Senin, 20 September 2010

Mau yang Mana: Kriminal Murni atau Oplosan?



Monday, 20 September 2010
Bahasa Indonesia, sebagaimana bahasa-bahasa lain yang digunakan manusia, mengalami perkembangan sesuai dengan kebutuhan pemakainya. Makna lama bisa bertahan, bisa pula menemukan arti baru.

Keprihatinan Presiden soal Korupsi



Monday, 20 September 2010
Keprihatinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal korupsi yang telah dilansir International Monetary Fund (IMF) dalam laporannya tentang perekonomian Indonesia adalah juga keprihatinan seluruh anak bangsa di republik ini.

Tata Kelola Kelautan dan Perikanan

Oleh Max Tehusalawany
Selasa, 21 September 2010
 

Sebagai negara bahari atau kepulauan, Indonesia termasuk negara di kawasan Asia-Pasifik dengan tingkat konsumsi produk perikanan terbesar di dunia. Data Food and Agriculture Organization (FAO) 2006 menunjukkan, sekitar 87% pelaku usaha sektor perikanan berada di kawasan Asia. Sayang, kekayaan dan potensi sumber daya kelautan dan keanekaragaman hayati (biodiversity) yang ada belum dimanfaatkan secara maksimal.

Pembatasan BBM Bersubsidi

Oleh Paul Sutaryono
Selasa, 21 September 2010
 

Pemerintah berencana membatasi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi bagi mobil pribadi mulai Oktober 2010. Sesungguhnya, masalah apa saja yang bakal mencuat di permukaan apabila kebijakan itu diberlakukan? Dan, bagaimana mengatasinya?

Land Reform and Pengentasan Kemiskinan: Pelajaran dari China

Selasa, 21 September 2010 00:01 WIB   
Di tengah memanasnya konflik antara Indonesia dan Malaysia, sebenarnya ada permasalahan krusial yang perlu belum terpecahkan secara efektif dan agak terlupakan. Dalam rilis terakhir yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) disebutkan bahwa angka kemiskinan turun dengan lambat. Saat ini sekitar 31,02 juta atau sekitar 13,33% dari total penduduk Indonesia yang masih hidup di bawah garis kemiskinan. Padahal Indonesia bertekad untuk mengurangi penduduk yang hidup di bawah kemiskinan di menjadi sekitar 8% pada tahun 2015 mendatang sebagai salah satu target Millenium Development Goals (MDGs).

Robohnya Industri Kami

Selasa, 21 September 2010 00:01 WIB
Ada pertanyaan mendasar, apakah kondisi makro ekonomi sekarang ini merupakan produk dari sinergi kebijakan ekonomi nasional? Bagaimana dengan kondisi mikro, sektor riil, terutama sektor industri?

Arah Pendidikan Buta Aksara

Senin, 20 September 2010 00:01 WIB

Buta aksara adalah keadaan ketika orang tidak mampu membaca dan menulis. Padahal, keduanya merupakan jendela untuk melihat dunia. Artinya, jika orang bisa membaca, dia melihat dunia baru dan segala perkembangannya, termasuk ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) serta teknologi informasi (TI). Akibat banyaknya penderita buta aksara, majalah Time pada 2007 lalu, melabeli kita sebagai bangsa yang tidak punya pengaruh atau kurang diperhitungkan dalam kancah hubungan internasional. Indonesia, tulis Time, bahkan tertinggal jauh tidak saja dari negara-negara maju Asia seperti Jepang, Singapura, Malaysia, dan sebagainya, tapi juga tertinggal dari negara-negara pendatang baru seperti Vietnam, Laos, bahkan Kamboja. Julukan sebagai bangsa tertinggal dan tidak punya pengaruh memang menyakitkan!

TAJUK RENCANA

Selasa, 21 September 2010 | 03:19 WIB
Kemiskinan dan Korupsi

Upaya Indonesia menurunkan angka kemiskinan dalam 10 tahun terakhir tergolong kurang mengesankan. Jumlah orang miskin masih tetap tinggi.
Sekalipun ada sejumlah kemajuan dalam mengurangi kemiskinan ekstrem dan bahaya kelaparan, secara keseluruhan persoalan kemiskinan masih menjadi isu serius bagi bangsa Indonesia. Sempat muncul optimisme, program Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) tahun 1990-2015 menjadi momentum penting bagi Indonesia bersama sekitar 150 negara berkembang lainnya untuk mengurangi kemiskinan secara drastis.

Sosok Ideal Kapolri Baru

Selasa, 21 September 2010 | 03:29 WIB
Oleh Abdul Hakim G Nusantara

Tanggal 8 September 2010, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan kepada publik rencana pemerintah mengangkat Kapolri baru sehubungan akan berakhirnya jabatan Kapolri Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri.
Beberapa minggu sebelumnya di media massa berkembang wacana tentang instansi mana yang bertanggung jawab dan berhak melakukan seleksi dan menyampaikan para calon yang layak kepada Presiden, untuk kemudian akan dipilih oleh Presiden siapa di antara para calon yang layak dan pas untuk diajukan ke DPR guna memperoleh persetujuan DPR.

Bersama Kita Bisa?

Selasa, 21 September 2010 | 03:19 WIB
Oleh Saparinah Sadli
 
Menjelang Pertemuan Tingkat Tinggi PBB di New York, Amerika Serikat, 22-24 September 2010, media menurunkan aneka pandangan tentang Tujuan Pembangunan Milenium yang disetujui oleh hampir 200 negara.
Pandangan bervariasi dari optimisme dapat mencapai sasaran Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) (dalam kurun waktu yang masih tersisa lima tahun) sampai keprihatinan karena Indonesia gagal mengentaskan kelompok penduduk termiskin.

DPR Menuju Tirani Parlementer?

Selasa, 21 September 2010 | 03:15 WIB
Oleh Syamsuddin Haris

Ketika kontroversi pembangunan gedung baru dengan fasilitas spa dan kolam renang belum usai, DPR kembali dikecam publik karena masih melestarikan tradisi studi banding.

Anomali Harga Pangan

Selasa, 21 September 2010 | 03:14 WIB
Oleh Jusuf
 
Anomali iklim telah mengakibatkan penurunan produksi pangan dan membawa dunia pada bayang-bayang krisis pangan.
Saat ini produksi gandum dunia turun, terutama di Rusia dan Kazakstan, sehingga memicu kenaikan harga gandum dunia. Harga beras lokal di Thailand dan Vietnam juga bergerak naik. Hal ini berdampak pada melambungnya harga beras dalam negeri hingga hampir Rp 1.000 per kg pada Juli dan Agustus 2010.
Kepanikan dunia tentu diharapkan tidak berdampak terhadap harga pangan, terutama beras di Indonesia. Kenaikan bisa diredam dengan peningkatan produksi dalam negeri dan efisiensi usaha tani.

Risiko RAPBN 2011

Selasa, 14 September 2010 | 04:29 WIB
Anggito Abimanyu

Pada 16 Agustus lalu, di hadapan Sidang Paripurna DPR dan DPD, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan pengantar Nota Keuangan dan RAPBN 2011. RAPBN 2011 disusun berdasarkan tema yang ditetapkan dalam Rencana Kerja Pemerintah 2011, yakni ”Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Berkeadilan Didukung oleh Pemantapan Tata Kelola dan Sinergi Pusat Daerah”.
Tema tersebut dicerminkan dengan sasaran kuantitatif pembangunan, yakni pertumbuhan ekonomi 6,3 persen, inflasi 5,3 persen, tingkat pengangguran 7 persen, dan tingkat kemiskinan 11,5 persen. Sasaran ini secara umum jelas lebih baik daripada tahun sebelumnya (2010) dan tetap konsisten dengan sasaran jangka menengah RPJM 2010-2014 yang sudah dicanangkan.
Realistis, tetapi berisiko
Meskipun realistis, RAPBN 2011 disusun dengan risiko yang tidak kecil.
Pertama, risiko pelambatan pertumbuhan global. Ada indikasi awal krisis utang di Eropa mulai memberikan sentimen negatif di sektor riil. Stimulus fiskal membuat defisit anggaran di hampir semua negara di dunia mengakibatkan utang naik secara signifikan. Keadaan ini mengganggu proses pemulihan ekonomi global.
Kedua, risiko nilai tukar dan external shock. Di pasar uang dan pasar modal domestik, fenomena akhir-akhir ini seperti meningkatnya capital flow jangka pendek, kepemilikan surat utang dan saham oleh asing, jumlah utang jangka pendek khususnya swasta memberikan indikasi bahwa perekonomian Indonesia memiliki risiko external shock yang meningkat.
Ketiga, risiko sasaran inflasi tahunan dipicu oleh kenaikan harga beras. Fakta menunjukkan bahwa fluktuasi harga beras terjadi karena keterbatasan cadangan/stok beras yang dikuasai Bulog. Dengan jumlah cadangan selama ini 1 juta-2 juta ton beras, harga beras sangat mudah digoyang oleh spekulan. Idealnya, jumlah cadangan beras berada pada 3 juta-5 juta ton beras sehingga memungkinkan Bulog untuk melakukan operasi pasar yang memadai pada waktu terjadinya paceklik atau gagal panen. Jika tidak ada tambahan, tekanan pada inflasi akan berulang dan kemiskinan menjadi ancaman serius.
Keempat, kebijakan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dan harga eceran tertinggi (HET) pupuk. Kenaikan TDL dan HET pupuk adalah kebijakan yang tepat untuk menyehatkan APBN sekaligus merasionalkan tarif listrik dan harga pembelian pupuk. Meski demikian, karena penghematan dananya cukup signifikan dan tidak disediakan anggaran pengganti (cadangan risiko fiskal), apabila kebijakan tersebut ditolak atau direduksi oleh DPR (dan pengusaha), APBN 2011 memiliki risiko dan tekanan pembiayaan yang serius.
Kelima, eksekusi percepatan pencairan dana DIPA kementerian dan lembaga. Meskipun dalam tiga tahun terakhir rasio pencairan DIPA sudah mencapai di atas 90 persen, lebih dari 50 persen di antaranya terjadi pada akhir kuartal ketiga dan kuartal keempat. Komposisi belanja barang juga masih lebih tinggi dibandingkan belanja modal. Keterlambatan dan kepincangan komposisi tersebut memengaruhi dampaknya pada pertumbuhan ekonomi, kebijakan moneter dan inflasi, serta penyerapan lapangan kerja.
Pencegahan risiko
Meskipun risiko RAPBN 2011 cukup serius, berbagai upaya internal harus dilakukan oleh pemerintah bersama DPR untuk membuat APBN 2011 kredibel, berfungsi, dan dapat dipercaya.
Pertama, momentum pertumbuhan terus didorong dan stabilitas makro, khususnya inflasi, harus dijaga. Bank Indonesia perlu memperbaiki struktur dana- dana jangka pendek yang masuk dan menjaga fluktuasi nilai tukar dengan menghitung tingkat daya saing perekonomian regional. Target pertumbuhan 6,3 persen sudah realistis, maksimum dapat dioptimalkan lagi pada tingkat 6,4 persen, dengan ekspansi anggaran dan insentif investasi tambahan yang nyata. Cadangan stok beras harus ditambah melalui tambahan dana alokasi APBN untuk mengurangi spekulasi harga beras di pasar.
Kedua, pembahasan RAPBN 2011 harus diupayakan benar-benar dengan mengingat risiko ekonomi global tersebut serta kemampuan eksekusi dalam belanja negara. Fiscal space yang masih ada dari sisi perpajakan, cukai, dan penerbitan SBN dapat dioptimalkan. Rasio perpajakan pusat 12 persen terhadap PDB, plus 2 persen pajak daerah, memang sudah hampir setara dengan negara tetangga. Meski demikian, dengan pertumbuhan ekonomi nominal sebesar 11,6 persen, pertumbuhan penerimaan pajak sebesar 12,9 persen masih memungkinkan dioptimalkan, paling tidak dengan tambahan 0,1 persen dari PDB atau sekitar 7 triliun rupiah. Optimalisasi tersebut dapat berasal dari intensifikasi PPh orang pribadi dan PPh badan untuk sektor-sektor yang tergolong undertax. Penerimaan cukai juga masih dapat ditingkatkan dengan kenaikan tarif cukai sesuai dengan tujuannya untuk mengurangi konsumsi rokok.
Penerbitan SBN juga masih dapat ditambah terutama dari SBN (Surat Berharga Negara) dan SBSN (Surat Berharga Syariah Negara), khususnya di kelompok investor ritel dan domestik. Potensi demand SBN dari domestik, baik bank maupun bukan bank, serta ritel (ORI) masih terbuka. Seri penerbitan SBSN ritel (SUKRI) yang baru dua saja masih terbuka untuk ditambah. Maka, tambahan penerbitan SBN sebesar 0,1 persen dari PDB atau sekitar Rp 7 triliun masih realistis.
Ketiga, perlu disediakan anggaran risiko revisi kenaikan TDL dan HET supaya tidak terjadi krisis fiskal. Dengan adanya kenaikan fiscal space tersebut, dapat dialokasikan sebagian untuk dana risiko revisi kenaikan TDL dan HET. Namun, menurut saya, kenaikan TDL dan HET sebaiknya tetap dilakukan dengan besaran dan waktu yang mempertimbangkan momentum pertumbuhan ekonomi dan daya saing industri. Tingkat TDL yang berada di bawah biaya pokok penjualan (BPP) PLN membuat subsidi listrik terus terjadi dan terjadi inefisiensi ekonomi. Upaya untuk menambah energi primer (fuel mix) dari batu bara dan gas harus menjadi prioritas utama sehingga tekanan kenaikan TDL akan berkurang.
Keempat, eksekusi belanja APBN dan infrastruktur terus dipacu jika tidak menghendaki adanya ekonomi kepanasan (overheating). Upayakan tidak ada perubahan DIPA dalam APBN-P yang sering menghambat pencairan DIPA di tengah jalan dan memberikan kebijakan reward dan punishment bagi penyelesaian APBD di daerah. Penerbitan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 mengenai Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah diharapkan dapat mempercepat tender dua bulan sebelum dimulai tahun anggaran sehingga tidak ada lagi keterlambatan pencairan seperti sekarang.
Pada akhirnya, harus disadari bahwa APBN adalah jangkar dari perekonomian. APBN mengamankan stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi serta menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan. APBN 2011 harus dapat mengurangi risiko yang meleset dari rencana. Untuk itu, perlu langkah-langkah pencegahannya. Situasi perekonomian global yang volatil dan labil sekarang dan ke depan juga menambah risiko APBN kita.
Kredibilitas APBN 2011 terletak pada kemauan politik DPR dan pemerintah untuk merumuskannya bersama-sama. Jangan sampai APBN yang selama ini sudah mampu menjalankan fungsinya terganggu oleh keinginan sesaat, kemauan sendiri atau kelompok, dan populis belaka.
Anggito Abimanyu Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UGM, Yogyakarta
http://cetak.kompas.com/read/2010/09/14/04291125/risiko.rapbn.2011

Para Pencari Harapan

Selasa, 14 September 2010 | 04:31 WIB
Yanuar Rizky

Majalah Newsweek mengungkapkan hasil survei tentang 100 negara terbaik dunia. Indonesia berada di peringkat ke-73, di bawah negara tetangganya, yaitu Singapura (20), Malaysia (37), Thailand (58), dan Filipina (63).

Membangun Tradisi Politik yang Sehat

Selasa, 14 September 2010 | 04:29 WIB
Siswono Yudo Husodo

Tokoh senior Singapura, Lee Kwan Yew, adalah yang pertama menganjurkan agar masa jabatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diperpanjang, setidaknya menjadi tiga periode, agar terjadi kontinuitas atas konsep pembangunan yang diletakkannya.

Dicari Kapolri dan Jaksa Agung Penegak HAM!

Selasa, 14 September 2010 | 04:30 WIB
USMAN HAMID

Di tengah pemberitaan seputar arus mudik masyarakat ke kampung halamannya, tiba-tiba Presiden SBY menyampaikan pidato di hadapan para pemimpin media massa dan disiarkan langsung hampir di semua stasiun televisi.

Menyoal Aktivis Islam

Sabtu, 18 September 2010 pukul 15:54:00
Oleh: Nuim Hidayat (Mantan Aktivis Hizbut Tahrir)

"Mereka yang mendengarkan perkataan, lalu mengikuti yang terbaik. Mereka itulah yang Allah beri petunjuk dan mereka itulah Ulil Albab." (QS Az-Zumar 18).
Bila kita cermati, saat ini para aktivis mahasiswa Islam terkotak-kotak dan mayoritas cenderung fanatik terhadap organisasi atau gerakannya. Aktivis HTI (Hizbut Tahrir Indonesia), misalnya, bangga berlebihan terhadap kelompoknya dan 'hanya' menjadikan Taqiyuddin an Nabhani sebagai rujukan utama pembinaannya.

Quo Vadis Kerukunan

Senin, 20 September 2010 pukul 14:46:00
Nawari Ismail (Dosen FAI UMY)

Kembali dunia kerukunan umat beragama di Indonesia ternodai dengan peristiwa berdarah 12910 di Bekasi. Suatu peristiwa yang bersamaan dengan peristiwa pemboman WTC dan pembakaran Alquran  di Amerika Serikat. Walau belum diketahui pasti ada-tidaknya hubungan ketiganya, namun yang pasti polisi sudah menetapkan tersangka, keputusan sudah diambil,   dan korban tubuh sudah jatuh dan (akan) segera sembuh, namun korban psikologis (perasaan) dan sosiologis (emosi kelompok) masih akan terpendam terus, merasuk ke dalam relung hati dan pikiran terdalam  tiap kelompok. Semuanya akan melahirkan stigma, persepsi dan etno-religiosentrisme baru.

Solusi Konflik Ciketing

Senin, 20 September 2010 pukul 14:57:00
Jeje Zaenudin
Ketua Umum PP Pemuda Persis

Insiden kekerasan di Ciketing-Bekasi sudah berlalu, para pelaku tampaknya segera diproses di peng adilan, se dang kan kesehatan dua korban berangsur pulih. Namun, buntut insiden itu belum berakhir.