Kamis, 22 April 2010

Investasi Rp 10.000 Triliun dan Mencintai dan Memuliakan Bumi

Jumat, 23 April 2010 | 03:51 WIB
Investasi Rp 10.000 Triliun
Bukanlah angka kecil, dan sudah pasti diperlukan kerja ekstra keras dengan program yang jelas, untuk mendapatkan dana investasi Rp 10.000 triliun.
Keperluan dana untuk lima tahun ke depan itu, menurut pemerintah, untuk menopang pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 7-7,7 persen pada tahun 2014.
Kita apresiasi target pemerintah yang boleh dikata ambisius itu. Ambisi positif perlu karena dapat memacu adrenalin kita menciptakan lompatan besar apabila disertai juga dengan kerja keras, ulet, dan cerdas.

Memang, hanya dengan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi lagi dari kinerja sekarang memungkinkan penciptaan lapangan kerja, menyerap penganggur secara signifikan. Itu berarti telah menggunting sebagian persoalan kemiskinan yang mendera puluhan juta orang.
Mencapai pertumbuhan ekonomi tinggi menuntut syarat bergeraknya semua mesin perekonomian produktif, konsumsi, investasi, di semua sektor atau lapangan usaha, berikut faktor-faktor pendukungnya, seperti regulasi yang baik, infrastruktur yang andal. Jalan, jembatan, pelabuhan, dan listrik, adalah sederet persoalan utama kita.
Dalam kaitan itu pula diperlukan dana besar tersebut. Pemerintah pun sudah memetakan persoalan sehingga ketemu perkiraan kebutuhannya. Lima puluh persen dari kalangan swasta nasional dan asing. Masalahnya, pemerintah belum tahu cara tepat mendapatkannya.
Idealnya, kebutuhan dana pembangunan dipenuhi dari kemampuan produktivitas nasional, yang tecermin dari penghasilan pajak. Jika tidak, sebagiannya ditopang pinjaman, utang luar negeri maupun domestik. Sejauh ini pemerintah telah menempuh upaya itu, dan utang negara pun besar, dan kewajiban bayar bunganya besar pula.
Potensi penerimaan negara dari pajak sebenarnya masih sangat besar. Masih rendahnya rasio pajak dibandingkan dengan negara tetangga adalah indikatornya. Sayangnya, pajak yang masih minim itu pun masih digelapkan oleh oknum aparat pajak yang berkolaborasi dengan wajib pajak nakal. Padahal, pajak lebih dibutuhkan negara untuk membangun jalan, jembatan, puskesmas, sekolah, demi mengangkat harkat dan martabat manusia Indonesia yang masih banyak hidup di bawah garis kemiskinan.
Mendapatkan dana investasi besar pun sesungguhnya bukan hal mustahil. Likuiditas global masih besar mencari tempat investasi yang baik. Ekses likuiditas perbankan di instrumen BI makin besar, sekitar Rp 236 triliun.
Modal dan momentum kita pun ada. Pemilihan umum tahun lalu yang lancar dan aman, kinerja perekonomian positif di tengah babak belurnya perekonomian negara lain, adalah waktu yang tepat memacu pertumbuhan ekonomi.
Sebelum momentum itu terbang, kita dorong pemerintah agar cepat, tepat, dan saksama mengimplementasikan program kerjanya, menghapus hambatan investasi dan bisnis, memperkuat koordinasi antardepartemen, sinergi antara pusat dan daerah. Get things done!

***
Mencintai dan Memuliakan Bumi
Secara sosok, sebagai planet, Bumi bisa dikatakan biasa saja dalam tata surya. Masih ada planet yang lebih raksasa ukurannya seperti Jupiter.
Atau, dalam keelokan, masih ada planet yang lebih banyak bulannya, bahkan dihias dengan cincin seperti Saturnus. Akan tetapi, Bumi tetaplah istimewa, karena di planet inilah kita hidup, dan di planet inilah sejauh ini diketahui ada kehidupan cerdas.
Dari waktu ke waktu, Bumi mengalami stres dan kerusakan. Keasriannya, dan daya dukungnya terhadap kehidupan—manusia, satwa, dan fauna—merosot. Sebagian karena aktivitas manusia selama ini, ditandai oleh maraknya industrialisasi dan kehidupan modern yang ditopang pembakaran bahan bakar fosil. Hasilnya, Bumi yang cenderung makin panas.
Jika sekarang ada peringatan Hari Bumi yang diperingati setiap 22 April di seluruh dunia, maka awalnya kita temukan di Amerika Serikat. Di negara adidaya inilah kita mencatat adanya pemunculan kesadaran publik akan penurunan kualitas lingkungan, ditandai antara lain oleh udara yang makin kotor. Pemerintah dianggap tidak cukup berbuat untuk merespons hal itu.
Kesadaran lingkungan itu kemudian mewujud dalam partisipasi masyarakat. Diperkirakan pada Hari Bumi pertama tahun 1970 itu ada 20 juta warga masyarakat yang ambil bagian dalam berbagai kegiatan. Dari kegiatan itu pula lahir berbagai lembaga lingkungan hidup, baik di tingkat nasional maupun internasional. Kita mencatat lahirnya Badan Lingkungan PBB (UNEP) tahun 1972, dan penyelenggaraan KTT Bumi 1992 di Rio de Janeiro.
Bahkan, ketika gejala perubahan iklim yang disebabkan pemanasan global semakin nyata, PBB pun menyelenggarakan Konferensi Perubahan Iklim, yang tahun 2007 diselenggarakan di Bali, Indonesia. Akan tetapi, mungkin itu belum cukup karena sebagian masih menyebut itu ”terlalu sedikit dan terlalu terlambat”. Kita sadar, dalam soal penyelamatan Bumi, kita berlomba dengan waktu.
Kamis, 22 April, kita memperingati Hari Bumi. Dengan segala kekurangan yang ada, mari kita tegaskan komitmen kita memuliakan Bumi. Kita sadari, kita hanya menumpang di Bumi, sehingga kita tidak berhak melakukan hal yang membuatnya rusak. Bahkan, karena kita juga punya anak cucu, kita berkewajiban membuat Bumi tetap nyaman dan bisa didiami anak cucu sebagaimana kita dulu mulai mendiaminya dalam keadaan lebih baik.
Tu

http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/04/23/03511336/tajuk.rencana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar