Kamis, 18 Februari 2010

Pendidikan Islam Mengarah pada Program Kewirausahaan

Jakarta, BulZan
Program percepatan pendidikan agama dan keagamaan yang sedang dijalankan Departemen Agama (Depag) saat ini, mengarah pada program kemandirian atau kewirausahaan. Lulusan madrasah, diharapkan mampu menolong dirinya sendiri apalagi membantu membuka lapangan kerja baru di masyarakat.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam (Pendis), Mohammad Ali, mengatakan dalam program 100 hari Menteri Agama (Menag), arah pendidikan agama dan keagamaan mengacu program kewirausahaan.

"Kita harus mempercepat kualitas pendidikan agama dan keagamaan. Caranya melalui peningkatan kualifikasi madrasah dengan merancang program peningkatan mutu pendidikan mulai dari tingkat ibtidaiyah, tsanawiyah, dan aliyah, hingga lima tahun ke depan," kata Mohammad Ali di Jakarta, Rabu (9/12).

Lebih lanjut, Muhammad Ali menuturkan, Menag sekarang, akan memanfaatkan pengalamannya sebagai menteri Koperasi dan UKM pada kabinet sebelumnya, untuk diterapkan dalam pengelolaan pendidikan Islam. Diharapkan, bekal pengalaman menteri dapat mensinergikan dengan pendidikan Islam di sejumlah madrasah.

Muhammad Ali menyebutkan ada empat sasaran yang menjadi perhatian Depag dalam mewujudkan percepatan pendidikan Islam mengarah kemandirian. Yakni, madrasah, tenaga pengajar, siswa, dan sarana/prasarana.

"Intinya, bagaimana lulusan madarasah termasuk juga pesantren tidak jadi penganggur pendidikan atau menunggu kerja," ujarnya, seperti dikutip Republika Online. (nu/zayn)
http://www.pstalmizan.org/index.php?option=com_content&view=article&catid=7%3Akhabar&id=326%3Apendidikan-islam-mengarah-pada-program-kewirausahaan-&Itemid=14

- JAKARTA--Program percepatan pendidikan agama dan keagamaan yang sedang dijalankan Departemen Agama (Depag) saat ini, mengarah pada program kemandirian atau kewirausahaan. Lulusan madrasah, diharapkan mampu menolong dirinya sendiri apalagi membantu membuka lapangan kerja baru di masyarakat.
Kepada Republika, Rabu (9/12), Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam (Pendis), Mohammad Ali, mengatakan dalam program 100 hari Menteri Agama (Menag), Surya Dharma Ali, arah pendidikan agama dan keagamaan mengacu program kewirausahaan. "Kita harus mempercepat kualitas pendidikan agama dan keagamaan," kata Mohammad Ali.
Upaya mempercepat kualitas pendidikan agama dan keagamaan, menurut dia, diperlukan kualifikai madrasah dengan merancang program peningkatan mutu pendidikan mulai dari tingkat ibtidaiyah, tsanawiyah, dan aliyah, hingga lima tahun ke depan.
Menag sekarang, tutur Ali, akan memanfaatkan pengalamannya sebagai menteri Koperasi dan UKM pada kabinet sebelumnya, untuk diterapkan dalam pengelolaan pendidikan Islam. Diharapkan, bekal pengalaman menteri dapat mensinergikan dengan pendidikan Islam di sejumlah madrasah.
Ia menyebutkan ada empat sasaran yang menjadi perhatian Depag dalam mewujudkan percepatan pendidikan Islam mengarah kemandirian. Yakni, madrasah, tenaga pengajar, siswa, dan sarana/prasarananya. "Intinya, bagaimana lulusan madarasah termasuk juga pesantren tidak jadi penganggur pendidikan atau menunggu kerja," ujarnya.
Program yang telah dirancang Direktorat Pendidikan Islam, yakni kewirausahawan (entrepreneurship). Disebutkan, program ini akan membuat siswa memiliki kemampuan hidup (life skill) dalam bidang apa pun. Artinya, waktu libur dimanfaatkan untuk berkarya wira usaha.
Menurut Ali, hal ini akan diujicobakan pada madrasah di daerah yang ada industrinya, baik kecil maupun menengah. Siswa diajak magang di industri tersebut. Selain itu, siswa juga dimotivasi untuk bergerak di bidang agribisnis, peternakan, border, dan sebagainya.
Depag akan menyediakan sarana dan mendatangkan tenaga pelatih yang berpengalaman untuk mendampingi siswa dalam mewujudkan program kewirausahawan ini. "Sebagai contoh, ada pesantren di Pengalengan, Jawa Barat, yang telah berhasil di bidang agribisnis," jelasnya.
Untuk itu, ke depan lulusan madrasah telah memiliki life skill, maka dapat bersaing dan berdaya guna di masyarakat, tidak lagi menjadi penganggur pendidikan, yang harus melamar pekerjaan. "Artinya, jangan sampai lulusan madrasah atau pesantren menunggu kerja, apalagi menjadi pembantu rumah tangga di negara orang lain," tandasnya. mur/taq. http://www.cybermq.com/berita/detail/business/2413/pendidikan-islam-dan-kewirausahaan.htm
Pendidikan Islam Mengarah pada Program Kewirausahaan
• Wednesday, December 9, 2009, 15:21
• Pendidikan
• 12 views
• Add a comment
UmmatOnline.Net – Program percepatan pendidikan agama dan keagamaan yang sedang dijalankan Departemen Agama (Depag) saat ini, mengarah pada program kemandirian atau kewirausahaan. Lulusan madrasah, diharapkan mampu menolong dirinya sendiri apalagi membantu membuka lapangan kerja baru di masyarakat.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Islam (Pendis), Mohammad Ali, mengatakan dalam program 100 hari Menteri Agama (Menag), arah pendidikan agama dan keagamaan mengacu program kewirausahaan.
“Kita harus mempercepat kualitas pendidikan agama dan keagamaan. Caranya melalui peningkatan kualifikasi madrasah dengan merancang program peningkatan mutu pendidikan mulai dari tingkat ibtidaiyah, tsanawiyah, dan aliyah, hingga lima tahun ke depan,” kata Mohammad Ali di Jakarta, Rabu (9/12).
Lebih lanjut, Muhammad Ali menuturkan, Menag sekarang, akan memanfaatkan pengalamannya sebagai menteri Koperasi dan UKM pada kabinet sebelumnya, untuk diterapkan dalam pengelolaan pendidikan Islam. Diharapkan, bekal pengalaman menteri dapat mensinergikan dengan pendidikan Islam di sejumlah madrasah.
Muhammad Ali menyebutkan ada empat sasaran yang menjadi perhatian Depag dalam mewujudkan percepatan pendidikan Islam mengarah kemandirian. Yakni, madrasah, tenaga pengajar, siswa, dan sarana/prasarananya.
“Intinya, bagaimana lulusan madarasah termasuk juga pesantren tidak jadi penganggur pendidikan atau menunggu kerja,” ujarnya (rep/nu)
- 2009, Pengangguran Indonesia Meningkat Pesat


Menurut peneliti dari Pusat Penelitian Ekonomi (P2E) LIPI, Latif Adam, angka pengangguran di Indonesia diperkirakan akan naik sebesar 9 persen di tahun 2009 dari tahun lalu, sekitar 8.5 persen. Menurutnya, kenaikan junlah pengangguran ini lebih disebabkan menurunnya penyerapan tenaga kerja dalam bidang industri, yang mencapai 36.6 persen pada kuartal kedua di tahun 2008 ini.

Banyak bidang yang mengalami penurunan, termasuk bidang ekonomi yang emnunjukkan semakin melemahnya performa sector tradable (pertanian dan industri). Selain itu, penurunan kemajuan pertanian dan peternakan yang turun masing-masing 5 persen dan 3 persen, juga sector pertambangan dan industri pengolahan.Menurut Latif, masih terdapat juga 12 persen hingga 14 persen angka kemiskinan yang menanti di tahun 2009, sementara penyerapan tenaga kerja secara besar-besaran sepertinya hampir tidak ada.

Latif menambahkan mengenai masalah pengangguran ini diharpakan menjadi perhatian semua pihak, karena pertumbuhan non-tradable yang maju pesat, sementara sector tradable semakin melemah. Untuk itu, diperlukan kerja sama antara pemerintah dan pihak-pihak industri yang berkompeten untuk mendorong terbukanya kesempatan kerja dalam bidang industri. Hal ini sekligus, dipercaya Latif, dapat mengurangi dominasi dari sector non-tradable yang telah menyerap sekitar 70% tenaga kerja produktif.

Menurut data statistic periode Februari 2007 hingga Februari 2008, sector non-tradable yang dominan dalam penyerapan tenaga kerja baru adalah bidang perdagangan dan kemasyarakatan, yang masing-masing meraup sekitar 1,25 juta orang dan 1,82 juta orang, sehingga totalnya mencapai lebih dari 3 juta orang. Sedangkan jumlah tenaga kerja baru yang diserap dalam sector tradable hanya sebesar 430 ribu orang. Latif menilai dari hasil di atas, bahwa telah terjadi proses informalisasi atau dominasi dari sector non-tradable dalam perekonomian Indonesia, dan inilah tanda bahwa perekonomian Indonesia mungkin perlu adanya perbaikan. http://forum.cekinfo.com/showthread.php?t=1440
Gangguan terhadap stabilitas kondisi makro dan perlambatan laju ekonomi nasional akan memicu lonjakan angka pengangguran dan kemiskinan.
Berdasar proyeksi Institute for Development Economics and Finance (Indef), tingkat pengangguran dan kemiskinan pada 2009 akan mencapai 9,5% dan 16,3%. Ekonom Indef M Ikhsan Modjo menuturkan, angka tersebut jauh di atas target pemerintah,yaitu tingkat pengangguran dan kemiskinan masingmasing 7–8% dan 12,5%.

Proyeksi itu juga jauh di atas Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004–2009 dengan target angka pengangguran dan kemiskinan masing-masing 5,1% dan 8,2%. ”Lonjakan angka kemiskinan dan pengangguran bermula dari hantaman krisis global terhadap kegiatan ekonomi domestik,” ujar Modjo dalam paparan bertajuk ”Krisis Finansial, Kontestasi Politik, dan Prospek Ekonomi 2009”di Jakarta kemarin.
Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, per Februari 2008 tingkat pengangguran terbuka mencapai 8,46%,atau 9,43 juta orang. Angka itu turun 1,29% (1,12 juta orang ) dibanding Februari 2007, 9,75% (10,55 juta orang). Ikhsan Modjo menjelaskan,jumlah pengangguran berpotensi meningkat lantaran krisis saat ini berbeda dengan tahun 1997-1998.
Sekarang ini krisis menghantam tidak hanya sektor padat modal, melainkan juga padat karya. Indikasinya, krisis tidak hanya memukul sektor produksi yang tidak diperdagangkan (non-tradable) seperti perbankan dan keuangan. Tetapi juga memukul sektor tradable seperti manufaktur, maupun tekstil dan produk tekstil (TPT).
Dampak krisis terutama dirasakan oleh sektor tradable yang berorientasi ekspor. Kondisi ini semakin parah lantaran fleksibilitas pasar tenaga kerja dalam mengatasi gangguan juga semakin diragukan. Akibatnya, banyak perusahaan, terutama yang berorientasi ekspor, tidak memperpanjang kontrak pekerja.
”Selain pengurangan jumlah pekerja,juga akan terjadi penyempitan penyediaan lapangan kerja baru pada sektor-sektor formal,”paparnya. Lonjakan jumlah pengangguran akan mendorong pembengkakan angka kemiskinan nasional. Ikhsan memprediksi angka kemiskinan tahun depan melebar paling tidak 0,6% dari jumlah masyarakat miskin saat ini.
Berbagai langkah antisipatif pemerintah, seperti tecermin pada tiga kluster yang mencakup jaminan perlindungan sosial,pemberdayaan masyarakat, dan kredit usaha rakyat, sulit menahan dampak pelemahan ekonomi. Karena itu, diperlukan satu kebijakan yang lebih bersifat menyeluruh dan bisa dilakukan dalam jangka panjang.
Di tempat terpisah, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Bappenas Paskah Suzetta mengatakan, pemerintah tengah mempersiapkan dua mekanisme untuk mengatasi lonjakan pengangguran dan kemiskinan pada tahun depan. Pertama, mengalokasikan dana stimulus pada proyekproyek infrastruktur.
Mekanisme ini diharapkan bisa meminimalkan jumlah pengangguran. “Ini untuk mencegah terjadinya angka pengangguran lebih besar,” ujarnya. Kedua, pelebaran skema dan fungsi jaring pengaman sosial. Mekanisme ini lebih ditujukan untuk menekan terjadinya pembengkakan jumlah masyarakat miskin. Pemerintah kemungkinan akan melebarkan fungsi dana bantuan langsung tunai (BLT).
“Sebetulnya untuk memperkuat daya beli dan mengurangi kemiskinan itu yang lebih tepat BLT. Tapi kondisi politik tidak memungkinkan,” paparnya. Bantuan kemungkinan tidak akan dilakukan melalui pemberian dana tunai langsung, melainkan berupa bahan-bahan makanan pokok. Kebijakan semacam ini juga dilakukan negaranegara lain.
Dorong Belanja
Kalangan dunia usaha mendesak pemerintah lebih ekspansif dalam mendorong belanja. Hal itu diperlukan untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi,demi mencegah lonjakan angka pengangguran dan kemiskinan. “Pemerintah harus terus ekspansif dengan mendorong perbankan berani memberikan kredit kepada masyarakat yang daya belinya semakin rendah,” kata Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Erwin Aksa.
Erwin mengatakan, kebijakanpemerintahmenurunkan harga premium pada awal Desember mendatang tidak akan terlalu menolong daya beli masyarakat. Karena itu, pemerintah mesti mempercepat realisasi belanja, terutama infrastruktur. ”Kebijakan ini akan lebih berdampak pada upaya mengurangi pengangguran dan kemiskinan,”katanya.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Chris Kanter berpandangan, pemerintah bisa menjaga momentum pertumbuhan dengan meningkatkan belanja dan menjamin penyerapan maksimal sejak awal 2009. Prioritas utama yakni dengan mempercepat penyelesaian infrastruktur.
”Ini akan menghasilkan efek berganda yang signifikan terhadap perekonomian masyarakat,”ujarnya. Di bagian lain, Dosen Fakultas Ekonomi UI Ninasapti Triaswati mengatakan,upaya mempercepat belanja dengan menggelontorkan dana Rp120 triliun dalam jangka waktu sebulan bisa mendorong perekonomian.
Kendati begitu, pemerintah mesti mewaspadai potensi inefisiensi dan penggelembungan anggaran. “Itu memang bagus apabila pemerintah mengeluarkan inisiatif untuk memperbesar penyaluran anggaran. Namun, bukan berarti tanpa risiko,”katanya.
Anggota Komisi XI DPR Rama Pratama mengatakan, injeksi likuiditas sebesar Rp120 triliun dalam perekonomian itu tidak akan cukup untuk menjadi stimulus. Terlebih langkah itu tanpa perencanaan khusus. “Sekadar dana tidak dapat menyelesaikan masalah, karena yang penting adalah apakah dana tersebut mampu menjadi stimulus yang efektif bagi perekonomian,” katanya. (zaenal muttaqin/ muhammad ma’ruf)
Sumber : http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/190672/38/
-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar