Sabtu, 12 September 2009

Ketegasan Abu Bakar dalam Menetapkan Hukum

Minggu, 13 September 2009 pukul 01:15:00

Ketegasan Abu Bakar dalam Menetapkan Hukum


Gelar as-Shiddiq yang berarti 'yang membenarkan' disematkan kepada Abu Bakar. Karena, kelapangan hati menuntunnya untuk mengimani berita yang dibawa oleh Rasulullah SAW, termasuk peristiwa Isra' Mi'raj yang mengundang kontroversi di kalangan masyarakat Arab Quraisy.

Perjuangan dan pengabdian Abu Bakar bagi perkembangan Islam teramat banyak untuk disebutkan. Dalam beberapa kesempatan, ia juga dipilih oleh Rasulullah untuk mewakili beliau. Misalnya, satu tahun setelah Fathu Makkah, Nabi SAW meminta Abu Bakar memimpin umat Islam berhaji. Rasulullah juga pernah memintanya menjadi imam shalat di Masjid Madinah ketika Rasulullah berhalangan.

Setelah Rasulullah wafat pada 623, Abu Bakar terpilih sebagai khalifah pertama menggantikan peran Rasulullah dalam memimpin negara dan umat Islam. Waktu itu, daerah kekuasaan Islam hampir mencakup seluruh Semenanjung Arabia yang dihuni berbagai suku Arab.

Pengangkatan Abu Bakar sebagai khalifah berlangsung melalui dua kali baiah. Pertama, di Saqifah Bani Sa'idah yang disebut dengan baiah khashshah , dan kedua di Masjid Nabawi di Madinah yang dikenal dengan baiah 'ammah . Dalam pidato kenegaraan yang disampaikan pada baiah 'ammah , ia mengatakan, ''Taatilah saya, selama saya taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan bila saya durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya, jangan patuhi saya.''

Pidota Abu Bakar itu punya konsekuensi logis bahwa jika ada orang atau kelompok tidak taat pada Allah dan Rasul-Nya, sang khalifah akan menindaknya dengan tegas. Pernyataannya itu terbukti ketika di awal pemerintahannya terjadi sejumlah kekacauan dan pemberontakan. Muncul orang-orang murtad, orang yang mengaku sebagai nabi, dan para pembangkang dalam membayar zakat.

Terhadap semua bentuk pembangkangan itu, Abu Bakar bertindak tegas, memutuskan untuk menumpasnya. Ia membentuk sebelas pasukan yang masing-masing dipimpin oleh panglima perang yang tangguh, seperti Khalid bin Walid, Amr bin Ash, Ikrimah bin Abu Jahal, dan Syurahbil bin Hasanah.

Dalam buku Ensiklopedi Islam disebutkan, ijtihad politik Abu Bakar tersebut membawa dampak positif bagi umat Islam. Di satu sisi, keberhasilan pasukan Islam menumpas semua jenis pembangkangan menumbuhkan kesadaran musuh-musuh Islam bahwa kekuatan militer umat Islam telah mapan. Bahkan, banyak suku Arab yang dengan sukarela mengintegrasikan diri dengan Islam. Dan di sisi yang lain, secara internal, menguatkan jalinan ukhuwah para sahabat setelah perselisihan akibat perbedaan pandangan politik dalam penentuan khalifah pertama.

Setelah mampu menyelesaikan masalah internal umat, Abu Bakar memandang perlu membentengi teritori Islam dari ancaman dua negara adikuasa, Persia dan Bezantium. Abu Bakar berinisiatif menaklukkan Irak dan Suriah. Penaklukan Irak di bawah pimpinan Khalid bin Walid. Dan penaklukan Suriah di bawah pimpinan tiga panglima, yaitu Amr bin Ash, Yazid bin Abu Sufyan, dan Syurahbil bin Hasanah.

Di samping melakukan ijtihad politik secara masif, Abu Bakar memberikan perhatian yang besar pada urusan sosial keagamaan. Prinsip-prinsip keadilan dan pemerataan beliau pratikkan dengan meneladani kearifan Rasulullah SAW. Ia mendirikan lembaga bait al-mal atau lembaga keuangan yang dipimpin oleh Abu Ubaidah. Juga, mendirikan lembaga peradilan yang dipimpin oleh Umar bin Khattab.

Hasil ijtihad Abu Bakar yang hingga kini masih dirasakan umat Islam sedunia adalah pengumpulan ayat-ayat Alquran yang sebelumnya bertebaran di berbagai tempat. Upaya pengumpulan ini dilakukan setelah sang khalifah setuju dengan usulan Umar bin Khattab setelah melihat banyaknya sahabat penghafal Alquran yang gugur di medan perang. rid/berbagai sumber


Ijtihad Umar Al-Faruq


Umar Ibn Khaththab Radliyallahu Anhu, dikenal sebagai seorang pemimpin Islam yang tegas, keras, tak pandang bulu, dan teguh dalam prinsip. Bahkan, dalam persoalan hukum, Umar tak pernah bermain-main dengan Alquran maupun Sunnah Rasulullah SAW. Karena itu pula, ia pun dijuluki dengan gelar Al-Faruq , sang pembeda (antara yang hak dan batil).

Tak sedikit riwayat yang mengungkapkan ketegasan sikap Umar dalam menetapkan hukum. Bahkan, ia juga pernah memberikan masukan kepada Rasulullah terkait suatu permasalahan, yang menurutnya, ada hal yang perlu ditegaskan.

Misalnya, dalam masalah tawanan perang, sebagaimana ditulis oleh Husein Haykal dalam Hayatu Muhammad, Rasulullah awalnya berencana untuk menangguhkan hukuman pada tawanan perang Badr. Abu Bakar berkata, ''Mereka (tawanan perang) itu masih masyarakat kita, keluarga kita, tangguhkanlah dulu kalau-kalau Allah akan mengampuni mereka. Terimalah tebusan itu untuk memperkuat kita dalam menghadapi orang-orang kafir.''

Namun, Umar berkata: ''Mereka sudah membohongi kita dan mengusir kita. Bawalah mereka dan penggal leher mereka. Mereka itu biang keladi kaum kafir.''Rasul kemudian menangguhkan hukuman pada tawanan perang tersebut, dan menerima tebusan dari mereka. Maka turunlah ayat yang menyatakan, tidak pantas seorang Nabi mempunyai tawanan perang (QS Al-Anfal [8]: 67-69).

Setelah ayat tersebut turun, Rasul SAW berkata: ''Kalau azab menimpa kita, maka yang akan selamat hanya Umar.''Dalam kasus lain, Umar pernah menghentikan pemberian zakat pada golongan mualaf. Padahal, di masa Rasul SAW dan Abu Bakar, yang baru masuk Islam senantiasa mendapatkan zakat, sebagaimana petunjuk Alquran bahwa yang berhak menerima zakat ada delapan, yakni fakir, miskin, amil, gharimin (orang yang berhutang), mualaf, ibnu sabil, orang yang berjuang di jalan Allah, dan budak. (At-Taubah [9]: 60).

Namun, setelah golongan mualaf itu keislamannya sudah kuat, maka Umar menghentikan memberikan zakat pada mereka. Salah seorang mualaf, yakni Uyainah bin Hisn, datang meminta zakat, dan Umar berkata: ''Allah sudah memperkuat Islam dan tidak memerlukan kalian. Kalian tetap dalam Islam atau hanya pedang yang ada (untuk kalian untuk dipenggal)?''

Begitu juga dalam masalah talak tiga dengan sekali ucapan, Umar pernah mengeluarkan fatwa yang berbeda dengan keterangan nas Alquran. ''Bercerai itu dibolehkan hanya dua kali; maka tahanlah dia dengan cara yang pantas, atau lepaskan dengan cara yang baik.'' (QS Albaqarah [2]: 229). ''Bila (pihak suami) menceraikannya, maka sesudah itu tak boleh lagi ia mengawininya lagi sebelum ia menikah dengan suami lain.'' (QS [2]: 230). Namun, Umar menyetujui bahwa talak tiga yang diucapkan dengan sekali ucapan, akan jatuh talak tiga dan seseorang itu sudah tidak diperkenankan lagi menikahi istrinya tersebut.

Umar berkata, ''Orang tergesa-gesa dalam soal yang seharusnya berhati-hati. Seharusnya ini kita berlakukan kepada mereka.'' Karena itulah, Umar akhirnya memberlakukan hal itu pada seorang suami yang mengatakan talak tiga dengan sekali ucapan sebagai talak tiga. Sebab, menurut Umar, orang yang bermain-main dan meremehkan masalah pernikahan, maka si pelakunya harus menanggung beban atas apa yang diperbuatnya.

Dalam kasus pencurian yang seharusnya dilakukan hukum potong tangan, Umar pernah menolak melaksanakannya dengan alasan bahwa pencurian itu dilakukan dalam keadaan terpaksa (darurat).

Contohnya ketika seorang pembantu sedang mengambil sepotong makanan milik majikannya. Sang majikan lalu mengadukan permasalahan tersebut kepada Umar. Saat ditanya pada si pelakunya perihal perbuatannya mencuri barang milik majikannya, pencuri itu berkata bahwa ia terpaksa melakukan perbuatan tersebut karena sudah beberapa hari keluarganya tidak makan. Dan ia terpaksa melakukan itu, karena majikannya belum membayar upahnya sebagai pembantu.

Mendapati keterangan seperti itu, bukannya hukuman potong tangan yang diberikan Umar pada si pelaku, tetapi ia memerintahkan si majikan untuk menyantuni pembantunya yang telah mencuri tersebut.

Masih banyak sikap Umar yang sangat tegas dan terkadang--menurut sebagian orang--dianggap 'nyeleneh' dalam menetapkan hukum karena bertentangan dengan nas Alquran secara harfiah. Begitulah cara-cara sahabat Rasulullah SAW dalam menetapkan hukuman dan memberlakukannya sesuai dengan bukti-bukti yang diberikan. sya/berbagai sumber


Hakim-Hakim di Masa Awal Perkembangan Islam

Pada masa awal perkembangan Islam, sejarah mencatat sejumlah nama dari kalangan sahabat yang pernah menduduki jabatan sebagai hakim. Para sahabat ini dikenal tegas dalam menjalankan tugas mereka sebagai seorang penegak hukum. Beberapa di antara mereka adalah:

* Ali bin Abi Thalib
Nama lengkapnya adalah Ali bin Abi Thalib ibn Abdul Muthalib ibn Hasyim Al-Qurasyi Al-Hasyimi, biasa dipanggil Abu Hasan. Rasulullah memanggilnya Abu Turab. Ia lahir di Makkah 32 tahun setelah kelahiran Rasulullah atau 10 tahun sebelum pengangkatan Beliau sebagai rasul.

Ali merupakan khalifah keempat dari Khulafa ar-Rasyidin. Di masa awal perkembangan Islam, Nabi SAW pernah mengangkat Ali bin Abi Thalib untuk mengurusi masalah peradilan di Yaman.

* Muadz bin Jabal
Nama lengkapnya Muadz bin Jabal bin Amr bin Aus Al-Anshari Al-Khazraji, biasa dipanggil Abu Abdurrahman. Ia dilahirkan 20 tahun sebelum hijrah. Muadz merupakan salah satu sahabat yang ikut dalam Baiat Aqabah kedua. Ia adalah salah satu di antara enam sahabat yang hafal Alquran pada masa Nabi. Ia ikut dalam Perang Badar dan peperangan-peperangan lainnya.

Ia adalah sosok sahabat yang terkenal cerdas dan manis tutur katanya. Ia juga merupakan sosok sahabat yang berwibawa, dermawan, baik budi pekertinya, dan tampan. Nabi SAW pernah mengutusnya ke Yaman sebagai hakim dan guru bagi penduduk setempat. Beliau mengatakan dalam sepucuk surat yang dibawa Muadz, ''Aku utus kepada kalian orang terbaik dari keluargaku.''

Sebelum Muadz berangkat ke Yaman, Rasulullah SAW bertanya, ''Dengan dasar apa kamu memutuskan perkara, wahai Muadz?'' Muadz menjawab, ''Dengan Kitab Allah (Alquran).'' Rasulullah menanyakan lagi, ''Jika kamu tidak jumpai dalam Kitab Allah?'' Muadz menjawab, ''Aku putuskan berdasarkan sunnah Rasulullah.'' Beliau berkata, ''Jika tidak kamu jumpai dalam sunnah Rasulullah?'' Muadz menjawab, ''Aku akan berijtihad dengan mengoptimalkan akal pikiranku.'' Rasulullah membenarkan ucapan Muadz dan berkata, ''Segala puji hanya bagi Allah yang telah memberikan petunjuk-Nya kepada utusan Rasul-Nya.''

Tentang Muadz bin Jabal, Rasulullah SAW mengatakan, ''Orang yang paling mengerti perkara halal haram di antara umatku adalah Muadz bin Jabal.'' Umar bin Khattab mengatakan, ''Kalau tidak ada Muadz, celakalah Umar.'' Umar memang sering mengajak Muadz bermusyawarah dan memintai pendapatnya.

* Abu Darda'
Nama lengkapnya Uwaimir bin Malik bin Qais bin Umayyah Al-Anshari Al-Khazraji. Namun, biasa dipanggil Abu Darda'. Ia adalah sosok yang terkenal sebagai ahli hikmah, penunggang kuda, dan termasuk seorang ulama. Tentang Abu Darda', Rasulullah SAW mengatakan, ''Uwaimir adalah ahli hikmah (ahli bijak) umatku.'' Tentangnya, Beliau juga pernah mengatakan, ''Sebaik-baik laki-laki penunggang kuda adalah Uwaimir.''

Setelah masuk Islam, ia meninggalkan profesinya sebagai pedagang, kemudian memfokuskan diri untuk beribadah, berpuasa di siang hari, dan shalat tahajud di malam hari. Ia juga merupakan salah satu di antara sahabat yang hafal Alquran pada masa Nabi. Umar bin Khattab pernah menugaskan Abu Darda' sebagai hakim wilayah Damaskus. Ia adalah orang pertama yang menjadi hakim di wilayah ini.

Di kalangan para sahabat, Abu Darda' dikenal sebagai ahli zuhud. Ketika ia menjabat sebagai hakim di pengadilan Syam pada masa pemerintahan Usman bin Affan, ia sama sekali tidak terpesona dengan keterpesonaan penduduk Syam terhadap kekayaan duniawi.

Ia pernah berpidato di hadapan penduduk Syam dan berkata, ''Hai penduduk Syam, kalian semua adalah saudaraku seagama, tetanggaku di tempat tinggal, dan penolongku untuk melawan musuh. Akan tetapi, aku tidak melihat kalian punya rasa malu, kalian menumpuk harta yang tidak kalian makan, mendirikan gedung yang tidak kalian huni, dan mengharapkan apa yang tidak kalian inginkan. Beberapa abad yang silam, ada satu kaum yang menumpuk harta kekayaan, berangan-angan setinggi langit, dan mendirikan gedung-gedung yang kokoh. Harta kekayaan yang mereka tumpuk sama sekali tidak berguna, angan-angan mereka hanya sebuah tipu belaka, dan rumah-rumah yang mereka bangun hanya menjadi kuburan massal mereka; mereka adalah kaum 'Ad.'' Selanjutnya Abu Darda' mengatakan dengan maksud menyindir, ''Siapa yang ingin membeli dariku peninggalan keluarga 'Ad dengan harga dua dirham?!!.''

* Abu Ubaidah bin Al-Jarrah
Nama lengkapnya Amir bin Abdullah bin Al-Jarrah bin Hilal Al-Fahri Al-Qurasyi. Ia dilahirkan 30 tahun sebelum kenabian. Ia masuk Islam melalui perantara Abu Bakar ash-Shiddiq. Ia termasuk salah satu sahabat yang ikut hijrah ke Habasyah pada hijrah gelombang kedua. Ia menjadi hakim dan gubernur di Syam.

Sahabat inilah yang pertama-tama dijuluki sebagai pemimpin para pemimpin (Amirul Umara). Dialah orang yang dipegang oleh Rasulullah SAW dengan tangan kanannya seraya bersabda mengenai dirinya, ''Sesungguhnya setiap umat memiliki orang kepercayaan, dan orang kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.''

* Abu Musa Al-Asy'ari
Nama lengkapnya Abdullah bin Qais bin Sulaim bin Hadhdhar bin Harb. Ia lahir di Zubaid, Yaman, tahun ke-2 sebelum hijrah. Ia mempelajari agama Islam langsung dari Rasulullah SAW.

Ia adalah sosok sahabat yang terkenal cerdas dan memiliki kemampuan untuk memutuskan perkara hukum secara akurat. Seorang sahabatnya mengatakan,''Hakim umat ini ada empat orang; yakni Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Abu Musa Al-Asy'ari, dan Zaid bin Tsabit.''

* Amr bin Ash
Nama lengkapnya Amr bin Ash bin Wail bin Hasyim. Dilahirkan di Makkah 50 tahun sebelum hijrah. Ia digelari Fatih Mishr (pembebas wilayah Mesir). Ia adalah sosok yang terkenal sebagai orator yang fasih, memiliki kemauan keras, cerdik, dan cerdas. Tentang Amr bin Ash, Rasulullah SAW berkata, ''Sesungguhnya Amr bin Ash adalah salah satu di antara orang terbaik Quraisy.''

Di masa Rasulullah, ia ditugaskan sebagai gubernur wilayah Amman. Jabatan ini tetap diembannya sampai Rasulullah wafat. Umar bin Khattab juga pernah mengangkatnya sebagai gubernur wilayah Palestina. Setelah berhasil membebaskan wilayah Mesir, kemudian Umar mengangkatnya menjadi gubernur wilayah tersebut. Ia menjabat gubernur Mesir selama empat tahun.

* Hudzaifah Ibnul Yaman
Nama lengkapnya Hudzaifah bin Hasl ibnu Jabir bin Al-Abasi, biasa dipanggil Abu Abdillah. Al-Yaman adalah nama julukan yang diberikan kepadanya.

Umar bin Khattab menugaskannya menjadi gubernur wilayah Al-Madain. Ia dikenal sangat membenci sifat kemunafikan (hipokrit). Sampai-sampai tema pidato politik pertamanya ketika ditugaskan menjadi gubernur wilayah Al-Madain adalah tentang sifat munafik. Di masa Rasulullah, ia adalah intelijen Nabi yang ditugaskan untuk memata-matai perihal orang-orang munafik. Tugas ini tidak diketahui oleh seorang pun selain Beliau.

* Al-'Ala Al-Hadhrami
Nama lengkapnya Al-'Ala Abdullah bin 'Imad bin Salma Al-Hadhrami. Ia berasal dari Hadhramaut, Yaman. Ia adalah Muslim pertama yang mengarungi lautan dalam rangka untuk berperang.

Rasulullah pernah menugaskannya menjadi gubernur Bahrain pada 8 H. Kemudian, Abu Bakar juga menunjuknya untuk menduduki jabatan yang sama di wilayah ini. Umar bin Khattab pernah mengangkatnya menjadi gubernur Bashrah untuk menggantikan Utbah bin Ghazawan. Tetapi, ajal keburu menjemputnya sebelum tiba di Bashrah.

* Attab bin Asid
Attab bin Asid adalah orang pertama yang menjabat sebagai gubernur di Makkah. Oleh Rasulullah SAW, ia diangkat menjadi gubernur Makkah di zaman Fathu Makkah (Kemenangan di Makkah). Dia menjalankan tugas itu hingga wafatnya Rasulullah SAW, dan dilanjutkan hingga zaman Abu Bakar yang hanya berjalan dua setengah tahun.

* Ziyad bin Labid
Nama lengkapnya Ziyad bin Labid bin Tsa'labah al-Anshari. Di awal pemerintahan Islam baru terbentuk, ia ditugasi oleh Rasulullah untuk menjadi gubernur di Hadhramaut, Yaman. n berbagai sumber/dia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar