Sabtu, 12 September 2009

Ahmed El-Kewaisny, Duta Besar Mesir untuk Indonesia Terus Kembangkan Hubungan Pendidikan Indonesia-Mesir

Minggu, 13 September 2009 pukul 01:59:00

Ahmed El-Kewaisny, Duta Besar Mesir untuk Indonesia Terus Kembangkan Hubungan Pendidikan Indonesia-Mesir


Rubrik Wawancara


Hubungan bangsa Indonesia dan Mesir di bidang pendidikan sudah terjalin selama ratusan tahun. Sejak abad ke-17 M, beberapa pelajar dari Jawa sudah menginjakkan kaki di Negeri Seribu Menara itu untuk menuntut disiplin ilmu keislaman di Universitas Al-Azhar. Mereka tinggal di Ruwaq Jawi (Asrama Jawa) dan diasuh secara intensif oleh guru-guru Al-Azhar.

Hingga saat ini, hubungan baik kedua bangsa tetap berjalan. Bahkan, berkembang ke arah yang lebih positif. Setiap tahun, pihak Pemerintah Mesir mengirimkan sejumlah delegasi Universitas Al-Azhar ke Indonesia untuk mengajarkan berbagai disiplin ilmu keislaman dan bahasa Arab.

Di samping itu, Pemerintah Mesir setiap tahunnya menyediakan 125 beasiswa bagi pelajar yang berprestasi untuk melanjutkan kuliah di universitas tertua di dunia itu. Ahmed El-Kewaisny , duta besar Mesir untuk Indonesia, menjelaskannya kepada Ali Rido, Fernan Rahadi , dan fotografer Edwin Putranto dari Republika perihal latar belakang, tujuan, dan proyeksi ke depan hubungan pendidikan tersebut. Dalam kesempatan ini, Republika juga berbincang dengan Kepala Delegasi Universitas Al-Azhar, Dr Abdullah Abdur Rauf. Berikut petikannya.

Bagaimana sejarah hubungan antara Indonesia dan Mesir dalam bidang pendidikan?
Secara formal, sejarah kerja sama pendidikan antara Mesir dan Indonesia dimulai sejak tahun 1955. Pada tahun itu, disepakati bahwa pihak Pemerintah Mesir memberikan beasiswa kepada pelajar dari Indonesia yang belajar di Universitas Al-Azhar.

Para pelajar Indonesia belajar bahasa Arab dan menimba ilmu-ilmu agama Islam. Dari tahun ke tahun, kerja sama ini terus diperbarui hingga akhirnya disepakati pula pihak Pemerintah Mesir untuk mengirimkan tenaga pengajar dari Universitas Al-Azhar ke Indonesia. Sekarang ini, terdapat 47 tenaga pengajar dari Universitas Al-Azhar di seluruh Indonesia. Mereka mengajar disiplin ilmu keislaman dan bahasa Arab di sekolah-sekolah Islam yang tersebar di berbagai daerah, mulai dari Aceh, Jawa, hingga Kalimantan.

Sejarah hubungan pendidikan sebelum lahirnya kedua negara seperti apa?
Sejak abad ke-17 M, sudah ada pelajar Indonesia yang datang ke Universitas Al-Azhar untuk belajar ilmu agama Islam. Ada ruwaq (asrama--Red) khusus untuk mahasiswa dari Jawa. Jadi, usia hubungan kedua bangsa ini sudah sangat tua. Kami bukan Salafi, kami juga bukan Syiah, kami Ahlus Sunnah wal Jamaah. Para pelajar Indonesia mempelajari empat mazhab fikih Ahlus Sunnah wal Jamaah, yakni Hanafi, Syafii, Maliki, dan Hambali.

Kita tidak fanatik terhadap satu mazhab tertentu. Kita mengakui kesahihan empat mazhab tersebut dan juga mempraktikkannya. Kita sudah tidak mempermasalahkan persoalan-persoalan furu'iyah (aspek-aspek simbolis--Red). Memang, terdapat perbedaan dalam gerakan-gerakan shalat, qunut, dan lain-lain. Namun, harus dipahami bahwa perbedaan itu rahmat.

Apa tujuan pengiriman delegasi Al-Azhar ke Indonesia?
Pertama , mengajarkan agama Islam yang benar. Kedua , menekankan bahwa Islam adalah agama yang moderat, tidak mengajarkan sikap-sikap ekstrem, baik itu ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Dan, umat Islam adalah juga umat yang moderat. Dalam Alquran surah Albaqarah ayat 143, Allah berfirman, ''Dan, demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia.''

Apa yang Anda maksud dengan mengajarkan Islam yang benar?
Islam ibarat payung yang besar. Agama ini membuka dialog dan pertukaran ide-ide untuk mencari aspek-aspek hukum yang kokoh untuk dilaksanakan bersama. Islam membuka luas pintu ijtihad. Ketika muncul masalah-masalah kontemporer, misalnya kloning dan pencangkokan tubuh, ini mendorong kita untuk merujuk pada Alquran, hadis, dan sumber-sumber syariat untuk menetapkan hukumnya.

Para ulama berijtihad, kalau benar mendapatkan satu pahala dan kalau salah mendapatkan dua pahala. Dengan demikian, Islam adalah agama yang sesuai dengan akal. Alquran berkali-kali berseru agar kita berpikir. Setiap hari, ada fenomena baru dan kita dituntut untuk meresponsnya. Dalam Islam, berkembang pemikiran politik, ekonomi, dan lain-lain. Ada juga aliran-aliran keagamaan, seperti muktazilah. Inilah kelebihan dan dinamika Islam.

Masyarakat Mesir dan Indonesia punya latar belakang budaya yang berbeda. Adakah kesulitan yang dihadapi delegasi Al-Azhar dalam mengajar?
Kesulitan tentu ada, tetapi itu sangat teknis. Pada kenyataannya, para delegasi Al-Azhar itu mampu mengatasi problem perbedaan budaya. Ingat bahwa kerja sama ini sudah berlangsung sejak tahun 1955. Itu waktu yang sudah cukup lama. Sehingga, di kalangan para utusan Al-Azhar sendiri sudah memahami adanya perbedaan budaya.

Mereka paham bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat plural. Juga kaya akan budaya. Ada budaya yang berakar pada agama Hindu, Buddha, dan Kristen. Mereka juga paham bahwa dalam masyarakat ada kepercayaan-kepercayaan lokal, tradisi, kebiasaan, tata aturan sosial, etika, pantangan dan larangan, serta lain sebagainya.

Ini menuntut setiap utusan Al-Azhar untuk memahami dengan baik pandangan dan cara hidup masyarakat setempat. Yaitu, memahami keyakinan-keyakinan lokal, misalnya bagaimana mereka mengadakan upacara-upacara. Dengan cara memahami hal-hal tersebut, mereka menjadi benar-benar dekat dengan para murid, guru-guru, pimpinan sekolah, dan masyarakat.

Tugas para utusan Al-Azhar adalah mengajarkan ilmu-ilmu keislaman dengan cara yang bijaksana. Mereka diharuskan bersentuhan langsung dengan budaya masyarakat setempat. Dan, mereka mampu mengadaptasikan diri secara alami, menghormati budaya itu, dan tidak menentangnya.

Bahkan, para delegasi Al-Azhar belajar bahasa Indonesia untuk mempermudah penyampaian pengetahuan Islam dan bahasa Arab. Ini memang menjadi salah satu tugas mereka untuk berijtihad dan hidup dengan masyarakat Indonesia.

Apakah Anda percaya bahwa masyarakat Muslim Indonesia akan menerima model keislaman yang terbuka?
Ya, saya sangat percaya. Setiap Muslim pada dasarnya punya sikap terbuka. Memang, akhir-akhir ini sering terjadi aksi-aksi kekerasan di sini (Indonesia--Red) karena ada pihak-pihak yang memahami Islam secara salah. Ada turis dari Australia, mereka membelanjakan uangnya yang mendukung perekonomian rakyat, mereka harus dihormati. Mereka tidak datang dengan senjata, pesawat tempur, atau bom. Kalau kemudian mereka disakiti bahkan dibunuh, tentu ini bertentangan dengan ajaran Islam.

Alquran mengajarkan barang siapa membunuh satu orang yang tidak bersalah, ia seperti membunuh seluruh umat manusia. Yang membunuh orang lain yang tidak bersalah, ia bukanlah seorang Muslim.Para utusan dari Universitas Al-Azhar hendak meluruskan pemahaman-pemahaman yang salah tentang Islam. Mengajarkan para pelajar bahwa aksi terorisme bukan dari ajaran Islam. Tidak ada pembunuhan dalam Islam. Islam tidak mengenal ekstremisme. Islam agama yang moderat.

Kerja sama ini akan memberi manfaat bagi masyarakat Muslim Indonesia. Apa manfaat bagi masyarakat Muslim Mesir?
Bagi masyarakat Mesir, mengajarkan Islam kepada saudara sesama Muslim adalah amanah. Karena, Allah SWT menurunkan Alquran dengan bahasa Arab dan kami adalah bangsa Arab. Di samping itu, negara kami punya universitas tertua di dunia. Saya ceritakan sedikit tentang sejarah adanya gelar akademis bachelor .

Dahulu, pembelajaran di Al-Azhar dilakukan di Masjid Al-Azhar. Para pelajar duduk mengelilingi ustaz. Perkembangan keilmuan seorang pelajar diawasi cukup ketat oleh para ustaz itu. Ketika seseorang telah mencapai gelar akademis tertentu, berarti dia dipercaya telah banyak membaca di bidang yang dia geluti.

Kemudian, diuji pengetahuannya, diberi ijazah, yang menandakan bahwa yang bersangkutan benar-benar banyak membaca yang ketika itu diistilahkan bihaqqil qiraah (membaca dengan kesungguhan--Red). Universitas di Andalusia menggunakan istilah bihaqqil qiraah ini untuk menganugerahi pelajar yang layak mendapatkan gelar akademis tertentu. Istilah bihaqqil qiraah ini kemudian diadopsi oleh universitas-universitas di Barat menjadi bachelor .

Apakah para delegasi Al-Azhar juga akan mendukung ide-ide pembaruan pemikiran Islam di Indonesia?
Tidak ada istilah pembaruan pemikiran Islam. Semua nilai yang diakui datang dari Barat dalam konteks globalisasi, seperti hak asasi manusia, good governance , demokrasi, atau akuntabilitas, sesungguhnya bagian dari ajaran Islam. Tidak boleh melakukan kekerasan, musyawarah, kesetaraan, dan keadilan adalah prinsip-prinsip yang sudah ditekankan oleh Islam sebelum Barat mencapai kemajuan. Islam yang meletakkan nilai-nilai itu semua.

Kalau ada keledai terpeleset di negeri Islam karena fasilitas jalan tidak memadai, seorang khalifah bertanggung jawab atas kecelakaan itu. Ini prinsip keadilan yang pernah ditegaskan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Pemimpin juga harus menyediakan sarana pendidikan, kesehatan, dan mencegah kerusakan alam.

Masyarakat Timur Tengah punya model pemikirannya sendiri. Mereka mengaktualisasikan Islam sesuai dengan kondisi sosial dan lingkungannya. Tidak mungkin kita mengadopsi gagasan-gagasan dari Barat. Karena, mereka punya corak pikiran yang khas yang sesuai dengan kondisi dan budayanya. Di Indonesia, ulama Indonesia lebih tahu tentang pendewasaan kehidupan keagamaan di negeri ini.

Dr Abdullah Abdur Ra'uf
Kepala Delegasi Universitas Al-Azhar

Mendorong Penguasaan Bahasa Arab

Apa yang Anda harapkan dari program pengiriman delegasi Al-Azhar ke Indonesia?
Semoga para siswa Muslim Indonesia menguasai bahasa Arab dengan baik. Islam turun di negeri Arab dan menyebar ke Iran, India, Eropa Timur, Andalusia, dan ke seluruh dunia. Setiap umat Muslim yang menguasai bahasa Arab dengan baik, terbukti mampu menguasai pengetahuan Islam secara luas.

Imam Bukhari adalah orang Uzbekistan, Abu Aswad ad-Duwali orang Persia, tetapi karena mereka menguasai bahasa Arab, mereka menjadi ulama yang luar biasa. Memang, banyak orang Arab yang menjadi ulama besar, tetapi ulama yang bukan Arab tidak kalah banyak.

Sampai kapan kerja sama ini akan berlangsung?
Sampai kapan saja sesuai dengan izin Allah. Yang jelas, wajib bagi Pemerintah Mesir dan Universitas Al-Azhar untuk menyampaikan ilmu-ilmu keislaman kepada saudaranya sesama Muslim.

Bagaimana metode pengajaran yang akan diterapkan sehingga transformasi pengetahuan Islam berjalan baik?
Yang paling utama adalah mendorong penguasaan bahasa Arab. Ketika seorang pelajar sudah menguasai bahasa Arab, ia akan dapat memahami Alquran, hadis, dan disiplin ilmu yang ditulis dalam bahasa Arab.

Kalau orang hanya belajar dari mendengar, ada kemungkinan pemahamannya dangkal. Namun, dengan kemampuan bahasa Arab, dengan sendirinya ia dapat membaca sumber-sumber Islam secara langsung, tanpa melalui orang lain.

Islam seperti apa yang diajarkan para delegasi Al-Azhar kepada umat Muslim Indonesia?
Kita di sini untuk mengajarkan ilmu-ilmu syariyah dengan prinsip bahwa Islam itu adalah agama yang mudah dan toleran, tidak mengenal fanatisme. Ketika Nabi Muhammad SAW dihadapkan pada dua persoalan agama yang sulit, beliau memilih mana yang lebih mudah selama itu tidak menimbulkan dosa.

Sangatlah penting menekankan bahwasanya Islam memberikan kemudahan bagi umat Muslim. Tujuan agama ini mewujudkan kemaslahatan manusia dan terciptanya masyarakat moderat dalam kehidupan beragama, berakhlak mulia, serta adil bagi dirinya dan lingkungan sosialnya.

Pengajaran ibadah dan muamalah perlu diseimbangkan. Ibadah akan memperkuat ikatan hamba dengan Tuhannya, menenangkan hati. Sedangkan, muamalah memperkokoh pertalian hubungan antarsesama manusia yang didasarkan pada semangat kesamaan dan keadilan. Islam juga tidak menentang kebebasan berpikir.

Namun, di sini, Anda akan mendapati praktik-praktik tradisi lokal yang dikemas dalam kegiatan keagamaan Islam, pendapat Anda?
Upacara apabila tidak bertentangan dengan syariat Islam tidak masalah, tidak bid'ah. Umat Islam di Jazirah Arab merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Melakukan upacara jika dimaksudkan untuk meningkatkan keyakinan agama, mempererat ikatan sosial, menanamkan kesatuan dan persatuan umat, atau menebar kasih sayang, diperbolehkan dalam Islam. Karena, Islam pada dasarnya mengajarkan hal-hal tersebut. Allah berfirman dalam surah Alhujurat ayat 13, ''Dan, Kami menjadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kamu saling mengenal.''

Saling mengenal artinya bersedia hidup bersama, bersatu, dan saling memahami dengan cara-cara yang baik. Kalau ada upacara diadakan oleh penganut agama lain, kemudian kita menghormati upacara itu, bukan berarti kita menjadi bagian dari komunitas non-Muslim itu, tetapi kita membina hubungan dengan mereka berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan.

Suatu ketika, Nabi Muhammad SAW berdiri menghormati mayat orang Yahudi yang sedang diusung dan lewat di depan beliau. Ada sahabat yang berkata, "Wahai Nabi, yang meninggal adalah orang Yahudi." Maka, Nabi SAW bersabda, "Bukankah ia manusia."

http://www.republika.co.id/koran/153/76094/Ahmed_El_Kewaisny_Duta_Besar_Mesir_untuk_Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar