Sabtu, 12 September 2009

Keadilan Hukum Islam

Minggu, 13 September 2009 pukul 01:11:00

Keadilan Hukum Islam


Tema Utama

Rasulullah SAW dikenal sebagai seorang hakim yang adil, tegas, jujur, dan bijaksana.

Rasulullah SAW adalah manusia pilihan Allah SWT yang diutus kepada seluruh umat manusia untuk menyempurnakan akhlak. Di antaranya akhlak dalam pergaulan, akhlak dalam berpolitik, akhlak dalam berumah tangga, dalam mendidik anak-anak, dalam pemerintahan, dalam masalah ekonomi, dan dalam penegakan hukum. Tujuannya adalah agar umat manusia senantiasa berada di jalan yang benar, yang lurus ( shirat al-mustaqim ), dan diridai Allah SWT.

Pada diri Rasulullah SAW, terdapat suri teladan bagi umat Islam dalam menjalankan semua sendi kehidupan (QS Al-Ahzab [33]: 21). Keteladanan Rasulullah SAW bisa dilihat ketika membangun sebuah masyarakat yang berdasarkan tuntutan Islam, yakni di Madinah.

Di Kota Nabawi ini, setidaknya ada lima hal yang menjadi perhatian utama Rasulullah SAW dalam membangun masyarakat yang damai, sejahtera, dan senantiasa berada dalam tuntunan Alquran. Kelima hal tersebut adalah pemantapan Islam sebagai ajaran, kekuatan politik, keilmuan, persatuan dan kesatuan, serta penegakan hukum.

Dalam urusan penegakan hukum, selain sebagai pemimpin umat, Rasulullah SAW dikenal sebagai seorang hakim yang adil, tegas, jujur, dan bijaksana. Beliau tak pernah menetapkan hukum dengan rasa belas kasihan, pilih kasih, atau tebang pilih. Rasulullah sangat tegas dan tidak memihak siapa pun. Baik pejabat pemerintahannya, sahabatnya, masyarakat kecil maupun anggota keluarganya sendiri, termasuk anaknya.

Dalam Alquran diterangkan tentang ketegasan sikap Rasulullah SAW dalam menegakkan hukum ini. ''Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebenaran supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), karena (membela) orang-orang yang khianat. Dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa, mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allah, padahal Allah beserta mereka ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allah tidak ridai. Dan adalah Allah Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan.'' (QS An-Nisaa' [4]: 105-108).

Ayat ini diturunkan berhubungan dengan pencurian yang dilakukan oleh Thu'mah dan ia menyembunyikan barang curian itu di rumah seorang Yahudi. Thu'mah tidak mengakui perbuatannya itu dan malah menuduh bahwa yang mencuri barang itu orang Yahudi. Hal ini diajukan oleh kerabat-kerabat Thu'mah kepada Nabi SAW dan mereka meminta agar Nabi membela Thu'mah dan menghukum orang-orang Yahudi, kendatipun mereka tahu bahwa yang mencuri barang itu ialah Thu'mah.

Dalam peristiwa ini, Rasulullah SAW hampir saja membenarkan ungkapan Thu'mah dan kerabatnya itu terhadap orang Yahudi. Namun, Allah memberikan teguran bahwa sesungguhnya yang bersalah adalah Thu'mah. Maka, Rasulullah SAW menetapkan hukum terhadap Thu'mah.

Rasulullah SAW ditunjuk oleh Allah SWT menjadi hakim untuk memutuskan setiap perkara yang diperselisihkan dengan cara yang adil. (QS An-Nisaa' [4] : 61 dan 65; As-Syura' [42]: 15; dan An-Nur [24}: 51).

Sebagai hakim, Rasulullah memeriksa dan memutuskan suatu perkara di masjid. Pada zaman Rasulullah SAW belum terdapat gedung pengadilan seperti pada masa kini. Semua perkara diproses dan diputuskan di Masjid Nabawi, yang pada masa itu selain berfungsi sebagai tempat ibadah, juga berfungsi untuk kantor pemerintah pusat dan peradilan.

Tak pandang bulu
Sikap tegas yang ditunjukkan Nabi SAW dalam penegakan hukum, antara lain tergambar dalam kisah seorang perempuan di zaman Rasulullah SAW sesudah fath Makkah (pembebasan Kota Makkah--Red) saat mencuri. Rasulullah lalu memerintahkan agar tangan wanita itu dipotong.

Usamah bin Zaid menemui Rasulullah untuk meminta keringanan hukuman bagi perempuan tersebut. Mendengar penuturan Usamah, wajah Rasulullah langsung berubah. Beliau bersabda, ''Apakah kamu akan meminta pertolongan untuk melanggar hukum-hukum Allah Azza wajalla?'' Usamah lalu menjawab, ''Mohonkan ampunan Allah untukku ya Rasulullah.''

Pada sore harinya, Nabi SAW berkhutbah setelah terlebih dahulu memuji dan bersyukur kepada Allah. Beliau bersabda, ''Orang-orang sebelum kamu telah binasa disebabkan jika seorang bangsawan mencuri, dibiarkan (tanpa hukuman), tetapi jika yang mencuri seorang awam (lemah), dia ditindak dengan hukuman. Demi yang jiwaku dalam genggaman-Nya. Jika Fatimah binti Muhammad mencuri, maka aku pun akan memotong tangannya.'' (HR Bukhari). Setelah sabda itu, beliau pun kembali menyuruh memotong tangan wanita yang mencuri itu.

Dengan sifat dan sikap konsisten yang ditunjukkan Rasulullah SAW tersebut membuatnya disegani dan ditakuti, baik oleh pengikutnya maupun pihak Quraisy (lawan). Sifat dan keteladanan Rasulullah dalam menegakkan hukum inilah yang mendorong masyarakat Arab Yatsrib mengikat perjanjian di hadapan Nabi SAW, dan perjanjian ini dikenal dengan Baiat Aqabah pertama. Baiat Aqabah pertama ini merupakan perjanjian hukum pertama yang dibuat Rasulullah SAW.

Dalam perjanjian itu, disebutkan bahwa mereka tidak menyekutukan Allah SWT, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak keturunan, tidak menyebar fitnah, dan tidak mengabaikan kebenaran.

Baiat Aqabah ini kemudian berkembang menjadi Piagam Madinah. Jika Perjanjian Aqabah adalah sebuah kesepakatan lisan, Piagam Madinah merupakan perwujudannya dalam bentuk tertulis. Piagam Madinah, yang oleh sejarawan mutakhir disebut Konstitusi Madinah, merupakan undang-undang untuk pengaturan sistem politik dan sosial masyarakat Islam dan hubungannya dengan umat yang lain.

Sesuai hukum Allah
Selain dikenal sebagai figur yang tegas, Nabi SAW juga dikenal sebagai sosok yang bijak dalam mengambil keputusan. Sebelum memutuskan perkara, beliau selalu memikirkannya dengan matang. Dan, dalam memutuskan suatu perkara, beliau selalu mengacu kepada kaidah-kaidah yang telah ditetapkan dalam Alquran. Salah satu contohnya pada saat beliau memutuskan sanksi rajam terhadap para pelaku perzinaan.

Pada masa Nabi SAW, sanksi rajam pada umumnya didasarkan pada kasus-kasus pengaduan dan permintaan dari si pelaku zina sendiri. Tidak ada satu pun pelaksanaan rajam yang didasarkan pada kesaksian seseorang. Sebagai contoh konkretnya--sebagaimana yang termaktub dalam Sunan Ibn Majah--diriwayatkan bahwa seseorang yang bernama Ma'iz mengadu kepada Rasulullah atas perbuatan zina yang telah dilakukannya.

Uniknya beliau tidak serta-merta merespons aduan Ma'iz tersebut. Dengan kata lain, beliau tidak langsung menitahkan pelaksanaan hukum rajam bagi Ma'iz. Karena merasa tidak direspons, Ma'iz mengulangi pengaduannya tersebut sampai empat kali hingga pada akhirnya Rasulullah SAW memerintahkan sahabat untuk melaksanakan hukum rajam sebagai sanksi atas perbuatan zina Ma'iz.

Ketika hukum 'lempar batu' dijalankan, tiba-tiba Ma'iz melarikan diri karena merasa kesakitan. Saat Nabi SAW menerima berita tersebut, beliau justru bersabda: ''Mengapa tidak kalian biarkan Ma'iz lari saja ?''.

Dalam Shahih Muslim diceritakan, suatu waktu ada seorang wanita dari suku Ghamidiyyah menghadap Muhammad SAW. Dia berkata, ''Ya Rasulullah, sungguh aku telah berbuat lacur. Maka, aku mohon bersihkanlah diriku''. Rasulullah dengan arif menolak pengaduan tulus wanita tersebut.

Karena penasaran pertemuannya dengan Nabi SAW tidak membawa hasil, si perempuan Ghamidiyyah kembali mendatangi beliau keesokan harinya seraya berkata, ''Ya Rasulullah mengapa Engkau tidak menjawab pengaduanku? Apa barangkali Engkau meragukanku sebagaimana Engkau meragukan pengaduan Ma'iz? Demi Allah, aku sekarang sedang hamil''. Kali ini Rasulullah menjawab, ''Datanglah sesudah kamu melahirkan''.

Beberapa bulan kemudian, perempuan Ghamidiyyah itu melahirkan anak yang dikandungnya, lalu dia menghadap Rasulullah. Sambil membawa serta si jabang bayi dalam gendongannya dia berkata: ''Rasulullah, aku telah melahirkan''. Rasulullah menjawab dengan ramah, ''Pergilah kamu menyusui anakmu hingga kamu menyapihnya''.

Setelah masa menyusui anaknya berakhir, ia kembali menghadap Nabi SAW. ''Wahai Nabi Allah, ini aku. Sekarang anakku telah kusapih dan dia pun sudah bisa makan''. Berikutnya si anak yang masih kecil tersebut diserahkan kepada seseorang dari kaum Muslimin dan akhirnya Rasulullah memutuskan agar wanita tersebut dirajam, sebagai hukuman atas perbuatan zina yang dilakukannya.

Beberapa riwayat tersebut di atas, menunjukkan bukti keadilan, ketegasan, dan kebijaksanaan Rasulullah SAW dalam menetapkan sebuah hukum bagi pelaku yang berbuat zalim. Siapa pun yang bersalah, pelakunya harus dihukum. Namun demikian, sebelum hukum dijatuhkan, harus dibuktikan terlebih dahulu perbuatan yang dilakukan. Dan ketika bukti sudah ditemukan, harus diperhatikan kondisi dari si pelaku, apakah ada sesuatu hukuman yang dapat meringankannya. Inilah prinsip dan asas dari hukum Islam. dia/sya/berbagai sumber


Tujuan dan Prinsip Hukum Islam


Bagi orang yang tak memahami ajaran Islam yang sesungguhnya, ada yang mengganggap bahwa hukum Islam itu kejam, sadis, dan tidak bijaksana. Dianggap sadis dan kejam, karena harus dilaksanakan hukum kisas (balas), bunuh dengan dibunuh, mencuri dipotong tangan, dan berbohong dipotong lidahnya, pelaku zina harus dirajam, dan lain sebagainya. Namun, di balik itu, sebenarnya hukum Islam itu memiliki tujuan dan prinsip dasar, yakni membimbing manusia ke jalan yang benar dan lurus.

Secara global, tujuan hukum Islam ( syara' ) dalam menetapkan hukum-hukumnya adalah untuk kemaslahatan umat manusia seluruhnya, baik kemaslahatan di dunia yang fana ini maupun kemaslahatan di akhirat yang kekal dan abadi. Konsep ini berdasarkan, antara lain firman Allah dalam surah Al-Anbiya ayat 107: ''Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.''

Dalam surah Ali Imron [3]: 159, dijelaskan, ''Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu, maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.''

Menurut Abu Ishaq al-Syatibi, yang dikutip oleh Prof H Muhammad Daud Ali, SH dalam bukunya Asas-asas Hukum Islam , tujuan hukum Islam itu adalah lima hal. Kelima hal tersebut dikenal dengan istilah al-maqashid al-khamsah atau al-maqashid al-syari'ah.

Pertama, memelihara agama ( hifzh al-Din ). Menurut Muhammad Ismail Syah dalam bukunya Filsafat Hukum Islam , agama adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh manusia supaya martabatnya dapat terangkat lebih tinggi dari martabat makhluk yang lain, dan juga untuk memenuhi hajat jiwanya.

Allah memerintahkan umat Islam untuk tetap menegakkan agama. Karena itu, agama (Islam) harus terpelihara dari ancaman orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang hendak merusakkan akidah, ibadah, dan akhlak. Agama Islam memberi perlindungan dan kebebasan bagi penganut agama lain untuk meyakini dan melaksanakan ibadah menurut agama yang dianutnya.

Kedua, memelihara jiwa ( hifzh al-Nafs ). Untuk tujuan ini, Islam melarang pembunuhan dan pelaku pembunuhan diancam dengan hukuman kisas (pembalasan yang seimbang). Dengan demikian, diharapkan sebelum seseorang melakukan pembunuhan, maka dirinya pun akan merasakan hal yang sama, yakni dibunuh. Hukuman seperti ini tujuannya untuk membuat jera pelakunya.

Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Albaqarah ayat 178-179: ''Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan kepadamu qisas (pembalasan) pada orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Barang siapa mendapat pemaafan dari saudaranya, hendaklah mengikuti cara yang baik dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar dia kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dan rahmat dari Tuhanmu. Barang siapa melampaui batas sesudah itu, baginya siksaan yang pedih. Dalam qisas itu terdapat kehidupan bagimu, wahai orang yang mempunyai akal.''

Ketiga, memelihara akal ( hifzh al-‘Aql ). Manusia adalah makhluk Allah SWT yang berbeda dengan makhluk ciptaannya yang lain. Allah SWT telah menjadikan manusia dalam bentuk yang paling baik dibandingkan dengan bentuk makhluk-makhluk lain dari berbagai macam binatang. (QS At-Tiin: 4).

Akan tetapi, bentuk yang indah itu tidak ada gunanya, kalau tidak ada hal yang kedua, yaitu akal. Dalam Alquran, berulang kali Allah menunjukkan pentingnya menggunakan akal. Untuk memelihara agar akal kita tersebut jangan sampai rusak, Allah SWT melarang kita mengonsumsi minum-minuman keras (khamar), seperti bir, anggur, wishky, dan lain sebagainya yang sejenis dengan itu yang dapat memabukkan.

Keempat, memelihara keturunan ( hifzh al-Nasl ). Untuk ini, Islam mengatur pernikahan dan mengharamkan zina, menetapkan siapa-siapa yang tidak boleh dikawini, bagaimana cara-cara perkawinan ini dilakukan, dan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi sehingga perkawinan ini dianggap sah dan percampuran di antara dua manusia yang berlainan jenis itu tidak dianggap zina dan anak-anak yang lahir dari hubungan itu dianggap sah dan menjadi keturunan sah dari ayahnya.

Dan kelima, adalah memelihara harta ( hifzh al-Mal ). Meski pada hakikatnya semua harta benda itu kepunyaan Allah, namun Islam juga mengakui hak pribadi seseorang. Oleh karena manusia itu sangat tamak kepada harta benda sehingga mau mengusahakannya dengan jalan apa pun, Islam mengatur jangan sampai terjadi bentrokan antara satu dengan yang lain.

Untuk ini, Islam mensyariatkan peraturan-peraturan mengenai muamalah seperti jual beli, sewa menyewa, gadai menggadai serta melarang penipuan, riba, dan mewajibkan kepada orang yang merusak barang orang lain untuk membayarnya, harta yang dirusak oleh anak-anak yang di bawah tanggungannya, bahkan yang dirusak oleh binatang peliharaannya sekalipun.

Prioritas kepentingan
Di samping kelima tujuan hukum Islam yang telah disebutkan tadi, tujuan Islam tersebut jika ditinjau dari segi prioritas kepentingannya bagi kehidupan manusia, pada dasarnya ada tiga prioritas utama yang diperlukan untuk memelihara tujuan yang lima tersebut, yakni:

Pertama, dharuriyat, adalah hal-hal yang mesti adanya dan tidak boleh tiada untuk menegakkan agama dan kepentingan dunia (primer/pokok). Apabila hal-hal tersebut tidak ada, tentulah akan kacau hidup manusia dan rusak dunia ini.

Kedua, haajiyyat, yakni segala sesuatu yang dibutuhkan manusia untuk menghindari kesulitan dan menghilangkan kepicikan. Pada dasarnya Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran. Dalam memelihara agama, seorang Muslim diperbolehkan berbuka puasa di bulan Ramadhan karena dalam perjalanan atau sedang sakit dan menggantinya di bulan lain. Ia diperbolehkan menjamak shalat dan mengqasarnya di waktu bepergian, demi memelihara jiwa, ia pun diperbolehkan memakan makanan yang diharamkan selama tidak ada makanan yang halal.

Dalam tujuan hukum yang bersifat sekunder ( al-haajiyyat ) adalah perbuatan yang menjadi pelengkap kehidupan primer manusia. Dalam keadaan terpaksa (darurat), tujuan haajiyyat ini bisa berubah menjadi kebutuhan primer ( dharury ). Atas dasar ini, dikenal kaidah usul fikih dengan al-hajat qad tanzil manzilat al-darurah , keperluan sekunder pada suatu ketika dapat diangkat menjadi kebutuhan primer.

Ketiga, tahsiniyyat, yaitu mewujudkan apa yang sebaiknya dimiliki oleh setiap orang maupun oleh masyarakat, menurut pertimbangan susila dan kesopanan. Aspek kebutuhan tahsiniyyat , apabila tidak terpenuhi atau terwujud, kehidupan manusia tidak akan kacau dan rusak. Contohnya, kebutuhan akan pakaian, jika sudah ada pakaian yang sopan dan pantas, tidak perlu lagi mencari pakaian yang lebih baik lagi. berbagai sumber/dia


Asas-Asas Hukum Islam



Alquran dalam menetapkan sebuah hukum, baik yang sedang ataupun yang akan diberlakukan untuk ummat manusia, khususnya umat Islam, maka ada beberapa unsur-unsur yang mesti dipenuhi, di antaranya adalah agar hukum tersebut dapat dilaksanakan oleh umat Islam, hukum itu tidak menjadi beban bagi kaum Muslimin untuk mengerjakannya. Dengan demikian, hukum Islam itu menjadi fleksibel dan mudah dilaksanakan.

Tidak semua pemecahan masalah hukum atas pelbagai kehidupan manusia dimuka bumi ini dirinci secara jelas dan tegas dalam Alquran dan As-sunnah. Oleh karena itu, lewat pendekatan linguistik, para ahli ushul berusaha menetapkan kaidah-kaidah hukum ( al-qowa'id at-Tasyri'iyyah ).

Dalam hal menggali dan mencari hukum untuk masalah yang belum ada nash -nya, umat Islam harus berpegang pada prinsip berpikir dan bertindak demi terwujudnya tujuan hukum, yaitu kemaslahatan/kesejahteraan hamba di dunia dan di akhirat. Aktivitas berpikir hendaknya berpegang pada asas-asas hukum Islam, yakni:

Pertama , meniadakan kepicikan. Allah menghendaki kemudahan dan tidak menghendaki kesukaran (QS 2: 185); Rasulullah SAW selalu memilih yang termudah di antara beberapa hal, selama tidak berdosa. Karena itu, ketika sedang bepergian, lebih baik meringkas dan menjamak (menggabungkan) shalat daripada mengerjakannya secara lengkap.

Kedua , tidak memberatkan. Ketika turun Alquran, umat Islam dilarang bertanya-tanya tentang sesuatu yang apabila dijawab, justru akan memberatkan diri mereka sendiri (QS 5: 101). Tindakan demikian sama dengan tindakan orang Yahudi. Ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasul, apakah ibadah haji tersebut wajib setiap tahun, Rasulullah menjawab, ''Kalau saya menjawab 'ya', tentu wajib hukumnya setiap tahun. Kewajiban berhaji itu hanya satu kali seumur hidup.''

Ketiga , bertahap dalam melaksanakan hukum. Dalam menetapkan kewajiban bagi seseorang, hendaknya digunakan cara setahap demi setahap. Contohnya, dalam kasus minuman keras, hukum haram ditetapkan setelah dua ketetapan hukum sebelumnya, yakni ada manfaat dan mudharat, serta sesuatu yang memabukkan akan membuat seseorang hilang kesadaran. (Lihat Albaqarah ayat 219, An-Nisa' ayat 43, dan Al-Maidah ayat 90-91). Begitu juga, tentang pengharaman riba juga berangsur-angsur (bertahap) sampai tiga kali (lihat Ar-Ruum ayat 29, An-Nisa' ayat 160-161, dan Ali Imran ayat 130). berbagai sumber/dia

Ketegasan Abu Bakar dalam Menetapkan Hukum

Minggu, 13 September 2009 pukul 01:15:00

Ketegasan Abu Bakar dalam Menetapkan Hukum


Gelar as-Shiddiq yang berarti 'yang membenarkan' disematkan kepada Abu Bakar. Karena, kelapangan hati menuntunnya untuk mengimani berita yang dibawa oleh Rasulullah SAW, termasuk peristiwa Isra' Mi'raj yang mengundang kontroversi di kalangan masyarakat Arab Quraisy.

Perjuangan dan pengabdian Abu Bakar bagi perkembangan Islam teramat banyak untuk disebutkan. Dalam beberapa kesempatan, ia juga dipilih oleh Rasulullah untuk mewakili beliau. Misalnya, satu tahun setelah Fathu Makkah, Nabi SAW meminta Abu Bakar memimpin umat Islam berhaji. Rasulullah juga pernah memintanya menjadi imam shalat di Masjid Madinah ketika Rasulullah berhalangan.

Setelah Rasulullah wafat pada 623, Abu Bakar terpilih sebagai khalifah pertama menggantikan peran Rasulullah dalam memimpin negara dan umat Islam. Waktu itu, daerah kekuasaan Islam hampir mencakup seluruh Semenanjung Arabia yang dihuni berbagai suku Arab.

Pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah berlangsung melalui dua kali baiah. Pertama, di Saqifah Bani Sa'idah yang disebut dengan baiah khashshah , dan kedua di Masjid Nabawi di Madinah yang dikenal dengan baiah 'ammah . Dalam pidato kenegaraan yang disampaikan pada baiah 'ammah , ia mengatakan, ''Taatilah saya, selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan bila saya durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, jangan patuhi saya.''

Pidota Abu Bakar itu punya konsekuensi logis bahwa jika ada orang atau kelompok tidak taat pada Allah dan Rasul-Nya, sang khalifah akan menindaknya dengan tegas. Pernyataannya itu terbukti ketika di awal pemerintahannya terjadi sejumlah kekacauan dan pemberontakan. Muncul orang-orang murtad, orang yang mengaku sebagai nabi, dan para pembangkang dalam membayar zakat.

Terhadap semua bentuk pembangkangan itu, Abu Bakar bertindak tegas, memutuskan untuk menumpasnya. Ia membentuk sebelas pasukan yang masing-masing dipimpin oleh panglima perang yang tangguh, seperti Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Syurahbil bin Hasanah.

Dalam buku Ensiklopedi Islam disebutkan, ijtihad politik Abu Bakar tersebut membawa dampak positif bagi umat Islam. Di satu sisi, keberhasilan pasukan Islam menumpas semua jenis pembangkangan menumbuhkan kesadaran musuh-musuh Islam bahwa kekuatan militer umat Islam telah mapan. Bahkan, banyak suku Arab yang dengan sukarela mengintegrasikan diri dengan Islam. Dan di sisi yang lain, secara internal, menguatkan jalinan ukhuwah para sahabat setelah perselisihan akibat perbedaan pandangan politik dalam penentuan khalifah pertama.

Setelah mampu menyelesaikan masalah internal umat, Abu Bakar memandang perlu membentengi teritori Islam dari ancaman dua negara adikuasa, Persia dan Bezantium. Abu Bakar berinisiatif menaklukkan Irak dan Suriah. Penaklukan Irak di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Dan penaklukan Suriah di bawah pimpinan tiga panglima, yaitu Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sufyan, dan Syurahbil bin Hasanah.

Di samping melakukan ijtihad politik secara masif, Abu Bakar memberikan perhatian yang besar pada urusan sosial keagamaan. Prinsip-prinsip keadilan dan pemerataan beliau pratikkan dengan meneladani kearifan Rasulullah SAW. Ia mendirikan lembaga bait al-mal atau lembaga keuangan yang dipimpin oleh Abu Ubaidah. Juga, mendirikan lembaga peradilan yang dipimpin oleh Umar bin Khattab.

Hasil ijtihad Abu Bakar yang hingga kini masih dirasakan umat Islam sedunia adalah pengumpulan ayat-ayat Alquran yang sebelumnya bertebaran di berbagai tempat. Upaya pengumpulan ini dilakukan setelah sang khalifah setuju dengan usulan Umar bin Khattab setelah melihat banyaknya sahabat penghafal Alquran yang gugur di medan perang. rid/berbagai sumber


Ijtihad Umar Al-Faruq


Umar Ibn Khaththab Radliyallahu Anhu, dikenal sebagai seorang pemimpin Islam yang tegas, keras, tak pandang bulu, dan teguh dalam prinsip. Bahkan, dalam persoalan hukum, Umar tak pernah bermain-main dengan Alquran maupun Sunnah Rasulullah SAW. Karena itu pula, ia pun dijuluki dengan gelar Al-Faruq , sang pembeda (antara yang hak dan batil).

Tak sedikit riwayat yang mengungkapkan ketegasan sikap Umar dalam menetapkan hukum. Bahkan, ia juga pernah memberikan masukan kepada Rasulullah terkait suatu permasalahan, yang menurutnya, ada hal yang perlu ditegaskan.

Misalnya, dalam masalah tawanan perang, sebagaimana ditulis oleh Husein Haykal dalam Hayatu Muhammad, Rasulullah awalnya berencana untuk menangguhkan hukuman pada tawanan perang Badr. Abu Bakar berkata, ''Mereka (tawanan perang) itu masih masyarakat kita, keluarga kita, tangguhkanlah dulu kalau-kalau Allah akan mengampuni mereka. Terimalah tebusan itu untuk memperkuat kita dalam menghadapi orang-orang kafir.''

Namun, Umar berkata: ''Mereka sudah membohongi kita dan mengusir kita. Bawalah mereka dan penggal leher mereka. Mereka itu biang keladi kaum kafir.''Rasul kemudian menangguhkan hukuman pada tawanan perang tersebut, dan menerima tebusan dari mereka. Maka turunlah ayat yang menyatakan, tidak pantas seorang Nabi mempunyai tawanan perang (QS Al-Anfal [8]: 67-69).

Setelah ayat tersebut turun, Rasul SAW berkata: ''Kalau azab menimpa kita, maka yang akan selamat hanya Umar.''Dalam kasus lain, Umar pernah menghentikan pemberian zakat pada golongan mualaf. Padahal, di masa Rasul SAW dan Abu Bakar, yang baru masuk Islam senantiasa mendapatkan zakat, sebagaimana petunjuk Alquran bahwa yang berhak menerima zakat ada delapan, yakni fakir, miskin, amil, gharimin (orang yang berhutang), mualaf, ibnu sabil, orang yang berjuang di jalan Allah, dan budak. (At-Taubah [9]: 60).

Namun, setelah golongan mualaf itu keislamannya sudah kuat, maka Umar menghentikan memberikan zakat pada mereka. Salah seorang mualaf, yakni Uyainah bin Hisn, datang meminta zakat, dan Umar berkata: ''Allah sudah memperkuat Islam dan tidak memerlukan kalian. Kalian tetap dalam Islam atau hanya pedang yang ada (untuk kalian untuk dipenggal)?''

Begitu juga dalam masalah talak tiga dengan sekali ucapan, Umar pernah mengeluarkan fatwa yang berbeda dengan keterangan nas Alquran. ''Bercerai itu dibolehkan hanya dua kali; maka tahanlah dia dengan cara yang pantas, atau lepaskan dengan cara yang baik.'' (QS Albaqarah [2]: 229). ''Bila (pihak suami) menceraikannya, maka sesudah itu tak boleh lagi ia mengawininya lagi sebelum ia menikah dengan suami lain.'' (QS [2]: 230). Namun, Umar menyetujui bahwa talak tiga yang diucapkan dengan sekali ucapan, akan jatuh talak tiga dan seseorang itu sudah tidak diperkenankan lagi menikahi istrinya tersebut.

Umar berkata, ''Orang tergesa-gesa dalam soal yang seharusnya berhati-hati. Seharusnya ini kita berlakukan kepada mereka.'' Karena itulah, Umar akhirnya memberlakukan hal itu pada seorang suami yang mengatakan talak tiga dengan sekali ucapan sebagai talak tiga. Sebab, menurut Umar, orang yang bermain-main dan meremehkan masalah pernikahan, maka si pelakunya harus menanggung beban atas apa yang diperbuatnya.

Dalam kasus pencurian yang seharusnya dilakukan hukum potong tangan, Umar pernah menolak melaksanakannya dengan alasan bahwa pencurian itu dilakukan dalam keadaan terpaksa (darurat).

Contohnya ketika seorang pembantu sedang mengambil sepotong makanan milik majikannya. Sang majikan lalu mengadukan permasalahan tersebut kepada Umar. Saat ditanya pada si pelakunya perihal perbuatannya mencuri barang milik majikannya, pencuri itu berkata bahwa ia terpaksa melakukan perbuatan tersebut karena sudah beberapa hari keluarganya tidak makan. Dan ia terpaksa melakukan itu, karena majikannya belum membayar upahnya sebagai pembantu.

Mendapati keterangan seperti itu, bukannya hukuman potong tangan yang diberikan Umar pada si pelaku, tetapi ia memerintahkan si majikan untuk menyantuni pembantunya yang telah mencuri tersebut.

Masih banyak sikap Umar yang sangat tegas dan terkadang--menurut sebagian orang--dianggap 'nyeleneh' dalam menetapkan hukum karena bertentangan dengan nas Alquran secara harfiah. Begitulah cara-cara sahabat Rasulullah SAW dalam menetapkan hukuman dan memberlakukannya sesuai dengan bukti-bukti yang diberikan. sya/berbagai sumber


Hakim-Hakim di Masa Awal Perkembangan Islam

Pada masa awal perkembangan Islam, sejarah mencatat sejumlah nama dari kalangan sahabat yang pernah menduduki jabatan sebagai hakim. Para sahabat ini dikenal tegas dalam menjalankan tugas mereka sebagai seorang penegak hukum. Beberapa di antara mereka adalah:

* Ali bin Abi Thalib
Nama lengkapnya adalah Ali bin Abi Thalib ibn Abdul Muthalib ibn Hasyim Al-Qurasyi Al-Hasyimi, biasa dipanggil Abu Hasan. Rasulullah memanggilnya Abu Turab. Ia lahir di Makkah 32 tahun setelah kelahiran Rasulullah atau 10 tahun sebelum pengangkatan Beliau sebagai rasul.

Ali merupakan khalifah keempat dari Khulafa ar-Rasyidin. Di masa awal perkembangan Islam, Nabi SAW pernah mengangkat Ali bin Abi Thalib untuk mengurusi masalah peradilan di Yaman.

* Muadz bin Jabal
Nama lengkapnya Muadz bin Jabal bin Amr bin Aus Al-Anshari Al-Khazraji, biasa dipanggil Abu Abdurrahman. Ia dilahirkan 20 tahun sebelum hijrah. Muadz merupakan salah satu sahabat yang ikut dalam Baiat Aqabah kedua. Ia adalah salah satu di antara enam sahabat yang hafal Alquran pada masa Nabi. Ia ikut dalam Perang Badar dan peperangan-peperangan lainnya.

Ia adalah sosok sahabat yang terkenal cerdas dan manis tutur katanya. Ia juga merupakan sosok sahabat yang berwibawa, dermawan, baik budi pekertinya, dan tampan. Nabi SAW pernah mengutusnya ke Yaman sebagai hakim dan guru bagi penduduk setempat. Beliau mengatakan dalam sepucuk surat yang dibawa Muadz, ''Aku utus kepada kalian orang terbaik dari keluargaku.''

Sebelum Muadz berangkat ke Yaman, Rasulullah SAW bertanya, ''Dengan dasar apa kamu memutuskan perkara, wahai Muadz?'' Muadz menjawab, ''Dengan Kitab Allah (Alquran).'' Rasulullah menanyakan lagi, ''Jika kamu tidak jumpai dalam Kitab Allah?'' Muadz menjawab, ''Aku putuskan berdasarkan sunnah Rasulullah.'' Beliau berkata, ''Jika tidak kamu jumpai dalam sunnah Rasulullah?'' Muadz menjawab, ''Aku akan berijtihad dengan mengoptimalkan akal pikiranku.'' Rasulullah membenarkan ucapan Muadz dan berkata, ''Segala puji hanya bagi Allah yang telah memberikan petunjuk-Nya kepada utusan Rasul-Nya.''

Tentang Muadz bin Jabal, Rasulullah SAW mengatakan, ''Orang yang paling mengerti perkara halal haram di antara umatku adalah Muadz bin Jabal.'' Umar bin Khattab mengatakan, ''Kalau tidak ada Muadz, celakalah Umar.'' Umar memang sering mengajak Muadz bermusyawarah dan memintai pendapatnya.

* Abu Darda'
Nama lengkapnya Uwaimir bin Malik bin Qais bin Umayyah Al-Anshari Al-Khazraji. Namun, biasa dipanggil Abu Darda'. Ia adalah sosok yang terkenal sebagai ahli hikmah, penunggang kuda, dan termasuk seorang ulama. Tentang Abu Darda', Rasulullah SAW mengatakan, ''Uwaimir adalah ahli hikmah (ahli bijak) umatku.'' Tentangnya, Beliau juga pernah mengatakan, ''Sebaik-baik laki-laki penunggang kuda adalah Uwaimir.''

Setelah masuk Islam, ia meninggalkan profesinya sebagai pedagang, kemudian memfokuskan diri untuk beribadah, berpuasa di siang hari, dan shalat tahajud di malam hari. Ia juga merupakan salah satu di antara sahabat yang hafal Alquran pada masa Nabi. Umar bin Khattab pernah menugaskan Abu Darda' sebagai hakim wilayah Damaskus. Ia adalah orang pertama yang menjadi hakim di wilayah ini.

Di kalangan para sahabat, Abu Darda' dikenal sebagai ahli zuhud. Ketika ia menjabat sebagai hakim di pengadilan Syam pada masa pemerintahan Usman bin Affan, ia sama sekali tidak terpesona dengan keterpesonaan penduduk Syam terhadap kekayaan duniawi.

Ia pernah berpidato di hadapan penduduk Syam dan berkata, ''Hai penduduk Syam, kalian semua adalah saudaraku seagama, tetanggaku di tempat tinggal, dan penolongku untuk melawan musuh. Akan tetapi, aku tidak melihat kalian punya rasa malu, kalian menumpuk harta yang tidak kalian makan, mendirikan gedung yang tidak kalian huni, dan mengharapkan apa yang tidak kalian inginkan. Beberapa abad yang silam, ada satu kaum yang menumpuk harta kekayaan, berangan-angan setinggi langit, dan mendirikan gedung-gedung yang kokoh. Harta kekayaan yang mereka tumpuk sama sekali tidak berguna, angan-angan mereka hanya sebuah tipu belaka, dan rumah-rumah yang mereka bangun hanya menjadi kuburan massal mereka; mereka adalah kaum 'Ad.'' Selanjutnya Abu Darda' mengatakan dengan maksud menyindir, ''Siapa yang ingin membeli dariku peninggalan keluarga 'Ad dengan harga dua dirham?!!.''

* Abu Ubaidah bin Al-Jarrah
Nama lengkapnya Amir bin Abdullah bin Al-Jarrah bin Hilal Al-Fahri Al-Qurasyi. Ia dilahirkan 30 tahun sebelum kenabian. Ia masuk Islam melalui perantara Abu Bakar ash-Shiddiq. Ia termasuk salah satu sahabat yang ikut hijrah ke Habasyah pada hijrah gelombang kedua. Ia menjadi hakim dan gubernur di Syam.

Sahabat inilah yang pertama-tama dijuluki sebagai pemimpin para pemimpin (Amirul Umara). Dialah orang yang dipegang oleh Rasulullah SAW dengan tangan kanannya seraya bersabda mengenai dirinya, ''Sesungguhnya setiap umat memiliki orang kepercayaan, dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.''

* Abu Musa Al-Asy'ari
Nama lengkapnya Abdullah bin Qais bin Sulaim bin Hadhdhar bin Harb. Ia lahir di Zubaid, Yaman, tahun ke-2 sebelum hijrah. Ia mempelajari agama Islam langsung dari Rasulullah SAW.

Ia adalah sosok sahabat yang terkenal cerdas dan memiliki kemampuan untuk memutuskan perkara hukum secara akurat. Seorang sahabatnya mengatakan,''Hakim umat ini ada empat orang; yakni Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa Al-Asy'ari, dan Zaid bin Tsabit.''

* Amr bin Ash
Nama lengkapnya Amr bin Ash bin Wail bin Hasyim. Dilahirkan di Makkah 50 tahun sebelum hijrah. Ia digelari Fatih Mishr (pembebas wilayah Mesir). Ia adalah sosok yang terkenal sebagai orator yang fasih, memiliki kemauan keras, cerdik, dan cerdas. Tentang Amr bin Ash, Rasulullah SAW berkata, ''Sesungguhnya Amr bin Ash adalah salah satu di antara orang terbaik Quraisy.''

Di masa Rasulullah, ia ditugaskan sebagai gubernur wilayah Amman. Jabatan ini tetap diembannya sampai Rasulullah wafat. Umar bin Khattab juga pernah mengangkatnya sebagai gubernur wilayah Palestina. Setelah berhasil membebaskan wilayah Mesir, kemudian Umar mengangkatnya menjadi gubernur wilayah tersebut. Ia menjabat gubernur Mesir selama empat tahun.

* Hudzaifah Ibnul Yaman
Nama lengkapnya Hudzaifah bin Hasl ibnu Jabir bin Al-Abasi, biasa dipanggil Abu Abdillah. Al-Yaman adalah nama julukan yang diberikan kepadanya.

Umar bin Khattab menugaskannya menjadi gubernur wilayah Al-Madain. Ia dikenal sangat membenci sifat kemunafikan (hipokrit). Sampai-sampai tema pidato politik pertamanya ketika ditugaskan menjadi gubernur wilayah Al-Madain adalah tentang sifat munafik. Di masa Rasulullah, ia adalah intelijen Nabi yang ditugaskan untuk memata-matai perihal orang-orang munafik. Tugas ini tidak diketahui oleh seorang pun selain Beliau.

* Al-'Ala Al-Hadhrami
Nama lengkapnya Al-'Ala Abdullah bin 'Imad bin Salma Al-Hadhrami. Ia berasal dari Hadhramaut, Yaman. Ia adalah Muslim pertama yang mengarungi lautan dalam rangka untuk berperang.

Rasulullah pernah menugaskannya menjadi gubernur Bahrain pada 8 H. Kemudian, Abu Bakar juga menunjuknya untuk menduduki jabatan yang sama di wilayah ini. Umar bin Khattab pernah mengangkatnya menjadi gubernur Bashrah untuk menggantikan Utbah bin Ghazawan. Tetapi, ajal keburu menjemputnya sebelum tiba di Bashrah.

* Attab bin Asid
Attab bin Asid adalah orang pertama yang menjabat sebagai gubernur di Makkah. Oleh Rasulullah SAW, ia diangkat menjadi gubernur Makkah di zaman Fathu Makkah (Kemenangan di Makkah). Dia menjalankan tugas itu hingga wafatnya Rasulullah SAW, dan dilanjutkan hingga zaman Abu Bakar yang hanya berjalan dua setengah tahun.

* Ziyad bin Labid
Nama lengkapnya Ziyad bin Labid bin Tsa'labah al-Anshari. Di awal pemerintahan Islam baru terbentuk, ia ditugasi oleh Rasulullah untuk menjadi gubernur di Hadhramaut, Yaman. n berbagai sumber/dia

Hasan Al-Banna: Tokoh Pembaru Islam Abad ke-20

Minggu, 13 September 2009 pukul 01:19:00

Hasan Al-Banna: Tokoh Pembaru Islam Abad ke-20


Rubrik Hujjatul Islam

Asy-Syahid ini menginginkan seluruh umat Islam bersatu dalam melawan setiap gerakan yang merusak akidah Islam.


Nama Hasan Al-Banna sudah sangat tidak asing bagi sebagian umat Islam. Sepak terjangnya, jejak perjuangannya, membuat namanya cukup tersohor di dunia Islam.

Nama lengkapnya adalah Hasan Ahmad Abdurrahman Al-Banna. Ia adalah seorang mujahid dakwah, peletak dasar-dasar gerakan Islam sekaligus pendiri dan pimpinan tertinggi Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan Islam). Karena perannya itu, ia mendapat julukan sebagai pembaru Islam Abad ke-20.

Hasan Al-Banna berusaha berjuang dan menyiarkan dakwah Islam, sebagaimana tuntutan Alquran dan Sunah Rasulullah SAW. Perhatiannya sangat besar terhadap upaya meluruskan pemahaman Islam dan mengembalikan nilai-nilai ajaran Islam yang telah dibuang oleh umat Islam sendiri.

Menurut Al-Banna, sebagian besar umat Islam hanya menginginkan akidah tanpa syariah, agama tanpa negara, kebenaran tanpa kekuatan, dan perdamaian tanpa perjuangan. Tetapi, Al-Banna menginginkan Islam sebagai akidah dan syariah, agama dan negara, kebenaran dan kekuatan, perdamaian dan perjuangan.

Suatu saat dia ditanya oleh seseorang dan si penanya mengharapkan Hasan Al-Banna menjelaskan tabiat dirinya. Imam Hasan Al-Banna berkata, ''Saya adalah seperti seorang pelancong (pengembara) yang sedang mencari kebenaran, orang yang mencari jati diri yang sebenarnya, warga negara yang mendambakan kemuliaan, kemerdekaan, ketenteraman, dan kehidupan yang mudah di bawah naungan agama Islam yang lurus. Saya berusaha untuk menerapkan Islam yang sebenarnya.''

''Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku adalah untuk Tuhan alam semesta yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Inilah diri saya yang sebenarnya, sekarang siapa diri Anda yang sebenarnya?'' lanjutnya.

Hasan Al-Banna, dikenal sebagai seorang tokoh yang paling gigih memberikan penjelasan kepada umat Islam tentang arti penting keterlibatan umat Islam dalam politik. Menurutnya, politik adalah bagian dari Islam, dan sesungguhnya kemerdekaan adalah salah satu kewajibannya.

Selain itu, Al-Banna juga memberikan perhatian yang besar dalam pembentukan generasi muda Muslim yang istiqamah terhadap diri sendiri, dan menjadikan Allah sebagai tujuannya, Islam jalannya, dan Muhammad sebagai teladannya. Untuk itu, menurut Al-Banna, para generasi muda Islam haruslah memahami Islam secara mendalam, memiliki iman yang kuat, menjalin hubungan yang erat satu sama lain, mengamalkan ajaran itu dalam dirinya sendiri, bekerja dan berjuang untuk mencapai kebangkitan Islam, serta berusaha mewujudkan kehidupan yang Islami di masyarakatnya.

Guna mencapai tujuan tersebut, kata Al-Banna, umat Islam tidak boleh terpecah belah. Sebab, perpecahan itu akan melemahkan kekuatan Islam. Dalam pandangannya, umat Islam harus disatukan dalam satu landasan Islam yang universal. Dan, Islam itu harus bersatu agar semakin kuat dan jaya.

Keinginan Al-Banna yang besar ini sudah muncul sejak ia masih muda. Dari sini pula, ia mendirikan perkumpulan atau organisasi Ikhwanul Muslimin (Persaudaraan Islam), bersama enam orang temannya, pada tahun 1938.

Tujuan dari pendirian organisasi tersebut adalah untuk memberi pemahaman Islam yang benar. Menurutnya, Islam adalah merupakan akidah, sarana untuk beribadah, tanah air, kewarganegaraan, kelapangan, kekuatan, akhlak, alat untuk mencari materi, kebudayaan, dan perundang-undangan. Beberapa tokoh yang tergabung di dalamnya, antara lain Sayyid Quthb dan Yusuf Al-Qaradhawi.

Dan, keberadaan organisasi Ikhwanul Muslimin ini mampu memberikan semangat baru bagi generasi muda Islam untuk bangkit dan bersama-sama memperjuangkan Islam, sesuai tuntunan Alquran dan Sunah Nabi SAW.

Menurut Almuzammil Yusuf, dalam bukunya tentang Pemikiran Politik Ikhwanul Muslimin, kelahiran organisasi ini disebabkan adanya fakta sejarah yang menunjukkan keimanan umat Islam sudah mulai bercampur dengan sesuatu, yang tidak diajarkan dalam Alquran maupun hadis Rasulullah SAW.

Selain itu, kemunculan organisasi ini disebabkan adanya fenomena perang Salib, keragaman pendapat dan gagasan tokoh Muslim, seperti Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Di samping itu, kemunculannya juga disebabkan adanya pengaruh sufi dan tarekat serta gerakan ideologi politik.

Ahli pidato
Hasan Al-Banna dilahirkan pada 14 Oktober 1906 di Desa Mahmudiyah kawasan Buhairah, Mesir. Ayahnya, Syekh As-Sa'ati, adalah seorang ulama hadis dan pengarang buku dalam bidang hadis yang berjudul Al Fath Ar Robani fi Tartib Musnad Al Imam Ahmad . Ia memperoleh pendidikan dasar di sekolah Ar-Rasyad Ad-Diniyah. Pada usia 12 tahun, Hasan al-Banna telah menghafal Alquran.

Walaupun masih muda, di sekolahnya dia sudah mendirikan sebuah organisasi yang diberi nama Jam'iyah Al-Akhlaq Al-Adabiyah dan organisasi Man'u Al-Muharramat. Dia juga selalu menulis surat yang dikirimkan kepada orang-orang yang berpengaruh. Dalam surat yang tidak menyebutkan namanya itu, berisi tentang nasihat-nasihat kepada mereka. Dia selalu mengunjungi perpustakaan As-Salafiyah dan tempat-tempat berkumpulnya para ulama Al Azhar.

Sewaktu muda, Hasan Al-Banna sering mengunjungi tempat-tempat hiburan, gedung-gedung pertemuan, dan klub-klub. Dalam kunjungannya ke tempat-tempat tersebut, Hasan Al-Banna dan teman-temannya selalu mengajak mereka agar kembali kepada Islam yang benar.

Selepas lulus SMA dengan memperoleh predikat ranking 5 tingkat negara Mesir, pada tahun 1923 Al-Banna melanjutkan pendidikan ke Fakultas Dar Al Ulum dan lulus pada tahun 1927 dengan mendapatkan peringkat pertama. Setelah menamatkan pendidikannya, ia kerap berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk berdakwah hingga kemudian ia memutuskan untuk menetap di Ismai'iliyah.

Tahun 1938, bersama enam orang temannya, ia mendirikan organisasi Ikhwanul Muslimin. Di Isma'iliyah, ia mendirikan masjid, kantor organisasi Ikhwanul Muslimin, dan sekolah Hara untuk mempelajari Islam. Di samping itu, di sana dia juga mendirikan sekolah yang diberi nama Ummahatul Mukminin. Tujuan dari pendirian sekolah tersebut adalah untuk mendidik putra-putri Islam dengan pendidikan Islam yang benar. Ia kemudian pindah ke Kairo, di sana dia mendirikan sebuah kantor pusat untuk organisasinya. Kantor yang didirikannya itu ia beri nama Kantor Pusat Umum.

Hasan Al-Banna dikenal sebagai seorang yang ahli dalam berpidato, lidahnya sangat fasih, ahli dalam sastra dan pandai memilih kata-kata yang tepat. Pada tahun 1941, dia dipenjara selama sebulan berkaitan dengan pidato yang ia sampaikan yang isinya mengkritik sistem politik Inggris pada Perang Dunia ke II. Masih pada tahun yang sama, dia dipaksa pindah ke Qana.

Di tempat barunya ini, Al-Banna terus melanjutkan perjuangannya dengan menyampaikan dakwah dan mengajarkan Islam kepada umat dari satu tempat ke tempat yang lain. Ia juga mengirimkan delegasi-delegasi ke seluruh penjuru dunia untuk mengetahui keadaaan umat Islam. Delegasi-delegasinya menginformasikan tentang realitas dunia Islam.

Pada tahun 1948, dia mengirimkan satu batalion pasukan ke Palestina. Pasukan yang ia kirim ke Palestina terdiri atas orang-orang Ikhwanul Muslimin. Dalam pertempuran melawan orang-orang Ikhwanul Muslimin, pasukan Yahudi mendapatkan kekalahan yang telak. Salah satu jenderalnya berkata, ''Seandainya mereka memberikan kepadaku satu batalion orang-orang Ikhwanul Muslimin, maka dengan pasukan tersebut saya pasti bisa menaklukkan dunia.'' dia/sya/berbagai sumber



Sosok Kehidupan Asy-Syahid

Di kalangan para pendiri dan anggota Ikhwanul Muslimin, Hasan Al-Banna dikenal sebagai sosok yang sangat rendah hati, sangat menjaga kebersihan, daya ingatnya sangat kuat, selalu semangat dan tak kenal lelah, sangat mencintai manusia dan berlaku lemah lembut kepada mereka, selalu senyum, pemberani, dan juga tidak pernah meninggalkan shalat malam.

Sayyid Quthb, salah seorang rekannya di Ikhwanul Muslimin, mengomentari Hasan Al-Banna, ''Sesuatu yang besar dalam diri Hasan Al-Banna adalah dia selalu berpikiran positif, berbuat baik, dan jenius.''

Syekh Muhammad Al-Hamid mengomentari Imam As-Syahid, ''Sejak lama umat Islam tidak menjumpai orang seperti Hasan Al-Banna.'' Syekh An-Nadawi juga berkomentar tentang diri Hasan Al-Banna, ''Dia adalah sosok yang mengejutkan Mesir dan dunia Islam.''

Suatu saat terjadi kekacauan di Mesir dan pemerintah tidak mampu mengatasinya. Pemerintah langsung menuduh Ikhwanul Muslimin yang ada di balik kekacauan tersebut. Dengan alasan ini, pemerintah Mesir menutup kantor-kantor Ikhwanul Muslimin dan banyak anggotanya yang dipenjara serta organisasi mereka juga dibubarkan.

Sementara sang pendiri Ikhwanul Muslimin, terbunuh sebagai syahid pada tahun 1948 di dekat perempatan Ramsis. Di suatu malam, ada tiga orang yang menembakkan senjatanya ke arah Hasan Al-Banna dan mereka langsung melarikan diri. Oleh banyak kalangan, para penembak misterius ini diyakini sebagai penembak 'titipan' pemerintah. Dua dari mereka adalah seorang intel dan satunya lagi adalah Muhammad Abdul Majid yang menjabat sebagai kepala Keamanan Negara Mesir saat itu.

Hasan Al-Banna kemudian dilarikan ke rumah sakit. Karena adanya ancaman yang keras dari pemerintah, orang-orang tidak ada yang berani mendekati dan membalut lukanya. Akibatnya, dua jam setelah penembakan terhadap dirinya, Hasan Al-Banna meninggal dunia tanpa ada yang memberinya pertolongan. Dia hanya dishalati oleh bapak dan keempat saudara perempuannya.

Sebelumnya, pemerintah memadamkan listrik terlebih dahulu di desanya. Pemerintah bersedia menyerahkan jenazah kepada keluarganya, dengan syarat mereka tidak akan mengumumkan berita duka. Jenazah kemudian dibawa oleh ayah dan saudara-saudaranya. Proses pemakaman jenazah dilakukan dalam suasana yang sangat mencekam dan dengan dikelilingi oleh tank-tank. Kuburannya dijaga ekstra ketat oleh tentara agar para pengikut Hasan Al-Banna tidak memindahkan jenazahnya.

Kepergian Hasan Al-Banna pun menjadi duka berkepanjangan bagi umat Islam. Ia mewariskan sejumlah karya monumental, di antaranya Mudzakkirat Ad-Du'at wa Ad-Da'iyyah (Catatan Harian Dakwah dan Da'i) serta Ar-Rasail (Kumpulan Surat-surat). Selain itu, Hasan Al-Banna mewariskan semangat dan teladan dakwah bagi seluruh aktivis dakwah saat ini. berbagai sumber/dia


Wirid Al-Ma'tsurat


Al-Ma'tsurat adalah salah satu karya yang pernah disusun oleh Hasan Al-Banna. Risalah kecil berupa wirid, doa, yang diambil dari sejumlah surah dalam Alquran ini, sangat populer di kalangan kaum Muslimin di seluruh dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Bahkan, wirid-wirid yang terkandung di dalamnya dijadikan sebagai amalan harian wajib bagi para pengikut kelompok Ikhwanul Muslimin dan kebanyakan para aktivis pergerakan Islam di Indonesia.

Bacaan doa dan wirid yang terdapat dalam kitab Al-Ma'tsurat ini merupakan bagian dari amalan-amalan tarekat Shufiyyah Hashshofiyyah, di mana Hasan Al-Banna telah menjadi salah satu pengikutnya sejak usia muda. Semasa hidupnya, ia selalu mengamalkan ritual-ritual tarekat Hashshofiyyah tersebut, seperti Wazhifah (wirid) Rozuqiyyah setiap pagi dan petang. Tak hanya mengamalkan Wazhifah Rozuqiyyah, bahkan dia juga mengikuti ritual Hashshofiyyah di kuburan-kuburan dengan cara menghadap kepada sebuah kuburan, yang terbuka dengan tujuan untuk mengingat kematian, kemudian ritual Hadhroh setelah shalat Jumat, dan ritual Maulid Nabi.

Namun, menurut Ustaz Abu Ahmad sebagaimana dikutip dari Majalah Al-Furqon Edisi 06 Tahun VI edisi Februari 2007, beberapa di antara doa-doa dan zikir-zikir dalam Al-Ma'tsurat ini ada yang lemah dalilnya atau bahkan tidak ada asalnya sama sekali. Di samping itu, di dalam risalah Al-Ma'tsurat ini banyak wirid-wirid lain yang sahih lafaznya, tetapi bidah dari segi kaifiyyat -nya (tata cara), karena memberikan bilangan bacaan-bacaannya yang tidak pernah ada tuntunannya dari Rasulullah SAW.

Pada akhir Al-Ma'tsurat ini tercantum Doa Rabithah yang berbunyi: ''Allahumma innaka ta'lamu anna hadzihi al-quluuba qadijtama'at 'alaa mahabbatika waltaqat 'alaa thaa'atika watawahhadat 'alaa da'watika wa ta'aahadat 'alaa nushrati syarii'atika fawassiq allahumma raabithhaa wa adim wuddahaa.'' (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah berkumpul untuk mencurahkan kecintaan hanya kepada-Mu, bertemu untuk taat kepada-Mu, bersatu dalam rangka menyeru di jalan-Mu, dan berjanji setia untuk membela syari'at-Mu maka kuatkanlah ikatan pertaliannya Ya Allah, abadikan kasih sayangnya.''

Mengenai Doa Rabithah ini, Syekh Ihsan bin Ayisy Al-Utaibi berkata: ''Di akhir Al-Ma'tsurat terdapat wirid rabithah ini adalah bidah shufiyyah , yang diambil oleh Hasan Al-Banna dari tarekatnya, Hashshofiyyah.'' (Kitab TarbiyatuI Aulad fil Islam li Abdullah Ulwan fi Mizani Naqd Ilmi , hal 126)

Karena itu, di antara para ulama ada yang berpendapat bahwa kitab ini tidak layak dijadikan pegangan di dalam wirid-wirid keseharian seorang Muslim, mengingat banyaknya hal-hal yang bidah yang terdapat dalam Al-Ma'tsurat ini. Para ulama ini menganjurkan agar kaum Muslimin memilih kitab-kitab zikir lainnya, yang mengacu kepada doa dan zikir yang shahih dari Nabi SAW. dia/berbagai sumber

Masjid Jami Al-Anwar Telukbetung Saksi Keganasan Letusan Krakatau

Minggu, 13 September 2009 pukul 01:23:00

Masjid Jami Al-Anwar Telukbetung Saksi Keganasan Letusan Krakatau


Rubrik Arsitektur


Masjid ini dibangun dengan konstruksi yang sederhana tanpa menggunakan semen.


Bila berada di Kota Bandar Lampung, ibu kota Provinsi Lampung, tak lengkap bila tidak berkunjung ke masjid-masjid tertua di Lampung. Dan, dari beberapa masjid yang berusia cukup tua, salah satu yang perlu disaksikan adalah Masjid Jami Al-Anwar. Masjid yang berada di Jl Laksamana Malahayati 100 Telukbetung, Bandar Lampung, ini telah berusia lebih dari seabad karena didirikan pada 1839.

Masjid ini terletak di pusat keramaian (permukiman padat) penduduk dan perdagangan di kawasan Telukbetung. Sejak dahulu, kawasan ini menjadi sentra perdagangan ritel terkenal di Lampung karena posisinya yang berada di bibir pantai Teluk Lampung, yang menghubungkan dengan perairaan Selat Sunda.

Bila dilihat sepintas dari luar atau saat melintas di Jl Malahayati, bangunan masjid ini tampak biasa-biasa saja. Tidak terlihat ada keistimewaan atau keunikan yang berarti. Dan, tak ada sesuatu yang menonjol akan keunikan dari masjid ini. Keberadaan menara atau kubah masjid yang telah menjadi simbol sebuah masjid juga tak ada corak khusus yang menunjukkan keistimewaannya.

Padahal, Masjid Jami Al Anwar Telukbetung ini memiliki sejarah yang berarti bagi Provinsi Lampung. Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di seantero Provinsi Lampung dan Kabupaten Tulangbawang khususnya. Ia didirikan sejak tahun 1839 dan hingga kini telah mengalami tiga masa, yakni masa penjajahan, kemerdekaan, dan setelah kemerdekaan. Dan, masjid ini tetap berdiri kokoh hingga sekarang.

Letusan Krakatau
Menurut Ketua Seksi Sarana dan Fisik Bangunan Pengurus Masjid Jami Al Anwar Telukbetung, H Muhammad Achmadi Malik (70 tahun), berdasarkan catatan sejarah, masjid ini berdiri pada tahun 1839. Ketika itu, bangunan masjid sangat kecil dan hanya berbentuk sebuah mushala yang terletak di atas lahan wakaf milik warga seluas 400 meter persegi.

Ketika Gunung Krakatau yang berada di tengah perairan Selat Sunda meletus pada tahun 1883, bangunan masjid pun ikut rata dengan tanah. Tak hanya masjid yang ketika itu masih berupa mushala al-Anwar, ribuan rumah dan ratusan ribu jiwa masyarakat Lampung turut menjadi korban kedahsyatan letusan Gunung Krakatau.

Usai letusan Gunung Krakatau, wilayah Lampung yang berada di ujung selatan Pulau Sumatra kembali dihuni orang. Penghuninya pun berasal dari beragam etnis dan suku. Di antaranya, selain warga asli Lampung, juga terdapat suku Bugis, Palembang, Bengkulu, Banten, dan Jawa.

Lima tahun setelah gunung meletus, Muhammad Saleh bin Karaeng, Daeng Sawijaya, dan masyarakat setempat, termasuk para saudagar dari Palembang, Banten, Bengkulu, Bugis, dan tokoh Lampung, bermusyawarah untuk membangun kembali mushala yang telah hancur tersebut. Berdirilah Masjid Jami Al Anwar.

Setengah abad setelah guncangan Gunung Krakatau, warga dari berbagai suku, yang tinggal di bibir pantai Teluk Lampung ini, kembali membangun dan merenovasi bangunan masjid bersejarah yang runtuh tersebut. Lalu, berdirilah Masjid Jami Al-Anwar pada tahun 1888. Pada masa penjajahan tersebut, pembangunan masjid ini masih mengandalkan konstruksi dan bahan material seadanya.

Achmadi mengatakan, Masjid Al-Anwar saat didirikan menggunakan bahan dan konstruksi yang sangat sederhana. Bahkan, gaya bangunannya tidak meniru gaya arsitektur bangunan yang biasa diterapkan di masa penjajahan.

''Konstruksi bangunan masjid dikerjakan secara bergotong royong bersama segenap masyarakat setempat. Hingga sekarang ini, tidak diketahui secara pasti asal usul arsitek pembuat masjid,'' jelasnya.

Ia mengatakan, arsitektur masjid tidak meniru bangunan masjid dari negara luar. Para pendiri masjid, kata dia, hanya ingin mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan berkumpulnya warga pada masa penjajahan untuk melawan penjajah di Lampung. ''Bangunannya tidak ada corak khas. Yang jelas, berdiri masjid saja sudah lumayan,'' ujarnya menirukan cerita dari kakek dan neneknya dahulu.

Berbeda dengan Achmadi, Armen Syafei (78 tahun), warga setempat, mengatakan, bangunan masjid ini memang tidak ada ciri khusus. Namun, untuk arsitekturnya meniru benteng pertahanan milik penjajah.

''Bangunan masjid ini tidak ada ciri khusus. Konstruksinya mengarah pada bangunan benteng pertahanan. Lihat saja tiang dan dindingnya dibuat dengan ukuran tebal seperti benteng pertahanan dari musuh,'' tuturnya.

Tanpa semen
Yang cukup unik dari masjid ini justru tampak dari keberadaan tiang saka guru. Bila hampir semua masjid menggunakan empat tiang saka guru yang dijadikan penahan atau rangka dari atap, Masjid Jami Al-Anwar ini justru menggunakan enam tiang saka guru yang besar. ''Enam tiang inilah yang menjadi ciri khas bangunan lama masjid,'' ungkap Achmadi.

Enam tiang dengan diameter sekitar 50 sentimeter dan tinggi delapan meter yang berada di tengah masjid berfungsi menopang kubah atas yang terbuat dari kayu.Selain tiang saka guru, keunikan lain dari masjid ini adalah keberadaan pintu masuk masjid. Dari dulu hingga sekarang, pintu itu tak mengalami perubahan yang berarti.

Dinding bangunan lama masjid yang bertumpuan batu bata berlapis sebagai pintu masuk masjid juga masih terlihat kokoh. ''Menurut ceritanya, tiang-tiang dan dindingnya dibuat tanpa semen, tapi dengan adukan telur campur kapur,'' tutur Achmadi.

Sangat mungkin, kata dia, bila adukan campuran batu, pasir, dan telur pada masa penjajahan dulu turut memperkokoh bangunan tanpa ada kerusakan sedikit pun hingga saat ini. ''Coba, kalau bangunannya sudah menggunakan semen, pasti ada yang berubah pada masjid yang berumur lebih dari 100 tahun ini,'' jelas pria asal Madura ini.

Renovasi
Keberadaan Masjid Jami Al Anwar yang berdiri sekarang merupakan hasil pemugaran atau renovasi tahun 1962. Panitia pembangunan masjid tetap mempertahankan bangunan asli masjid, seperti tiang dan dinding pintu masuk masjid. Tiang dan dinding masjid lama saat ini sudah berada di dalam masjid hasil renovasi.Menurut data, setelah renovasi pertama tahun 1962, masjid ini sudah beberapa kali mengalami renovasi, yakni tahun 1994 dan 1997.

Masjid yang berukuran sekitar 30 x 35 meter ini berdiri di atas tanah wakaf seluas 6.500 meter persegi dan mampu menampung lebih dari 2.000 jamaah. Pada masa renovasi pertama, telah dibangun menara. Pada tahun 1994, menara masjid ini mengalami perubahan menjadi 26 meter. Di pintu masuk masjid, dibangun teras sederhana, namun bergaya arsitektur lama masa penjajahan Belanda.

Ia mengatakan, pada renovasi tahun 1962, konstruksi bangunan ini masih bercirikan konstruksi bangunan pada 1888. Hal ini bisa dilihat dari dinding masjid, pintu masuk masjid, dan menara masjid, termasuk pagar yang mengelilingi masjid. Semua dibuat dengan batu bersusun berlapis, seperti bangunan masa penjajahan dulu.

Dalam catatan sejarah, masjid bersejarah ini pada masa perjuangan kemerdekaan melawan penjajah Belanda menjadi basis tempat berkumpulnya para tokoh pejuang untuk mengatur strategi perlawanan penjajah. Pejuang tersebut di antaranya adalah Alamsjah Ratuperwiranegara, Kapten Subroto, KH Nawawi, dan KH Toha.

Sebagai masjid yang tertua di Lampung, Masjid Al-Anwar juga memiliki banyak peninggalan kuno, di antaranya dua buah meriam peninggalan Portugis, kitab tafsir Alquran yang sudah berumur lebih dari satu setengah abad, ratusan buku agama Islam berusia 150 tahun, naskah kuno letusan Krakatau 1883, dan gentong air untuk tempat berbuka puasa. Juga, terdapat sumur tua yang tidak pernah kering saat musim kemarau untuk mengambil air wudhu.''Meriam ini pemberian pemerintah daerah waktu itu. Ini sebagai ciri khas masjid yang dibangun pada masa penjajahan,'' kata Achmadi.

Beduk
Menurut Achmadi Malik, masjid tersebut masih menggunakan beduk untuk memanggil orang shalat. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan ciri. Di dalam masjid tersebut, ada dua beduk dengan ukuran berbeda. Beduk pertama lebih besar dengan kondisi bentangan kulitnya sudah robek dan tidak digunakan lagi, kecuali pada malam takbiran karena untuk meramaikan suasana.

Sedangkan, beduk yang kini masih bagus berdiameter sekitar satu meter dan siapa pun boleh memukulnya jika waktu shalat telah tiba. Ia menjelaskan, syiar tersebut dilakukan ketika hendak masuk waktu shalat serta malam takbiran, baik Idul Fitri maupun Idul Adha. mursalin yasland



Dibangun oleh Perantau Asal Bone


Dengan usianya yang sudah cukup tua, masjid ini memiliki nilai sejarah yang cukup menarik. Menurut perantau asal Madura, Achmadi (70 tahun) yang kini menjadi petugas masjid, pembangunan masjid ini dimotori oleh seorang ulama keturunan Kesultanan Bone, Sulawesi Selatan, yang bernama Muhammad Saleh bin Karaeng.

Dari catatan sejarah Masjid Jami Al-Anwar Telukbetung, tercatat nama Muhammad Saleh bin Karaeng sebagai salah satu tokoh yang menentang penjajah Belanda di Lampung.Dalam hijrahnya dari tanah kelahirannya, Muhammad Saleh bin Karaeng beserta rombongan singgah di pesisir selatan Pulau Sumatra yang sekarang dikenal dengan Lampung. Diperkirakan, Muhammad Saleh dan rombongan adalah orang Bugis pertama yang berimigrasi ke Lampung.

Di tanah Bumi Ruwa Jurai (Lampung) ini, ia dan warga sekitar kemudian mendirikan sebuah mushala (surau) sebagai tempat ibadah, sekitar tahun 1839 M. Ia juga dibantu tokoh-tokoh lainnya, seperti Daeng Sawijaya, Tumenggung Muhammad Ali, dan Penghulu Besar Muhammad Said. Mushala ini menjadi pusat ibadah dan pembinaan keagamaan warga, nelayan, dan pedagang.

Keturunan mereka kini terus berkembang dan umumnya mendiami wilayah teluk atau pesisir Lampung. Mushala, lanjut dia, menjadi pusat peribadatan dan pembinaan agama Islam bagi nelayan, pedagang, serta masyarakat setempat.

Ketika Gunung Krakatau meletus tahun 1883, kemudian tahun 1888; tokoh Bugis, seperti Muhammad Saleh bin Karaeng dan Daeng Sawijaya, mengajak sejumlah saudagar dari Banten, Bugis, Palembang, Bengkulu, dan tokoh Lampung untuk membangun kembali dan menjadikan bekas mushala itu sebagai masjid. Bangunan baru itu pun dinamai Masjid Jami Al Anwar. mur


SEJARAH PEMBANGUNAN MASJID JAMI AL-ANWAR


1839 == Didirikan sebuah mushala.
1883 == Letusan Gunung Krakatau meluluhlantakkan bangunan mushala.
1888 == Masjid dibangun kembali.
1962 == Dilakukan renovasi pertama.
1994 == Renovasi kedua.
1997 == Penambahan sejumlah bangunan.
Sumber: Wawancara Republika dengan tokoh setempat, Achmadi dan Armen Syafei.

Masjid Jami Al-Anwar Telukbetung Saksi Keganasan Letusan Krakatau

Minggu, 13 September 2009 pukul 01:23:00

Masjid Jami Al-Anwar Telukbetung Saksi Keganasan Letusan Krakatau


Rubrik Arsitektur


Masjid ini dibangun dengan konstruksi yang sederhana tanpa menggunakan semen.


Bila berada di Kota Bandar Lampung, ibu kota Provinsi Lampung, tak lengkap bila tidak berkunjung ke masjid-masjid tertua di Lampung. Dan, dari beberapa masjid yang berusia cukup tua, salah satu yang perlu disaksikan adalah Masjid Jami Al-Anwar. Masjid yang berada di Jl Laksamana Malahayati 100 Telukbetung, Bandar Lampung, ini telah berusia lebih dari seabad karena didirikan pada 1839.

Masjid ini terletak di pusat keramaian (permukiman padat) penduduk dan perdagangan di kawasan Telukbetung. Sejak dahulu, kawasan ini menjadi sentra perdagangan ritel terkenal di Lampung karena posisinya yang berada di bibir pantai Teluk Lampung, yang menghubungkan dengan perairaan Selat Sunda.

Bila dilihat sepintas dari luar atau saat melintas di Jl Malahayati, bangunan masjid ini tampak biasa-biasa saja. Tidak terlihat ada keistimewaan atau keunikan yang berarti. Dan, tak ada sesuatu yang menonjol akan keunikan dari masjid ini. Keberadaan menara atau kubah masjid yang telah menjadi simbol sebuah masjid juga tak ada corak khusus yang menunjukkan keistimewaannya.

Padahal, Masjid Jami Al Anwar Telukbetung ini memiliki sejarah yang berarti bagi Provinsi Lampung. Masjid ini merupakan salah satu masjid tertua di seantero Provinsi Lampung dan Kabupaten Tulangbawang khususnya. Ia didirikan sejak tahun 1839 dan hingga kini telah mengalami tiga masa, yakni masa penjajahan, kemerdekaan, dan setelah kemerdekaan. Dan, masjid ini tetap berdiri kokoh hingga sekarang.

Letusan Krakatau
Menurut Ketua Seksi Sarana dan Fisik Bangunan Pengurus Masjid Jami Al Anwar Telukbetung, H Muhammad Achmadi Malik (70 tahun), berdasarkan catatan sejarah, masjid ini berdiri pada tahun 1839. Ketika itu, bangunan masjid sangat kecil dan hanya berbentuk sebuah mushala yang terletak di atas lahan wakaf milik warga seluas 400 meter persegi.

Ketika Gunung Krakatau yang berada di tengah perairan Selat Sunda meletus pada tahun 1883, bangunan masjid pun ikut rata dengan tanah. Tak hanya masjid yang ketika itu masih berupa mushala al-Anwar, ribuan rumah dan ratusan ribu jiwa masyarakat Lampung turut menjadi korban kedahsyatan letusan Gunung Krakatau.

Usai letusan Gunung Krakatau, wilayah Lampung yang berada di ujung selatan Pulau Sumatra kembali dihuni orang. Penghuninya pun berasal dari beragam etnis dan suku. Di antaranya, selain warga asli Lampung, juga terdapat suku Bugis, Palembang, Bengkulu, Banten, dan Jawa.

Lima tahun setelah gunung meletus, Muhammad Saleh bin Karaeng, Daeng Sawijaya, dan masyarakat setempat, termasuk para saudagar dari Palembang, Banten, Bengkulu, Bugis, dan tokoh Lampung, bermusyawarah untuk membangun kembali mushala yang telah hancur tersebut. Berdirilah Masjid Jami Al Anwar.

Setengah abad setelah guncangan Gunung Krakatau, warga dari berbagai suku, yang tinggal di bibir pantai Teluk Lampung ini, kembali membangun dan merenovasi bangunan masjid bersejarah yang runtuh tersebut. Lalu, berdirilah Masjid Jami Al-Anwar pada tahun 1888. Pada masa penjajahan tersebut, pembangunan masjid ini masih mengandalkan konstruksi dan bahan material seadanya.

Achmadi mengatakan, Masjid Al-Anwar saat didirikan menggunakan bahan dan konstruksi yang sangat sederhana. Bahkan, gaya bangunannya tidak meniru gaya arsitektur bangunan yang biasa diterapkan di masa penjajahan.

''Konstruksi bangunan masjid dikerjakan secara bergotong royong bersama segenap masyarakat setempat. Hingga sekarang ini, tidak diketahui secara pasti asal usul arsitek pembuat masjid,'' jelasnya.

Ia mengatakan, arsitektur masjid tidak meniru bangunan masjid dari negara luar. Para pendiri masjid, kata dia, hanya ingin mendirikan masjid sebagai tempat ibadah dan berkumpulnya warga pada masa penjajahan untuk melawan penjajah di Lampung. ''Bangunannya tidak ada corak khas. Yang jelas, berdiri masjid saja sudah lumayan,'' ujarnya menirukan cerita dari kakek dan neneknya dahulu.

Berbeda dengan Achmadi, Armen Syafei (78 tahun), warga setempat, mengatakan, bangunan masjid ini memang tidak ada ciri khusus. Namun, untuk arsitekturnya meniru benteng pertahanan milik penjajah.

''Bangunan masjid ini tidak ada ciri khusus. Konstruksinya mengarah pada bangunan benteng pertahanan. Lihat saja tiang dan dindingnya dibuat dengan ukuran tebal seperti benteng pertahanan dari musuh,'' tuturnya.

Tanpa semen
Yang cukup unik dari masjid ini justru tampak dari keberadaan tiang saka guru. Bila hampir semua masjid menggunakan empat tiang saka guru yang dijadikan penahan atau rangka dari atap, Masjid Jami Al-Anwar ini justru menggunakan enam tiang saka guru yang besar. ''Enam tiang inilah yang menjadi ciri khas bangunan lama masjid,'' ungkap Achmadi.

Enam tiang dengan diameter sekitar 50 sentimeter dan tinggi delapan meter yang berada di tengah masjid berfungsi menopang kubah atas yang terbuat dari kayu.Selain tiang saka guru, keunikan lain dari masjid ini adalah keberadaan pintu masuk masjid. Dari dulu hingga sekarang, pintu itu tak mengalami perubahan yang berarti.

Dinding bangunan lama masjid yang bertumpuan batu bata berlapis sebagai pintu masuk masjid juga masih terlihat kokoh. ''Menurut ceritanya, tiang-tiang dan dindingnya dibuat tanpa semen, tapi dengan adukan telur campur kapur,'' tutur Achmadi.

Sangat mungkin, kata dia, bila adukan campuran batu, pasir, dan telur pada masa penjajahan dulu turut memperkokoh bangunan tanpa ada kerusakan sedikit pun hingga saat ini. ''Coba, kalau bangunannya sudah menggunakan semen, pasti ada yang berubah pada masjid yang berumur lebih dari 100 tahun ini,'' jelas pria asal Madura ini.

Renovasi
Keberadaan Masjid Jami Al Anwar yang berdiri sekarang merupakan hasil pemugaran atau renovasi tahun 1962. Panitia pembangunan masjid tetap mempertahankan bangunan asli masjid, seperti tiang dan dinding pintu masuk masjid. Tiang dan dinding masjid lama saat ini sudah berada di dalam masjid hasil renovasi.Menurut data, setelah renovasi pertama tahun 1962, masjid ini sudah beberapa kali mengalami renovasi, yakni tahun 1994 dan 1997.

Masjid yang berukuran sekitar 30 x 35 meter ini berdiri di atas tanah wakaf seluas 6.500 meter persegi dan mampu menampung lebih dari 2.000 jamaah. Pada masa renovasi pertama, telah dibangun menara. Pada tahun 1994, menara masjid ini mengalami perubahan menjadi 26 meter. Di pintu masuk masjid, dibangun teras sederhana, namun bergaya arsitektur lama masa penjajahan Belanda.

Ia mengatakan, pada renovasi tahun 1962, konstruksi bangunan ini masih bercirikan konstruksi bangunan pada 1888. Hal ini bisa dilihat dari dinding masjid, pintu masuk masjid, dan menara masjid, termasuk pagar yang mengelilingi masjid. Semua dibuat dengan batu bersusun berlapis, seperti bangunan masa penjajahan dulu.

Dalam catatan sejarah, masjid bersejarah ini pada masa perjuangan kemerdekaan melawan penjajah Belanda menjadi basis tempat berkumpulnya para tokoh pejuang untuk mengatur strategi perlawanan penjajah. Pejuang tersebut di antaranya adalah Alamsjah Ratuperwiranegara, Kapten Subroto, KH Nawawi, dan KH Toha.

Sebagai masjid yang tertua di Lampung, Masjid Al-Anwar juga memiliki banyak peninggalan kuno, di antaranya dua buah meriam peninggalan Portugis, kitab tafsir Alquran yang sudah berumur lebih dari satu setengah abad, ratusan buku agama Islam berusia 150 tahun, naskah kuno letusan Krakatau 1883, dan gentong air untuk tempat berbuka puasa. Juga, terdapat sumur tua yang tidak pernah kering saat musim kemarau untuk mengambil air wudhu.''Meriam ini pemberian pemerintah daerah waktu itu. Ini sebagai ciri khas masjid yang dibangun pada masa penjajahan,'' kata Achmadi.

Beduk
Menurut Achmadi Malik, masjid tersebut masih menggunakan beduk untuk memanggil orang shalat. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan ciri. Di dalam masjid tersebut, ada dua beduk dengan ukuran berbeda. Beduk pertama lebih besar dengan kondisi bentangan kulitnya sudah robek dan tidak digunakan lagi, kecuali pada malam takbiran karena untuk meramaikan suasana.

Sedangkan, beduk yang kini masih bagus berdiameter sekitar satu meter dan siapa pun boleh memukulnya jika waktu shalat telah tiba. Ia menjelaskan, syiar tersebut dilakukan ketika hendak masuk waktu shalat serta malam takbiran, baik Idul Fitri maupun Idul Adha. mursalin yasland



Dibangun oleh Perantau Asal Bone


Dengan usianya yang sudah cukup tua, masjid ini memiliki nilai sejarah yang cukup menarik. Menurut perantau asal Madura, Achmadi (70 tahun) yang kini menjadi petugas masjid, pembangunan masjid ini dimotori oleh seorang ulama keturunan Kesultanan Bone, Sulawesi Selatan, yang bernama Muhammad Saleh bin Karaeng.

Dari catatan sejarah Masjid Jami Al-Anwar Telukbetung, tercatat nama Muhammad Saleh bin Karaeng sebagai salah satu tokoh yang menentang penjajah Belanda di Lampung.Dalam hijrahnya dari tanah kelahirannya, Muhammad Saleh bin Karaeng beserta rombongan singgah di pesisir selatan Pulau Sumatra yang sekarang dikenal dengan Lampung. Diperkirakan, Muhammad Saleh dan rombongan adalah orang Bugis pertama yang berimigrasi ke Lampung.

Di tanah Bumi Ruwa Jurai (Lampung) ini, ia dan warga sekitar kemudian mendirikan sebuah mushala (surau) sebagai tempat ibadah, sekitar tahun 1839 M. Ia juga dibantu tokoh-tokoh lainnya, seperti Daeng Sawijaya, Tumenggung Muhammad Ali, dan Penghulu Besar Muhammad Said. Mushala ini menjadi pusat ibadah dan pembinaan keagamaan warga, nelayan, dan pedagang.

Keturunan mereka kini terus berkembang dan umumnya mendiami wilayah teluk atau pesisir Lampung. Mushala, lanjut dia, menjadi pusat peribadatan dan pembinaan agama Islam bagi nelayan, pedagang, serta masyarakat setempat.

Ketika Gunung Krakatau meletus tahun 1883, kemudian tahun 1888; tokoh Bugis, seperti Muhammad Saleh bin Karaeng dan Daeng Sawijaya, mengajak sejumlah saudagar dari Banten, Bugis, Palembang, Bengkulu, dan tokoh Lampung untuk membangun kembali dan menjadikan bekas mushala itu sebagai masjid. Bangunan baru itu pun dinamai Masjid Jami Al Anwar. mur


SEJARAH PEMBANGUNAN MASJID JAMI AL-ANWAR


1839 == Didirikan sebuah mushala.
1883 == Letusan Gunung Krakatau meluluhlantakkan bangunan mushala.
1888 == Masjid dibangun kembali.
1962 == Dilakukan renovasi pertama.
1994 == Renovasi kedua.
1997 == Penambahan sejumlah bangunan.
Sumber: Wawancara Republika dengan tokoh setempat, Achmadi dan Armen Syafei.

Danau Qarun Lokasi Ditenggelamkannya Qarun?

Minggu, 13 September 2009 pukul 01:27:00

Danau Qarun Lokasi Ditenggelamkannya Qarun?


Rubrik Situs


Di lokasi itu pernah terjadi bencana berupa gempa bumi yang sangat besar, terutama di bagian sebelah selatan danau Qarun.



Hampir semua umat Islam di seluruh dunia, pernah mendengar kisah Qarun. Ia adalah seorang yang sangat kaya raya, dan hidup sezaman dengan Nabi Musa AS. Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, Qarun adalah anak dari paman Musa. Kisah Qarun ini secara lengkap dapat dilihat dalam surah al-Qashash [28] ayat 76-82.

Menurut situs wikipedia , Qarun adalah sepupu Musa, anak dari Yashar adik kandung Imran ayah Musa. Baik Musa maupun Qarun masih keturunan Yaqub, karena keduanya merupakan cucu dari Quhas putra Lewi. Lewi bersaudara dengan Yusuf anak dari Yaqub, hanya berbeda ibu. Silsilah lengkapnya adalah Qarun bin Yashar bin Qahit/Quhas bin Lewi bin Yaqub bin Ishaq bin Ibrahim.

Qarun dikenal sebagai orang yang sangat kaya. Kekayaannya membuat iri orang-orang Bani Israil. Karena kekayaannya itu pula, Qarun senantiasa memamerkan dirinya kepada khalayak ramai. Bahkan, begitu banyak kekayaan yang dimilikinya, sampai-sampai anak kunci untuk menyimpan harta kekayaannya harus dipikul oleh sejumlah orang-orang yang kuat. (Al-Qashash [28]: 76).

''Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan Kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat.''

Sejumlah ulama mengatakan, yang dimaksud dengan lelaki yang kuat itu adalah diperkirakan tenaganya antara 10 sampai 40 lelaki di masa kini. Hal ini dikarenakan, kunci-kuncinya sangat berat dan tempat untuk menyimpan harta kekayaan Qarun sangat besar.

Qarun menganggap dirinya memperoleh harta itu karena kemampuan (ilmu) yang dimilikinya. Hal itu tampak dari pernyataannya yang termaktub dalam surah Al-Qashash [28]: 78. ''Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.''

Menurut para mufassir (ahli tafsir), Qarun ke luar dalam satu iring-iringan yang lengkap dengan pengawal, hamba sahaya, dan inang pengasuh untuk memperlihatkan kemegahannya kepada kaumnya. ''Maka, keluarlah Qarun kepada kaumnya dalam kemegahannya.'' (Al-Qashash [28]: 79).

Menurut sejumlah riwayat, ketika Qarun memamerkan harta kekayaannya, ia menggunakan pakaian yang sangat mewah, jumlah harta benda yang dibawanya harus diangkut oleh 60 ekor unta, dengan didampingi sebanyak 600 orang pelayan yang terdiri atas 300 laki-laki dan 3000 orang perempuan. Saat itu, Qarun juga dikawal sebanyak 4000 orang dan diiringi oleh sebanyak 4000 binatang yang ternak yang sehat.

Karena kemegahan dan keindahan pakaian yang dimiliki Qarun, orang-orang yang menyaksikannya, juga menginginkan kekayaan seperti yang dimiliki Qarun.''Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: ''Moga-moga kiranya kita mempunyai seperti apa yang telah diberikan kepada Karun; sesungguhnya ia benar-benar mempunyai keberuntungan yang besar.'' (QS 28:79).

Menurut beberapa riwayat, sebelumnya Qarun adalah seorang hamba yang saleh dan miskin. Ia memohon kepada Nabi Musa untuk mendoakannya agar dirinya memiliki sejumlah harta. Dan, doa itu dikabulkan, hingga dirinya menjadi kaya raya. Namun, menurut sejumlah riwayat pula, azab ditenggelamkannya Qarun, juga karena doanya Nabi Musa yang dikabulkan Allah, akibat Qarun tidak mau bersyukur dalam malah menyombongkan diri. Ia juga tak mau menyedekahkan hartanya dan tidak mau mengeluarkan zakat untuk membantu orang-orang yang miskin yang ada di sekitarnya.

Kesombongan Qarun itu tampak ketika ia mengatakan bahwa harta yang diperolehnya karena ilmu yang dimilikinya (QS:28:78).Karena kesombongannya itulah, Allah mengazabnya dengan ditenggelamkannya Qarun ke dalam perut bumi. ''Maka Kami benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golongan pun yang menolongnya terhadap azab Allah. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya). (QS 28:81).

''Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.'' (QS Al-Ankabut [29]: 40).

Rasulullah SAW bersabda : ''Tatkala seseorang mengulurkan kainnya ke bawah (karena sombong), tiba-tiba ia terbenam ke dalam tanah dan terperosok ke dalam perut bumi hingga hari kiamat.'' (HR Bukhari).

Danau Qarun
Di manakah lokasi ditenggelamkannya Qarun tersebut? Mengapa banyak orang menganggap bila mereka menemukan harta terpendam selalu mengatakan dengan sebutan harta karun? Benarkah ia harta karun?

Menurut beberapa riwayat, lokasi tempat ditenggelamkannya Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi itu terjadi di daerah Al-Fayyum, sekitar 90 kilometer (km) atau dua jam perjalanan dengan menggunakan mobil dari Kairo, ibu kota Mesir. Menurut penduduk setempat, nama danau itu adalah Bahirah Qarun (laut Qarun). Di sekitar Al-Fayyum ini yang tersisa hanya berupa puing-puing istana Qarun.

Di lokasi ini, terdapat sebuah danau yang sangat luas. Panjang danau mencapai 30 km dengan lebar danau sekitar 10 km dan kedalaman mencapai 30-40 meter.Menurut DR Rusydi al-Badrawy, dalam bukunya Qashash al-Anbiya' wa al-Tarikh (Kisah Para Nabi dan Sejarahnya), Bahirah Qarun ini dulu pernah dilakukan penelitian oleh ahli Geologi dari Eropa Barat. Penelitian difokuskan untuk membuktikan, apakah di lokasi tersebut pernah terjadi sebuah bencana berupa gempa hingga menenggelamkan Qarun beserta rumahnya, seperti diungkapkan dalam Alquran.

Hasilnya? Setelah melalui pengkajian yang komprehensif, tulis Rusydi al-Badrawy, para peneliti dari Eropa itu berkesimpulan bahwa di zaman dahulu kala, benar di lokasi itu pernah terjadi bencana berupa gempa bumi yang sangat besar, terutama di bagian sebelah selatan danau Qarun.''Ini membuktikan bahwa kisah Qarun pernah terjadi di sekitar danau tersebut,'' tulis Rusydi. Dan, menurut penduduk Mesir, di Al-Fayyum ini dulunya Qarun tinggal.

Kini, danau Qarun tampak tenang. Meski di baliknya menyimpan sebuah pelajaran yang sangat berarti bagi umat manusia. Yakni, kesombongan dapat membinasakan dirinya, sebagaimana yang terjadi pada Qarun.Rusydi menjelaskan, danau ini sudah ada sejak dahulu sebelum Qarun ada. Danau tersebut dulunya merupakan sebuah danau kecil yang disebut dengan Munkhafazh al-Laahun.

Tentu saja masih diperlukan penelitian yang lebih mendalam di lokasi ini mengenai ditenggelamkannya Qarun. Sebab, bila di situ benar tempat Qarun ditenggelamkan bersama hartanya, tentunya akan ditemukan sejumlah harta kekayaan Qarun yang banyak itu.
Mengenai pendapat yang menisbatkan setiap harta terpendam yang ditemukan dinamakan harta Karun, hanyalah sebuah perumpaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Wa Allahu A'lam. n sya/berbagai sumber



Peninggalan Qarun di Al-Fayyum

Sekitar 150 kilometer (km) di Barat Daya Kairo, Mesir, tepatnya di Al-Fayyum, terdapat reruntuhan bangunan yang dipercaya sebagai tempat tinggal Qarun. Tempat ini berdekatan dengan Danau Qarun ( Qarun lake ), atau kurang lebih berjarak sekitar 2 km. Menurut beberapa sumber, bangunan yang masih berdiri kokoh adalah benteng yang dibangun oleh Qarun. Namun, ada pula yang mengatakan, bangunan itu adalah istana milik Qarun ( Qasharu Qarun ).

Bangunan yang tersisa di kampung Abaza atau Al-Fayyum ini, hanya berupa puing-puingnya. Namun demikian, orang yang berkunjung ke lokasi ini dapat menikmati sisa-sisa kekayaan Qarun dengan bangunannya yang sangat megah. Dua buah tiang yang menandakan kemegahan bangunan yang didirikan di zaman Qarun, masih tampak kokoh berdiri di dekat pintu masuk.

Masuk ke dalam bangunan, pengunjung juga dapat menyaksikan kemegahan istana Qarun. Menurut Aep Saepulloh Darusmanwiati, salah seorang pemandu wisata salah satu biro perjalanan wisata, istana Qarun ini belum selesai digali. Masih banyak bangunan dan kamar-kamar atau ruangan di bahwa tanah yang belum sempat digali, barangkali karena pemerintah Mesir tidak menganggarkan untuk menggalinya.

''Para pengunjung juga dapat naik ke atas istana sekaligus dapat menyaksikan bagian-bagian kamar yang dibuatnya. Seni arsitekturnya sangat luar biasa. Hal ini tampak dari jendela yang dibuat dari batu besar yang dipahat sangat indah dan cantik untuk memasukkan sinar matahari.''

Sementara itu, pada bagian paling atas, para pengunjung dapat melihat ada dua gambar menempel di tembok. Gambar pertama adalah seorang manusia berkepala buaya yang merupakan jelmaan dari Dewa Sobek, penguasa Al-Fayyum, dan kedua manusia biasa, hanya sayang yang tampak tinggal bagian perut ke bawah saja, kepalanya sudah tidak ada. Manusia ini boleh jadi adalah Qarun. Dua gambar dimaksud bermakna: ''Dewa Sobek akan selalu melindungi dan menaungi Qarun.'' Wa Allahu A’lam. sya/berbagai sumber



Al-Fayyum: 1000 Hari

Al-Fayyum, tempat yang diyakini sebagai tempat tinggal Qarun pada zaman Nabi Musa dahulu, menurut riwayat sudah ada sejak zaman Nabi Yusuf Alaihissalam.Seperti dikutip Aep Saepullah dalam artikelnya yang berjudul Menjelajahi Kota Al-Fayyum, berdasarkan keterangan para ulama Islam yang dimuat dalam sejumlah karya klasik disebutkan, Nabi Yusuf yang pertama kali membangun Kota Al-Fayyum.Konon, sewaktu membangun kota ini, Nabi Yusuf memerlukan waktu sekitar 70 hari.

Aep Saepullah menambahkan, Al-Fayyum berasal dari bahasa Arab, yakni Alfu Yawmin yang berarti 1000 hari. Ada dua versi mengenai nama Al-Fayyum. Pertama, sebagaimana ditulis oleh Imam al-Humairy dalam bukunya ar-Raudh al-Mu'thar fi Khabar al-Aqthar, disebut Alf Yaum karena perharinya pajaknya mencapai 1000 ( alf ) dinar. Ini artinya, pajak satu hari di Al-Fayyum sama dengan seribu hari ( alf yaum ) di kota-kota Mesir lainnya. Hanya, riwayat ini tidak masyhur di kalangan para ahli sejarah.

Riwayat kedua, dan riwayat ini merupakan riwayat yang paling masyhur, bahwa penamaan Al-Fayyum ini erat kaitannya dengan Nabi Yusuf AS. Saat itu, setelah Nabi Yusuf mendekam di penjara selama 7 tahun, setahun kemudian Nabi Yusuf diangkat menjadi menteri perbendaharaan Mesir. Tugas pertama adalah menangani musim paceklik yang akan menimpa Mesir, selama tujuh tahun. Lalu, Nabi Yusuf menggali tiga buah selat di sekitar Sungai Nil untuk mengalirkan airnya ke Al-Fayyum, yaitu selat bagian barat, timur, dan bagian atas, hulu ( upper, sha'id ).

Dengan digalinya tiga selat tersebut, daerah Al-Fayyum menjadi subur dan hijau, karena air sudah masuk, baik dari Sungai Nil maupun air yang keluar dari dalam tanah. Setelah itu, Nabi Yusuf membangun 360 kampung di Kota Jaubah (Al-Fayyum) tersebut. Jumlah tersebut disesuaikan dengan jumlah hari dalam satu tahun (satu tahun berkisar sekitar 360 hari) dengan maksud bahwa satu kampung di Kota Al-Fayyum ini dapat mencukupi kebutuhan seluruh penduduk Mesir saat itu dari kelaparan dan kekeringan. Namun, proyek pembangunan itu diselesaikan hanya dalam waktu 70 hari.

Ketika raja Mesir saat itu melihat pembangunan yang dilakukan Nabi Yusuf, ia berkata: "Luar biasa, hanya dengan 70 hari saja, Yusuf dapat membangun kota ini, padahal untuk dapat seperti ini, minimal diperlukan waktu seribu hari ( Alf Yawm ). Ini betul-betul pertolongan dari langit". Sejak itulah, nama Jaubah berubah mejadi Alf Yawm yang kemudian disingkat lagi menjadi kota Al-Fayyum.

Dengan ide luar biasa Nabi Yusuf inilah, Kota Al-Fayyum sekarang menjadi kota paling banyak airnya di Mesir. Orang-orang Mesir menyebut Al-Fayyum sebagai Makhzan al-Maa’ (gudangnya air). Saking banyaknya air, hingga saat ini dapat dijumpai beberapa kolam ikan di Fayyum, sesuatu yang tidak akan dijumpai di provinsi-provinsi Mesir lainnya, selain di Fayyum.

Menurut para ahli sejarah, air yang ada di Al-Fayyum ini sangat memengaruhi warna dan rasa dari Sungai Nil yang ada di Mesir secara umum. Apabila air di Al-Fayyum ini surut, warna dan rasa air Nil akan berubah di seluruh Mesir. Sekalipun sampai saat ini, belum terjadi, akan tetapi hemat penulis, hal demikian masih sangat mungkin, karena semua itu berkat ide brilian Nabi Yusuf yang menimbang dan mengukur ketinggian air Nil dimaksud.

Karena kesuburannya ini juga, Al-Fayyum termasuk provinsi yang banyak menghasilkan padi, yang tentunya tanaman padi ini jarang ditanam di provinsi lain, mengingat terlalu banyak memerlukan air. Itulah Al-Fayyum, provinsi paling subur di Mesir.

Ketika Yunani berkuasa di Mesir, Kota Al-Fayyum diganti dengan nama Crocodilopolis atau dalam bahasa Arab disebut dengan Madinah at-Timsah yang berarti Kota Buaya. Hal ini mengingat di Al-Fayyum dahulunya banyak sekali buaya yang berkeliaran. Untuk itu pula, dewa yang berkuasa dan menguasai Al-Fayyum--menurut kepercayaan Mesir Kuno--bernama Dewa Sobek yang digambarkan dengan tubuh manusia, tapi berkepala buaya.

Kincir (as-Sawaqi)
Di antara tempat yang menjadi objek wisata lainnya di Al-Fayyum adalah kincir air. Kincir-kincir ini merupakan ciri khas dari Kota Al-Fayyum. Bahkan, Al-Fayyum adalah satu-satunya kota di Mesir yang mempunyai kincir air.

Menurut penduduk setempat, ide pertama membuat kincir tersebut adalah dari Nabi Yusuf, ketika ia menata dan membangun Kota Al-Fayyum. Di Al-Fayyum sendiri ada lebih dari 200 kincir. Hanya, kincir yang berada di dalam Kota Al-Fayyum lain dari yang lain.

Kelainannya adalah bunyi dari kincir tersebut. Kincir-kincir lainnya tidak mengeluarkan suara atau bunyi. Bunyi kincir yang seperti orang yang sedang kesulitan, mohon bantuan itu, oleh penduduk Al-Fayyum sendiri dinisbahkan kepada suara Qarun. Bahwa, suara itu adalah suaranya Qarun yang setiap saat menyesali perbuatannya. Apakah betul atau tidak? Wa Allahu 'alam. sya/berbagai sumber

Yudi Mulyana: Hidayah di Ujung Fajar

Minggu, 13 September 2009 pukul 01:37:00

Yudi Mulyana: Hidayah di Ujung Fajar


Rubrik Mualaf


Sejak memeluk Islam, ia ingin bertemu ketiga anaknya yang dibawa pergi keluarganya.

Suara azan Subuh menyayat-nyayat hati Yudi Mulyana, pendeta yang juga staf pengajar agama Kristen di sebuah sekolah dasar di Cirebon, pagi itu. Jantungnya berdegup kencang. Ia limbung dan roboh.

''Saya tak tahu apa yang terjadi dengan diri saya pagi itu,'' ujarnya sambil menceritakan kejadian di pengujung Agustus 2008. Padahal, ia memang terbiasa bangun pagi, berbarengan Subuh. Melakukan doa pagi dan membaca Alkitab adalah aktivitas rutinnya membuka hari.Namun pagi itu, ia seolah lumpuh. Meski panik, ia mencoba tenang. Yudi membuat banyak asumsi untuk menghibur diri. Namun, tak satu pun mampu menolongnya.

Hatinya menjadi tenang setelah membuka saluran televisi menyaksikan acara zikir yang dipimpin oleh Ustaz Arifin Ilham. Ia berkomat-kamit mengikuti zikir yang dibacakan jamaah Arifin di layar televisi. ''Tuhan, apa yang terjadi dengan diri saya,'' tuturnya. Kalimat Thayyibah menenteramkannya hingga ia bisa bangkit dan kembali berjalan.

Yudi mencari permakluman bahwa fisiknya terlalu capek. Kuliah S-2 Teologi di sebuah perguruan tinggi di Bandung, sementara dia tinggal di Cirebon, menyita perhatian dan energinya. ''Besok juga sembuh,'' pikirnya kala itu.

Namun, kendati fisiknya sudah segar, ia kembali mengalami peristiwa yang sama keesokan harinya. Bahkan, setiap kali mendengar suara azan, tubuhnya bergetar. Di waktu lain, hatinya gelisah setiap kali menyentuh Alkitab.Pada pekan yang sama, ia menemui Ustaz Nudzom, putra ketua Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Cirebon. Ia menceritakan pengalamannya. Komentar Nudzom saat itu, ''Anda mendapat hidayah.''Mendengar jawaban itu, hati Yudi berontak. ''Tuhan, saya tak ingin menjadi Muslim,'' ujarnya.

Bersyahadat
Pengalaman di ujung fajar itu selalu menghantui pikiran Yudi. Ia makin merasa tak nyaman berada di gereja. Anehnya, hatinya menjadi adem saat melintas di depan masjid atau secara diam-diam masuk ke area masjid.Puncaknya, tanggal 7 Agustus 2008 saat sedang mengajar, ia mendengar suara azan seolah berkumandang di telinganya. ''Timbul keinginan yang kuat dari dalam diri saya untuk membaca syahadat,'' ujarnya.

Ia segera menemui Dra Hj Sri Hayatun, kepala sekolah tempatnya mengajar. Sri keheranan dengan sikap Yudi. Di Cirebon, ia dikenal sebagai guru dan pendeta militan. Sepak terjangnya selama ini membuat ratusan Muslim sukses dimurtadkan (keluar dari Islam).Dia kemudian diantar ke Kantor Departemen Agama Kota Cirebon. Bahkan, salah seorang pejabat di kantor itu menyarankannya untuk pulang dan berpikir sungguh-sungguh. ''Berpindah keyakinan bukan perkara main-main,'' kata pejabat Depag tersebut sebagaimana ditirukan Yudi.

Namun, tekadnya sudah bulat. Bahkan, telepon mamanya yang meminta Yudi untuk mengurungkan niatnya, diabaikannya. ''Meski saya menjadi Muslim, saya tetap akan menjadi anak mama,'' jelasnya kepada perempuan yang melahirkannya di ujung telepon.

Maka siang itu, dibimbing oleh KH Mahfud, ia bersyahadat. Dan, berita pendeta menjadi Muslim segera tersebar ke seantero kota. Saat pulang, ia menjumpai rumahnya sudah kosong. Istrinya yang mendengar kabar itu segera mengungsikan diri dan anak-anaknya ke Indramayu. Surat cerai dilayangkan dua bulan kemudian.


Lima hal
''Saya melakukan pencarian teologis setelah saya bersyahadat,'' kata Yudi. Ia memulai dengan pertanyaan, Apakah ajaran semua agama sama? Kalau sama, harus jelas di mana persamaannya dan pasti. Kalau ada yang berbeda, juga harus jelas perbedaannya.

Dari hasil penelusurannya, sedikitnya Yudi menemukan ada lima persamaan ajaran agama-agama besar, yaitu harus menyembah Tuhan; mengenal konsep dosa; hidup adalah mencari jalan ke surga; harus berbuat baik; dan ada kehidupan setelah kematian. Setelah diteliti lagi, kata dia, ternyata hanya temanya saja yang sama, tetapi ajaran dan konsepnya berbeda.

''Saya mulai bertanya, jadi Tuhan itu satu atau banyak?'' ujarnya. Maka, ia mempersempit persoalan, hanya tentang konsep keesaan Tuhan dan soal pengampunan dosa. Ajaran Islam dan Kristen tentang kedua hal itu pun dipersandingkan.Dalam Kristen, Adam dan Hawa yang terusir dari surga meninggalkan dosa warisan bagi anak cucunya. ''Berarti proses pengampunan Tuhan tidak tuntas,'' ujarnya. Padahal, Tuhan tentulah bukan pendendam seperti sifat makhluk-Nya.

Dalam Islam, ia menemukan hal yang beda. Manusia terlahir dalam kondisi fitrah. Dia menjadi khalifah Tuhan di muka bumi dan menjadi rahmat bagi seluruh alam.Ia juga dibuat terkagum-kagum dengan asmaul husna . ''Tuhan itu satu, tapi Dia mempunyai 99 nama yang melambangkan sifat-Nya,'' ujarnya.'Perilaku Tuhan' dalam Islam, kata dia, melambangkan nama-nama itu. '' Kenapa Allah menghukum, karena dia mempunyai sifat Adil. Namun, Dia juga pemaaf Ghafurjuga rahman dan rahim,'' tambahnya.Ia makin yakin dengan pilihannya. ''Hanya Islam yang konsep ketuhanannya bisa dipahami secara rasional,'' ujarnya.


Giat berdakwah
Kini, hari-hari Yudi Mulyana diwarnai dengan berbagai kesibukan dakwah. Dia memberi testimoni dalam dakwahnya ke berbagai kota di Indonesia. Saat Republika menemuinya di Jakarta, Yudi baru beberapa hari pulang umrah. Sebelumnya, ia selama seminggu berada di Provinsi Riau.''Saya ingin menebus dosa-dosa saya telah memurtadkan sekian banyak orang dengan menjadi pendakwah,'' ujarnya.

Ia menyebarkan pesan-pesan Islam kepada siapa saja yang ditemuinya. ''Saya selalu bilang, Anda semua beruntung menjadi Muslim sejak awal. Islam itu agama agung yang ajarannya sangat masuk akal.''Dia mencontohkan dirinya, yang harus kehilangan keluarga karena pilihannya menjadi Muslim. Bukan perkara mudah, karena selama lebih dari 10 tahun perkawinannya, tak pernah ada gejolak dalam rumah tangganya. ''Kami keluarga yang hangat,'' ujarnya.

Yudi selalu berkaca-kaca kalau menceritakan anak-anaknya. Dia dan anak-anaknya kini dipisahkan. Meski kini dia telah memiliki keluarga baruia menikah dengan seorang Muslimah asal Cirebonkerinduan pada buah hatinya tak pernah pupus.Ada satu mimpinya, Yudi ingin menjadi imam shalat bagi ketiga buah hatinya. ''Saya ingin sekali ketemu mereka dalam Islam,'' ujarnya terbata-bata. tri



Mengkristenkan Orang dalam 1,5 Jam

Yudi Mulyana termenung sejenak ketika ditanya orang Islam yang berhasil dimurtadkannya. ''Sudah tak terhitung jumlahnya,'' jelasnya. Apalagi, mereka yang berhasil dimurtadkan itu biasanya juga aktif melakukan pemurtadan terhadap orang-orang yang ada di sekitarnya. Sebelum menempuh pendidikan S-2, aku Yudi, metode yang dikembangkan untuk memurtadkan orang masih menggunakan metode konvensional. ''Bersahabat, membantu, lalu diajak masuk Kristen. Itu cara yang sudah sangat kuno,'' ujarnya.


Fokus pada anak-anak
Ia dan rekan-rekannya kemudian mengembangkan sistem baru untuk menarik jamaah. Caranya adalah dengan 'masuk' ke alam pikiran orang yang bersangkutan, mengguncangkan keimanannya, dan mengajaknya kepada cahaya, agama baru yang dibawanya.

Secara khusus, Yudi mendalami dan mengembangkan teori untuk menarik remaja dan anak-anak berpindah keyakinan. Untuk anak SD, misalnya, ada metode yang disebutnya 'Buku Tanpa Kata'. Dalam buku itu, hanya ada lima warna yang menyimbolkan keyakinan. Sampai di satu titik, sang anak akan dibimbing pada satu warna yang merujuk pada agama yang ditawarkannya. Dan, hanya dalam waktu singkat, ia berhasil memurtadkan anak-anak itu. ''Hanya dalam 1,5 jam saja, mereka sudah siap untuk meninggalkan agama lamanya,'' jelasnya.

Bersama komunitasnya, Yudi aktif mengembangkan metode-metode baru Kristenisasi. Motode ini lahir dari beragam praktik yang dilakukan di lapangan. ''Secara berkala kami berkumpul untuk melakukan evaluasi.''Demi mengemban misi 'menggarap' anak-anak pula, Yudi rela untuk menjadi pegawai negeri dan mengajar di sekolah dasar. ''Sungguh, awalnya saya stres mengajar anak-anak. Biasanya saya mengajar mahasiswa dan para misionaris dewasa,'' tambahnya.

Namun, Yudi dinilai sukses mengemban misi itu. Anak-anak yang berhasil dimurtadkannya, disiapkan untuk menjadi misionaris kecil. Biasanya, begitu masuk kelas 4 SD, mereka diberi materi-materi dasar. ''Begitu mereka kelas 5 dan 6 SD, mereka mulai militan. Mereka sudah bisa menarik teman-teman sebayanya untuk pindah agama,'' jelasnya.

Ia saat itu meyakini, tugas menyebarkan agama bukan hanya tugas rohaniawan, tapi juga seluruh jamaah. ''Jadi, yang awam pun harus dimobilisasi untuk menjadi penyebar agama,'' jelasnya.Dasar pemikirannya, kata Yudi, sederhana saja, yaitu bahwa seekor domba itu hanya akan lahir dari domba juga, bukan gajah atau yang lain. ''Jadi, yang bisa mengajak seseorang kepada iman yang kami yakini saat itu, ya orang dari komunitas itu,'' katanya.

Maka, selain anak-anak SD, ia juga mengader tukang becak, buruh pabrik, hingga karyawan. ''Merekalah yang nantinya akan menjadi penyeru di lingkungan mereka,'' tambahnya.Ia juga menemukan sendiri metode yang disebutnya 'aliran hidayah'. Intinya, setiap hari ia mewajibkan dirinya untuk bercerita tentang ajaran agamanya saat itu. Perkara orang yang diajak bercerita itu berpindah agama atau tidak, biarkan hidayah yang bicara. ''Dalam satu hari, saya harus menyiarkan syalom minimal pada satu orang,'' ujarnya.

Setiap Muslim itu dai
Kini, setelah menjadi Muslim, metode yang ditemukannya itu pun digunakannya. Dalam sehari, minimal ia berdakwah pada satu orang. ''Kata ajaran agama kita, sampaikan walau hanya satu ayat,'' ujarnya mengutip hadis Nabi SAW.Menurutnya, tak harus menjadi dai untuk bisa mendakwahkan Islam. Setiap Muslim, kata dia, bisa menjadi penyeru (dai). ''Setiap Muslim adalah misionaris bagi agamanya,'' ujarnya.

Ia mengkritik lemahnya umat Islam dalam soal ini. Semestinya, setiap Muslim menjadi public relation bagi agamanya, karena sesungguhnya hanya Islam-lah agama yang konsep ketuhanannya bisa dipertanggungjawabkan, bahkan secara rasional. ''Jangan hanya karena yang lain dan dengan alasan menegakkan toleransi, mereka justru mendangkalkan akidahnya sendiri,'' ujarnya.tri

Menag: Aliran Sempalan Perlu Penanganan Terpadu

Minggu, 13 September 2009 pukul 01:38:00

Menag: Aliran Sempalan Perlu Penanganan Terpadu


Penyelesaian ma salah konflik inter nal harus dilakukan dengan dialog.

MANOKWARI--Munculnya aliran-aliran sempalan dan menyesatkan yang menyimpang dari pokok ajaran atau ¡±main stream¡± dan prinsip ajaran agama yang benar memerlukan penanganan efektif dan terpadu. Untuk membenahi hal itu, pemerintah mempunyai kewenangan terhadap gangguan ketentraman hidup beragama, kata Men teri Agama (Menag) Muhammad Maftuh Basyuni saat peresmian kantor Kanwil Depag Papua Barat di Manokwari, Sabtu (12/9).

Hadir dalam kesempatan itu Wagub Papua Barat, Muhammad Rahimin Kacong , Dirjen Bimas Kristen Jason Lase, Kanwil Depag setempat, A.M. Manobi dan sejumlah tokoh agama dan masyarakat Papua Barat. Pemerintah mempunyai kewenangan berupa UU, peraturan pemerintah dan peraturan bersama menteri untuk mencegah, menangani, mengantisipasi gangguan terhadap harmonisasi sosial dan ketenteraman hidup beragama, kata Menag. Namun, lanjut dia, hasilnya tergantung pada kemampuan dalam menerjemahkan dan menerapkan aturan tersebut di lapangan.

Hindari kekerasan
Menjawab pertanyaan wartawan mengenai aliran sempalan, Menag mengingatkan hendaknya dihindari cara kekerasan dalam menanganinya. Sebab, cara kekerasan dari pengalaman yang ada tak akan menyelesaikan persoalan. Bisa jadi menambah masalah di negeri tercinta ini. Menurut Menteri, pendekatan dialog lebih mengena ketimbang kekerasan. Karena itu , ia mengingatkan jajaran Kanwil Depag agar mengetengahkan dan meningkatan silaturahim antarumat beragama di daerah ini.

Saya ingatkan kepada jajaran Kanwil Depag bahwa komunikasi dan koordinasi lintas sektoral hendaknya dipandang sebagai satu kebutuhan dalam menunjang keberhasilan tugas,¡± tegasnya. Papua Barat dengan penduduk sekitar 624 ribu jiwa, yang 362 ribu di antaranya adalah ber agama Kristen dan 292 ribu ber agama Islam. Selebihnya ber agama Buddha, Hindu dan lain-lain, hidup dalam suasana harmonis.

Namun ia mengingatkan bahwa penduduk Indonesia yang besar dan kebhinekaan dalam suku, agama, budaya dan agama seringkali menimbulkan persoalan dalam kehidupan beragama. Dalam hubungan ini potensi konflik horizontal dan gangguan kerukunan umat beragama harus menjadi perhatian. Di era demokrasi dan otonomi daeah yang luar biasa, seperti dewasa ini, hal itu perlu perhatian sungguh-sungguh. Usai peresmian kantor Kanwil Depag Papua Barat, Menang ber sama Ibu Wiwiek Maftuh Basyu ni menanam pohon di halaman kantor kanwil tersebut.

Paling sulit
Pada acara safari ramadhan, Menag di Masjid Ridwanul Bahri TNI-AL Manokwari sempat memaparkan kesulitan yang dihadapi dalam mengatasi persoalan keagamaan. Khususnya pada saat terjadi konflik internal agama tertentu. Jika konflik antara satu agama dengan agama lain, menurut dia, penyelesaiannya jauh lebih mudah. Namun jika sudah memasuki konflik internal di satu agama tertentu, maka pemecah annya bisa membutuhkan waktu yang lama. Ia tak menjelaskan konflik inter nal dimaksud. Namun ia kem bali mengingatkan jika terjadi hal semacam itu hendaknya yang perlu disadari pentingnya adalah mengete ngahkan dialog. Bukan mengedepankan kekerasan.

Semua agama tak menginginkan adanya kekerasan. Biasanya tindakan yang menjurus ke kekerasan itu terjadi antarpimpinannya. Umat hanya mengikuti pimpinan. Karena itu ia merasa gembira menyaksikan kerukunan yang ada di Papua Barat. Kendati begitu , ia menekankan hendaknya dalam memelihara kerukunan itu tetap harus waspada sehingga tidak boleh lengah. Sebab, ketika dalam suasana tenang seperti di Jakarta ada saja orang yang berbuat kekerasan dengan melakukan pemboman.

Perbuatan terorisme seperti di kawasan Mega Kuningan 17 Juli 2009 itu tak boleh terjadi lagi . Apalagi peristiwanya mengatasnamakan dan membela agama. Agama apa pun pada dasarnya untuk perdamaian. Jika ada orang menyebut bahwa Islam mengajarkan kekerasan, apalagi bunuh diri untuk tujuan memusnakan orang banyak, maka hal itu jelas-jelas sangat berten -tangan dengan Rahmatul lil alamin. Islam adalah pembawa kedamaian.

Posisi menteri
Menjawab pertanyaan Kanwil Depag setempat apakah ia akan masuk dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) mendatang, terkait dengan masa tugasnya sebagai Menag yang akan berakhir dalam waktu dekat, Maftuh menjelaskan bahwa dirinya tak berambisi untuk masuk KIB jilid dua. Ia mengatakan, yang diinginkan selama menjadi Menteri Agama adalah dapat menyelesaikan tugas dengan baik hingga masa akhir jabatan. Karena itu semua persoalan dalam beberapa pekan ini diselesaikan dengan baik sehingga tidak menjadi ganjalan di kemudian hari. Maftuh mengaku telah me nyelesaikan dengan sebaik mung kin. Kalaupun ada kekurangan, ma ka diharapkan dapat disempurnakan oleh penerusnya nanti. ant



Murad Hofmann
Tokoh Muslim Berkepribadian

Dr Murad Hoffman, mantan Diplomat Jerman dan juga seorang penulis, terpilih sebagai tokoh Muslim berkepribadian tahun ini ( Muslim Personality of the Year) yang diselenggarakan pada ajang kompetisi Quran Dubai International Holy Quran Award (DIHQA). Hoffman, berhasil menyisihkan 77 kandidat lainnya yang juga berpeluang meraih posisi terhormat pada ajang DIHQA ini. Acara kehormatan tahunan DIHQA ini diberikan kepada figur-figur Islam yang telah banyak berkontribusi besar kepada Islam.

Hoffman dianggap berjasa dan banyak memberikan kontribusi bagi dunia Islam melalui karya-karyanya. Penghargaan kategori Muslim Perso nality of The Yearsebelumnya pernah diberikan pada tokoh-tokoh penting di dunia Islam seper ti almarhum presiden Bosnia Alija Izetbegovic dan Syekh Yusuf Al-Qaradhawi. Dan pada penyelenggaraan ke-13 di tahun 2009 ini, panitia DIHQA memilih Hoffman sebagai pemenangnya.

Hofmann, lahir di Aschaffenburg, Jerman pada tahun 1931 terkenal sebagai diplomat dan penulis, lahir sebagai seorang Katolik, namun mendapat hidayah Islam pada tahun 1980. Islamnya Hoffman ini menimbulkan kontroversi di Jerman, mengingat kedudukannya sebagai salah satu orang pen ting di pemerintah Jerman. Namun, niatnya yang tulus tak mengubah pendiriannya untuk memilih Islam sebagai agamanya.

Hoffmann telah menulis beberapa buku tentang Islam, termasuk Journey to Makkah and Islam: The Alternative, karyanya yang lain berupa tulisan dan esai yang memfokuskan pada Islam di Barat, kata kantor berita UEA. Banyak dari buku dan esai yang ia tulis berfokus pada status Islam di Barat dan secara khusus setelah peristiwa 11 September yang terjadi di Amerika Serikat.

Saat ini, ia tinggal bersama istrinya yang berkebangsan Turki di Istanbul. Hofmann juga merupakan anggota kehormatan dan penasihat Dewan Pusat Muslim di Jerman. eramuslim/sya


Produk Kosmetika Halal Rambah Kanada


OTTAWA-- Para Muslimah di Kanada kini bisa tetap tampil cantik tanpa perlu merasa khawatir dengan produk kosmetika yang mereka gunakan. Pasalnya kini sudah tersedia produk kosmetika yang menggunakan bahan baku yang sesuai dengan syariat Islam.

Produk-produk kosmetik yang banyak beredar di negara tersebut memang masih menggunakan bahan baku yang diharamkan dalam Islam, di antaranya alkohol dan bagian anggota tubuh babi. Adalah Layla Mandi, seorang perias artis di Kanada, yang memperkenalkan produk kosmetik halal dengan label OnePure.

Produk OnePure, terang perempuan yang telah memeluk Islam ini, setara dengan merek-merek kosmetik internasional. Namun, yang membedakannya dengan produk sejenis lainnya adalah tidak mengandung bahan-bahan yang dilarang dalam hukum Islam.

Di hampir banyak produk kosmetik terdapat bahan-bahan turunan babi dan alkohol, dan ini menyulitkan para Muslimah untuk menggunakannya, papar Mandi seperti dilansir kantor berita Agence France-Presse(AFP). Berbagai produk yang menggunakan label halal, mulai dari perbankan syariah hingga hotel yang tidak menyediakan minuman beralkohol, kini makin populer di kalangan Muslim Kanada. Tentunya kaum Muslimin tidak menginginkan bepergian dan menunaikan shalat lima waktu sehari dalam kondisi sisa-sisa bahan baku kosmetik dari babi melekat di tubuh mereka,ujar Mandi. iol/dia


Pelajar Muslim Belgia Perjuangkan Jilbab di Sekolah


BRUSSEL--Para pelajar Muslim di Belgia mendesak Dewan Nasional Belgia untuk mencabut peraturan yang menetapkan larangan memakai jilbab. Baru-baru ini Dewan Nasional Belgia melarang pelajar Muslimah me ngenakan jilbab di sekolah.

Desakan dari pelajar Muslim di Belgia, membuat Dewan Nasional harus bekerja keras. Mereka tak menyangka, larangan itu menimbulkan reaksi keras dari para pelajar. Para pelajar Muslim ini berencana terus melakukan aksi demonstrasi hingga larangan itu dicabut. Mereka menyatakan bahwa larangan itu ilegal. Karena itu, Dewan nasional Belgia akan segera mengambil keputus -an mengenai boleh tidaknya menggunakan jilbab di sekolah, akhir pekan ini.

Dirk Van De Vondel, ketua serikat sekolah di Antwerp mengatakan tidak ada alasan untuk membatalkan larangan ini. Dewan akan segera mengeluarkan keputusannya beberapa hari ini. Dan sampai saat itu, kami tidak bisa dan juga tidak ingin mengubah keputusan apapun, ujarnya. Larangan berjilbab ini ditentang keras ulama di Antwerp, Nordine Taouil. Larangan berjilbab selalu diskriminatif dan itu masih terjadi. Itu cerminan Islamofobia.

Sekelompok orang mayoritas mendapatkan hak lebih besar daripada kelompok lainnya, dan itu tidak benar, tegasnya. Taouil akan menghadap menteri pendidikan Belgia untuk mencabut larangan ini. Saat ini, sekitar sepertiga dari 700 sekolah di Belgia melarang penggunaan jilbab, sepertiganya membolehkan, dan sepertiga yang lainnya tak punya aturan tentang itu. Hal ini dikemukakan oleh Flemish daily De Standaard. eramuslim