Rabu, 16 September 2009

Abu al-Fida Sejarawan Muslim dari Dinasti Mamluk

Rabu, 16 September 2009 pukul 01:34:00

Abu al-Fida Sejarawan Muslim dari Dinasti Mamluk


Pada masa kanak-kanaknya, ia menghabiskan hampir seluruh waktu bermainnya untuk mempelajari Al Quran, Hadis dan ilmu pengetahuan umum.

''Manusia yang sungguh luar biasa,'' begitu penulis Barat bernama de Vaux memuji sosok sejarawan dan geografer Muslim di abad ke-13 M bernama Abu al-Fida. Dedikasi dan pengabdian sang ilmuwan Muslim itu telah diakui peradaban Barat. Tak heran jika namanya diabadikan di sebuah kawab bulan, yakni Abulfeda.

Sejatinya, dia bernama lengkap Abu al-Fida Ismail Ibnu Ali bin Mahmud al-Malik al-Mu'ayyad Imad Ad-din. Ia adalah seorang ahli sejarah keturunan Kurdi yang sangat legendaris. Abu al-Fida terlahir di kota Damaskus, Suriah pada November 1273 M. Ayahnya bernama Malik ul-Afdha -- saudara dari pangeran Hamah yang telah melarikan diri dari serangan dan invasi pasukan dari Mongolia.

Setelah ditelusuri, Abu al-Fida merupakan keturunan dari Ayyub, ayah seorang panglima hebat pada masa Perang Salib yakni Salahuddin al-Ayyubi. Abu al-Fida terlahir dalam kondisi politik dan keamanan yang tak menentu, menyusul serangan bangsa Mongol ke kota-kota Islam.

Pada saat lahir, ayahnya telah diusir dari kerajaan Hama oleh para penyerang dari Mongol yang melakukan invansi kedua pada 1259 di bawah komando Hulagu Kan. Invasi pertama Mongol terjadi pada 1219-1222 yang dipimpin Jenghis Khan. Meski tumbuh dalam situasi politik dan keamanan yang tak menentu, namun semangat Abu al-Fida untuk belajar tak pernah surut.

Pada masa kanak-kanaknya, ia menghabiskan hampir seluruh waktu bermainnya untuk mempelajari Alquran, hadis dan ilmu pengetahuan umum. Mengingat kondisi keamanan yang tak menentu, setelah tumbuh menjadi remaja, Abu al-Fida mencurahkan dirinya untuk terjun dalam bidang militer.

Ia telah turut angkat senjata membela agama Allah SWT saat melawan para Tentara Perang Salib dari Roma. Setelah menerima pendidikan, pada usianya yang ke-12, dia sudah berani berjuang melawan tentara Salib bersama ayahnya bersama Penguasa Dinasti Mamluk. Dia juga tercatat ikut berjuang mengambil alih benteng tentara Salib dari Ksatria Markab Hospitaler.

Ketika menginjak usia 16 tahun, Abu al-Fida masih berjuang bersama ayahnya dan sepupunya untuk merebut Tripoli dari Tentara Salib. Setelah berjuang merebut Tripoli, dia bersama pasukan Muslim lainnya masih berjuang melawan Tentara Salib untuk menaklukan Kastil Roum yang penting guna mengendalikan kekuasaan di wilayah Sungai Eufrat.

Beberapa tahun kemudian, dia berada di bawah perintah Sultan Mamluk Ladjyn berperang melawan orang-orang Kristen di Armenia. Abu al-Fida dalam buku sejarah yang ditulisnya menceritakan kehebatan Sultan Ladjyn yang berasal dari Jerman dan asal-usulnya sebagai keturunan dari Ordo Ksatria Teutonik.

Pada awalnya, Sultan Ladjyn berjuang melawan kaum Kristen di Italia dan melawan orang-orang kafir, kemudian dia datang ke Suriah untuk melawan kaum Muslimin. Namun, ia mendapat hidayat dari Allah SWT. Ladjyn terpesona oleh keagungan agama Islam dan akhirnya memeluk agama Allah. Setelah itu, dia bergabung dengan Dinasti Mamluk, dan secara bertahap naik pangkat sampai akhirnya menjadi seorang Sultan dan menjadi teman Abu al-Fida.

Pada 1309, Abu al-Fida berjuang di Armenia melawan pasukan aliansi Mongol-Armenia, tak lama setelah kembali dari perjalanan ziarah ke Makkah. Lalu pada 1316, dia berada di Kairo Mamluk dan ditunjuk sebagai letnan untuk Sultan. Dua tahun kemudian, dia diangkat menjadi Pangeran Hama, dengan demikian dia telah berjuang memulihkan kebesaran nama nenek moyangnya.

Abu al-Fida juga meriwayatkan kembali kota para leluhurnya supaya dikenang kebesarannya sepanjang masa. Ia kemudian kembali lagi ke Makkah pada 1321, lalu dia pergi melakukan kampanye militer sekali lagi untuk berperang di wilayah Asia Kecil. Saat berada di tengah-tengah ekspedisi militer ini, Abu al-Fida menggunakan sedikit waktunya yang tersisa untuk menulis.

