Selasa, 13 April 2010

Potret Gemilang Islam di Era Abbasiyah

Rabu, 07 April 2010, 22:35 WIB
LargerSmaller  Reset 
Potret Gemilang Islam di Era Abbasiyah
ilustrasi
Tak hanya terobosan dalam tata pemerintahan, pada masa Abbasiyah, tradisi keilmuan berkembang pula. Salah satu yang terlihat jelas adalah metode penulisan sejarah. Philip K Hitti dalam History of the Arabs menyatakan, pada masa Abbasiyah, metode penulisan sejarah telah matang untuk melahirkan karya sejarah formal.

Pada masa sebelumnya, penulisan sejarah dilakukan berdasarkan legenda dan anekdot pada masa pra-Islam. Pun, didasarkan pada tradisi keagamaan yang berkisar pada nama dan kehidupan Nabi. Namun, saat Dinasti Abbasiyah berkuasa, penulisan sejarah mengalami kemajuan. Penulisan dilekatkan pada legenda, tradisi, biografi, geneologi, dan narasi.

Sejarah juga diriwayatkan melalui penuturan para saksi atau orang yang sezaman dengan penulis. Ini dilakukan melalui sejumlah mata rantai para saksi sejarah. Metode ini dinilai telah menjamin keakuratan data bahkan hingga penanggalan kejadian, meliputi bulan dan hari kejadian.

Sejarawan formal pertama pada masa itu adalah Ibn Qutaybah yang bernama lengkap Muhammad ibn Muslim Al Dinawari. Ibn Qutaybah meninggal dunia di Baghdad pada 889 Masehi setelah menuntaskan penulisan bukunya, Kitab Al Maarif atau Buku Pengetahuan.

Sejarawan ternama lainnya yang sezaman dengannya adalah Abu Hanifah Ahmad ibn Dawud Al Dinawari. Ia tinggal di Isfahan. Karya utama Al Dinawari adalah Al Akhbar Al Thiwal (Cerita Panjang), yang merupakan sejarah dunia dari sudut pandang Persia. Di kemudian hari, muncul nama Abu Al Hasan Ali Al Mas’udi.

Di kalangan sejarawan Muslim, ia mendapat julukan Herodotus bangsa Arab. Sebab, Al Mas’udi dianggap sekelas dengan sejarawan Yunani, Herodotus yang hidup pada abad ke-5 Masehi. Al Mas’udi oleh para pemikir dianggap telah memprakarsai metode tematis dalam penulisan karya-karya sejarah.

Metode yang Al Mas’udi gunakan tidak seperti metode yang digunakan sejarawan ternama, Al Thabari, yang dalam menyusun karya sejarah berdasarkan tahun kejadian. Dalam menulis, ia mengelompokkan berbagai peristiwa sejarah berdasarkan dinasti, raja, serta masyarakatnya.

Metode tersebut kemudian diikuti oleh para ahli sejarah lain, seperti Ibn Khaldun. Al Mas’udi juga merupakan orang yang pertama kali menggunakan anekdot-anekdot sejarah. Ia berkelana mencari ilmu hingga ke Baghdad, Asia, dan Zanzibar. Pada dekade terakhir kehidupannya, Al Mas’udi berada di Suriah dan Mesir untuk menulis 30 jilid buku yang berjudul Muruj al Dzahab wa Ma’adin al Jawhar (Padang Emas dan Tambang Batu Mulia). Ini karya geografis bergaya ensiklopedia.

Pada bagian awal karyanya, Al Mas’udi mengatakan daerah-daerah yang tandus pada mulanya adalah lautan dan daerah yang sekarang lautan pada mulanya adalah daerah tandus. Menurut dia, hal tersebut terjadi karena kekuatan alam. Sedangkan dalam karyanya yang berjudul Al Tanbih wa Al Isyraf, Al Mas’udi mengungkapkan pemikirannya tentang filsafat sejarah dan alam. Ia juga mengutip sejumlah pendapat ahli filsafat pada masa itu.
Red: irf Link

Mengenal Warisan Islam di Kota Madrid

Jumat, 09 April 2010, 22:54 WIB
Semula, Madrid bernama Madjrit. Nama ini disematkan oleh umat Islam pada masa kekuasaan Dinasti Umayyah. Merujuk pada Oliver Asin, seorang sejarawan, Madjrit ini pada mulanya adalah sebuah kota kecil di perbatasan yang didirikan oleh Dinasti Umayyah pada abad ke-9.

Dalam bibliografi karya Ibnu Hayyan, disebutkan kebanyakan yang menjadi gubernur Kota Madrid pada masa pemerintahan Dinasti Umayyah adalah anggota keluarga Bani Salim dari Berber. Al-Himrayi mengatakan, pada saat itu Madrid juga memiliki sebuah benteng. Ia mengatakan, benteng ini dibangun oleh Amir Umayyah dari Cordoba bernama Muhammad I yang berkuasa antara tahun 852 hingga 886 Masehi.

Benteng itu sangat kuat dan tak mudah ditembus musuh. Saat itu, Madrid hanya sebuah kota kecil, namun memiliki kegiatan ekonomi yang cukup bagus. Misalnya, ada industri pembuatan sepatu bersol gabus, yang semula dikembangkan oleh orang-orang Romawi. Juga industri kayu ek.

Di bawah pemerintahan Islam, teknik pembuatan sepatu bersol gabus diintensifkan dan didiversifikasi sehingga sepatu bersol gabus menjadi hal umum di Spanyol. Bahkan pada masa itu, sepatu bersol gabus merupakan komoditas pokok ekspor.

Warisan lain umat Islam di Kota Madrid adalah penggunaan qanat, yaitu terowongan bawah tanah yang digunakan untuk tujuan irigasi. Di sana, juga dibangun sistem penyedia an air untuk seluruh wilayah kota tersebut.

Meski pernah menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan, tak banyak lagi karya-karya ilmu pengetahuan karena banyak yang hancur akibat peperangan. Saat Philip II pada abad ke-16 mendirikan perpustakaan Escorial, ia tak banyak menemukan buku berbahasa Arab. Di Escorial, yang kemudian menjadi perpustakaan terbesar di Spanyol pada abad ke-17, hanya 4.000 judul buku Islam yang masih selamat dari penghancuran buku terburuk dalam sejarah Spanyol.
Red: irf
Rep: dyah ratna meta novi Link