan matematika.

Namun di antara para ilmuwan yang diundangnya untuk menghadiri diskusi tersebut, hanya al-Kashi dan Qadi Zada saja yang bisa mengikuti dengan baik. Sejumlah ilmuwan lain merasa diskusi matematika dan astronomi tersebut sangat sulit untuk dimengerti.

Setelah meninggalnya al-Kashi, Ulugh Beg pernah memuji kehebatan al-Kashi dengan mengatakan, ''Al-Kashi merupakan ilmuwan yang sangat hebat, salah seorang yang paling terkenal di dunia. Dia sangat sempurna dalam memahami ilmu pengetahuan zaman kuno serta banyak berjasa terhadap perkembangan ilmu pengetahuan selanjutnya.''


Sumbangan Al-Kashi bagi Ilmu Pengetahuan


Selama hidupnya, al-Kashi telah menyumbangkan dan mewariskan sederet penemuan penting bagi astronomi dan matematika.

* Bidang Astronomi

Buku tabel astronomi Khaqani Zij
Dalam buku tersebut terdapat tabel trigonometri yang berisi fungsi sinus, tabel gerakan longitudinal matahari, bulan, juga planet-planet. Al-Kashi juga membuat tabel garis bujur dan garis lintang yang paralaks dengan garis lintang, tabel gerhana, juga tabel saat bulan dapat dilihat.

Risalah Instrumen observasi astronomi

Pada 1416, al-Kashi menulis buku berjudul Risalah Instrumen Observasi Astronomi. Dalam buku tersebut, al-Kashi menggambarkan berbagai macam instrumen yang berbeda untuk observasi astronomi seperti triquetrum, bola armillary , equinoctial armillary juga solsticial armillary, sinus, sextant , Fakhri sextant di tempat observatorium Samarkand.

Plate of Conjunctions

Al-Kashi menemukan Plate of Conjunctions semacam alat analog perhitungan yang digunakan untuk menentukan waktu dan hari kapan konjungsi planet akan terjadi.

Computer Planet
Al-Kashi juga menemukan computer planet yang dia sebut sebagai Plate of Zones yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah tentang planet seperti prediksi posisi yang benar antara matahari dan bulan dalam garis bujur, garis lintang matahari, bulan, dan planet-planet. Instrumen tersebut juga digunkan untuk mengukur ekliptika matahari.

* Bidang Matematika

Hukum Cosinus
Di Prancis, Hukum Cosinus dikenal sebagai Theoreme d'Al-Kashi (Teorema Al-Kashi). Sebab Al-Kashi merupakan orang yang pertama yang menemukan hukum tersebut. Dia juga memberikan sejumlah alasan mengapa Hukum Cosinus bisa digunakan untuk memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan segitiga.

Risalah Kord dan Sinus

Dalam bukunya yang berjudul Risalah Kord dan Sinus, dia menghitung nilai sin 1° dengan sangat akurat. Dari semua ilmuwan matematika pada masanya, hanya Al Kashi yang bisa menilai sin 1° dengan akurat hingga muncullah seorang ahli matematika pada abad ke-16 yakni Taqi al-Din.

Al-Kashi juga mengembangkan berbagai macam metode untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan persamaan kubik yang baru dipelajari di Eropa beberapa abad setelah penemuannya. Untuk menghitung nilai sin 1° dengan tepat, Al-Kashi menemukan rumus matematika yang sering disebut sebagai persembahan kepada Francois Viete.

Pecahan desimal

Pecahan desimal yang digunakan oleh orang-orang Cina pada zaman kuno selama berabad-abad, sebenarnya merupakan pecahan desimal yang diciptakan oleh al-Kashi. Pecahan desimal ini merupakan salah satu karya besarnya yang memudahkan untuk menghitung aritmatika yang dia bahas dalam karyanya yang berjudul Kunci Aritmatika yang diterbitkan pada awal abad ke-15 di Samarkand.

Segitiga Khayyam
Untuk menandingi kebesaran segitiga Pascal, di Persia dikenal Segitiga Khayyam dari nama Omar Khayyam. Segitiga Pascal pertama kali diketahui dari sebuah buku karya Yang Hui yang ditulis pada tahun 1261, salah seorang ahli matematika Dinasti Sung yang termasyhur.

Namun, sebenarnya segitiga tersebut telah dibahas dalam buku karya Al Kashi yang disebut dengan Segitiga Khayyam. Dan kita semua tahu bahwa ilmu di Cina dan Persia itu sudah tua. Sedangkan segitiga Pascal yang dibahas oleh Peter Apian, seorang ahli Aritmatika dari Jerman baru diterbitkan pada 1527. Sehingga bisa disimpulkan bahwa Segitiga Khayyam muncul terlebih dulu sebelum segitiga Pascal. dy