Pada 1323, dia kembali ke Hama dan menulis karya geografi. Dia juga banyak menggunakan waktunya untuk berdiskusi dan belajar, bahkan dia juga sempat melakukan perdagangan. Abu al-Fida hidup dengan luar biasa. Seluruh hidupnya dari masa kanak-kanak hanyalah serangkaian kampanye militer, selain itu dia naik haji ke tanah suci Makkah, sebanyak tiga kali.

Pada saat menjadi Pangeran Hama, Abu al-Fida mencurahkan waktunya untuk mananam modal, memberikan perlindungan kepada para pelajar, serta menulis. Sebagai seorang pangeran, Abu al-Wafa mendapat gelar Malik Us Salhn dan pada tahun 1320 dia menerima kenaikan pangkat dan diangkat menjadi Sultan bergelar Malik ul-Mu'ayyad.

Selama lebih dari dua puluh tahun lamanya, Abu al-Fida memerintah dalam suasana yang penuh ketenangan dan keindahan. Dia mengabdikan dirinya untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintah dan membuat berbagai macam karya yang membuatnya menjadi masyhur. Dia juga tipe orang yang suka sekali berkirim surat.

Sehingga banyak sekali surat yang datang untuknya. Abu al-Fida meninggal pada puncak kemuliaan dan kekuasaannya di Hama pada 1331. Meskipun Abu al-Fida sangat tertarik dengan ilmu sejarah dan geografi, dia juga aktif mempelajari dengan baik berbagai bidang ilmu lainnya seperti botani dan Materia Mediaca.

Dia juga menulis sebuah karya dalam banyak volume tentang obat-obatan yang berjudul Kunash, dan dia juga membuat sebuah buku tentang keseimbangan. dyah ratna meta novia


Karya Sang Pangeran

Selain dikenal sebagai seorang pejuang dan penguasa, Abu al-Fida juga merupakan seorang ilmuwan Muslim terpandang di abad ke-14 M. Salah satu karya fenomenal Abu al-Fida adalah bukunya yang berjudul The Concise History of Humanity atau Ringkasan Sejarah Manusia. Dalam bahasa Arab, buku itu berjudul Tarikhu 'l-Mukhtasar fi Akhbari' l-Bashar.

Karyanya yang sangat terkenal itu ditulis pada 1315. Ia kemudian melanjutkan penulisan buku tersebut pada 1329. Buku yang legendaris itu, selain memuat tentang penciptaan dunia, juga memuat tentang sejarah universal, sejarah pra-Islam dan sejarah Islam pada 1329.

Peradaban Barat juga turut mempelajari buku sejarah karya Abu al-Fida tersebut. Buktinya, buku itu telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, Prancis dan Inggris. Dalam menulis karya-karyanya, Abu al-Fida menjadikan sumber-sumber kepercayaan juga pengalamannyai sebagai seorang pejuang yang menyaksikan berbagai peristiwa penting dan bersejarah sebagai rujukan.

Dia juga mendapatkan banyak pengaruh dari sejarawan besar di Mosul sebelum, yakni Ibnu al-Atsir. The Concise History of Humanity, merupakan sebuah karya penting, sehingga banyak yang menuliskan lanjutan dari sejarah tersebut. Beberapa ahli sejarah yang melanjutkan karya Abu al Fida antara lain Ibnu al-Wardi pada 1348, Ibn al-Shihna al-Halabi pada 1403.

Karya-karya Abu al-Fida sangat dihargai oleh para orientalis Barat. Bahkan banyak dari karyanya sebagian diterbitkan di Barat, John Cagnier (1670-1740) pernah menerbitkan karya Abu al -ida, begitu pula Reiske. Sehingga sejarah Islam banyak dikenal di dunia Barat.

Seperti banyak karya sejarah sebelumnya, termasuk karya-karya Ptolemeus dan Muhammad al-Idrisi. The Concise History of Humanity, memiliki sebuah pengantar panjang tentang berbagai macam masalah geografis yang isinya tentang kota-kota utama di dunia. Dalam buku tersebut juga terdapat garis bujur, lintang, iklim, ejaan. Buku tersebut mulai diterbitkan dan diterjemahkan pada awal 1650, di Eropa.

Dalam bukunya, dia juga menegaskan bahwa tiga perempat permukaan bumi tertutup dengan air. Beberapa wilayah yang diceritakan dalam buku tersebut antara lain; Arab, Mesir, Maghrib. Afrika, Spanyol, Pulau-pulau di Mediterania dan Atlantik, bgian utara Eropa dan Asia Suriah, Jazirah, Irak, Khuzistan atau Ahwaz, Fars, Kirman, Sijistan, Sind, India, China, Pulau-pulau di Timur, Roma dan Armenia.

Buku tersebut juga berisi tentang negara termasuk batas-batasnya, keanehan fisik, kehidupan politik, divisi etnis , sopan santun, adat istiadat, monumen, jalan-jalan utama, kota-kota utama, sumber informasi, bujur, lintang, iklim, ortografi, deskripsi singkat. Abu al- Fida berusaha keras untuk menetapkan ortografi dan orthophony dari nama-nama tempat. Salah satu aspek yang paling penting dalam karya Abu al-Fida adalah pengamatan bentuk bola bumi. dya

(-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar