Senin, 20 September 2010

Keprihatinan Presiden soal Korupsi



Monday, 20 September 2010
Keprihatinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) soal korupsi yang telah dilansir International Monetary Fund (IMF) dalam laporannya tentang perekonomian Indonesia adalah juga keprihatinan seluruh anak bangsa di republik ini.
Keprihatinan ini telah berlangsung sejak 1999 ketika UU Pemberantasan Korupsi baru ditetapkan menggantikan UU Nomor 3 Tahun 1971. Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan salah satu solusi sementara untuk mengatasi keprihatinan bangsa ini terhadap pemberantasan korupsi. Sejak saat itu kita bersama menyatakan bahwa dua lembaga penegak hukum konvensional belum efisien dan efektif sehingga perlu didorong melalui pembentukan KPK.

Sejak KPK efektif menjalankan tugas dan wewenangnya pada Tahun 2003,perkara korupsi yang terkait penyelenggara negara meningkat dan selesai dijatuhi Pengadilan Tipikor. Bahkan ada sinisme di kalangan advokat bahwa Pengadilan Tipikor bukan tempat mencari keadilan melainkan tempat penghukuman semata- mata karena 100% perkara yang ditanganinya tidak pernah luput dari hukuman.

Sinisme itu tidak berdasar karena keberhasilan Pengadilan Tipikor tidak terlepas dari keberhasilan penyidik/penuntut umum KPK itu sendiri dengan keluarbiasaan wewenang yang dimilikinya. Alihalih bersifat sementara pembentukan KPK berdasarkan bagian menimbang UU Nomor 30 Tahun 2002, bahkan masyarakat mendesak keberadaan KPK menjadi lembaga penegak hukum permanen di samping kejaksaan dan kepolisian.

Desakan ini sudah melampaui harapan pembentuk UU Nomor 30 Tahun 2002 itu sendiri.Harapan ini muncul karena kedua lembaga penegak hukum tersebut belum menunjukkan kinerja yang sama efisien dan efektifnya dibandingkan dengan KPK. Lebih jauh lagi terbukti banyak kinerja penegakan hukum oleh kedua lembaga penegak hukum tersebut telah terkontaminasi oleh perilaku oknum penyidik/ penuntut umum yang kotor.

Namun dalam pandangan masyarakat, kata pepatah “nila setitik rusak susu sebelanga”sampai hari ini tetap berlaku. Yang mengherankan kita semua dan kita selalu bertanya-tanya, mengapa kinerja KPK sangat efisien dan efektif dibandingkan dengan Polri dan kejaksaan dalam pemberantasan korupsi.

Padahal di dalam tubuh KPK sendiri deputi penindakan dan penuntutan, dan penyidik/penuntut umum adalah berasal dari kedua institusi tersebut. Bahkan mereka merupakan ujung tombak yang penting dalam menentukan keberhasilan KPK selama tujuh tahun terakhir.

Kecemburuan

Harapan dan kepercayaan masyarakat yang sangat besar terhadap KPK merupakan sumber pemicu ketidakberdayaan kedua lembaga penegak hukum tersebut untuk “bergairah” meningkatkan kinerjanya bahkan menimbulkan “kecemburuan sosial”yang sangat besar dari kedua lembaga penegak hukum tersebut terhadap lembaga KPK.Kecemburuan ini wajar jika dilihat dari perbedaan mencolok anggaran KPK dibandingkan dengan Polri dan kejaksaan.

Makin mencolok jika melihat gaji pimpinan KPK dan biaya operasional penyidikan dan penuntutan KPK.Belum lagi dana hibah negara donor terhadap KPK lebih tinggi dibandingkan untuk kedua institusi tersebut. Contoh teknisnya adalah mengapa penggunaan anggaran negara bagi KPK digunakan sistem at cost atau anggaran yang harus habis digunakan, sedangkan bagi kedua institusi tersebut masih digantungkan pada sistem DIPA?

Perbedaan sistem penggunaan anggaran tersebut menimbulkan perbedaan fleksibilitas operasional dalam penanganan kasus korupsi antara kedua institusi tersebut dibandingkan dengan KPK. Penulis pernah menyarankan kepada Menteri Bappenas ketika itu,Paskah Suzetta, agar anggaran biaya operasional dan sistem pertanggungjawaban anggaran serta fasilitas fisik ketiga institusi tersebut tidak dibedakan sehingga dapat digunakan tolok keberhasilan yang objektif dalam evaluasi atas kinerja ketiga institusi tersebut.

Selain itu diperlukan perubahan tugas dan wewenang penyidik dan penuntut umum yang harus sama dengan tugas dan we-wenang KPK yang luar biasa. Namun satu hal penting yang terbukti dari pengamatan saya adalah, bahwa integritas, kemandirian, dan solidaritas dalam kejujuran di dalam KPK jauh lebih tinggi dibandingkandengankedua lembaga penegak hukum tersebut.Ketika ada pengawai/ penyidik KPK terlibat KKN maka segera yang bersangkutan diberhentikan dari jabatannya.

Cara seperti ini merupakan salah satu penguat integritas pimpinan dan pegawai KPK, berbeda jika terjadi di tubuh kedua institusi penegak hukum lainnya. Dalam hal ini diperlukan perubahan mendasar mengenai ketentuan tata cara pengangkatan dan pemberhentian untuk penyidik dan penuntut umum. Hal ini disebabkan, kinerja bermasalah yang dihadapi Polri dan kejaksaan telah dimulai sejak awal penerimaan pegawai yang jauh berbeda dengan tata cara seleksi yang digunakan KPK.

KPK menggunakan sistem outsourcing dalam seleksi pegawai dan penyidik KPK dan terbukti telah memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap kinerja KPK dibandingkan dengan hasil sistem seleksi pegawai yang selama ini diberlakukan oleh BAKN untuk kedua lembaga penegak hukum yang sering berujung KKN.

Rekrutmen

Untuk memperoleh generasi muda penyidik/penuntut umum dengan sistem seleksi yang digunakan KPK diperlukan perubahan ketentuan khusus penerimaan calon penyidik Polri dan penuntut umum yang berbeda dengan ketentuan penerimaan PNS yang selama ini diberlakukan. Jika pemerintahan ini hendak mencegah atau bebas dari KKN yang sudah jelas terbukti merugikan pertumbuhan ekonomi nasional, maka mulai tahun anggaran 2010,sistem seleksi baru (outsourcing) harus segera dilaksanakan sehingga pola ini dapat “memutus” satu generasi dan membentuk generasi yang bebas KKN di kalangan Polri dan kejaksaan tanpa harus menimbulkan “konflik internal” di kedua lembaga penegak hukum tersebut.

Proses peralihan di kedua lembaga penegak hukum ini harus dijalankan secara terencana, terarah, terukur dan tegas oleh pimpinan Polri dan kejaksaan yang baru akan dilantik Oktober yang akan datang, betapapun risiko yang harus dihadapi oleh pimpinan tersebut. Hanya pimpinan yang memiliki rekam jejak yang baik, bersih dan berintegritas, yang dapat melaksanakan tugas ini dengan sebaik-baiknya.

Proses “pembersihan internal “ oleh pimpinan baru ke dalam kedua lembaga penegak hukum harus dilaksanakan pada tahun anggaran 2010/2011 dengan batas waktu sampai dengan akhir 2011, sehingga calon penyidik/penuntut umum dengan sistem seleksi baru pada tahun 2011,akan dipimpin oleh pejabat eselon 1 dan 2 kedua lembaga penegak hukum yang relatif bersih dan memiliki integritas serta berwibawa dan menjadi panutan bawahannya.

Harus diakui bahwa budaya patron-client relationship masih kuat melekat di dalam birokrasi di Indonesia termasuk sistem birokrasi di kedua lembaga penegak hukum tersebut.Budaya ini harus secara sistemik dihapuskan karena rentan terhadap gangguan KKN dan intervensi politik atau kepentingan. Salah satu caranya adalah membebaskan penyidik/penuntut umum hasil outsourcing tersebut melaksanakan tugas dan wewenangnya tanpa intervensi atasan, kecuali hanya memberikan arahan/ petunjuk semata-mata.

Sehingga tanggung jawab ke dalam secara penuh berada pada pundak mereka dan tanggung jawab ke masyarakat dan presiden selaku kepala negara berada pada pundak pucuk pimpinan kedua lembaga penegak hukum tersebut. Sistem kemandirian fungsi penyidik dan penuntutan ini sudah tentu penuh dengan segala risiko yang akan terjadi termasuk dalam menghadapi kasus yang melibatkan keluarga petinggi hukum tersebut,presiden,wakil presiden,anggota badan legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Jika komitmen bersama tersebut diwujudkan dalam sikap amanah disertai perilaku oleh petinggi di negara ini, Insya Allah Indonesia memasuki bangsa bebas KKN dan dapat menggapai kesejahteraan yang dicita-citakannya. Hal yang tidak boleh diabaikan untuk memperkuat langkah di atas, adalah komitmen pemerintah dan DPR RI untuk meningkatkan besaran anggaran negara untuk kedua lembaga penegak hukum tersebut, termasuk hakim; tanpa kecuali dan penundaan lagi.

Bebas KKN bukan suatu wacana dan pencitraan, melainkan suatu komitmen,amanah,dan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam Mukadimah UUD 1945 dan Perubahannya. Bebas KKN dapat meningkatkan citra bangsa Indonesia yang sejati dan berwibawa di hadapan bangsa-bangsa lain. Kita harus buktikan kepada bangsa-bangsa lain termasuk negara anggota ASEAN bahwa kita bukan bangsa paria, bodoh, dan rakus serta pandai memelihara citra! Tetapi marilah juga kita mulai dari diri kita sendiri.(*)

Romli Atmasasmita
Guru Besar Ilmu Hukum
Universitas Padjdjaran
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/351916/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar