Selasa, 05 Oktober 2010

Militansi dan Intelektualisasi TNI

Selasa, 5 Oktober 2010 | 04:12 WIB
Sjafrie Sjamsoeddin

Perjalanan reformasi yang dijalani oleh bangsa kita bermakna perubahan sistem dari semula otoriter menjadi demokrasi.

Semua komponen bangsa, tak terkecuali TNI, harus mengikuti perubahan tersebut, tentunya dengan tetap merujuk pada amanat konstitusi dan aturan perundangan serta nilai-nilai kehidupan nasional yang berdasarkan Pancasila. Seperti umumnya organisasi militer di dunia ketika menghadapi perubahan sistem politik nasional besar, TNI juga melakukan penyesuaian. Sepanjang 65 tahun sejarahnya, TNI secara internal sebenarnya telah melakukan berbagai penataan untuk merespons tantangan dan tuntutan misi. Namun, perubahan sistem politik menuntut TNI melakukan penyesuaian mendasar.
Dalam satu dekade reformasi yang sudah berjalan, TNI merespons reformasi dengan memosisikan diri sebagaimana alat negara di bidang pertahanan negara yang tunduk pada otoritas sipil yang berdaulat. Paradigma baru yang dipergunakan TNI dalam melakukan reformasi adalah dengan melakukan perubahan rasional dan sistematis. TNI juga melakukan koreksi perbaikan, menghilangkan hal-hal buruk yang merusak citra, dan melakukan terobosan terukur yang produktif.
Reformasi TNI menuntut konsistensi seluruh prajurit untuk mau introspeksi dan antisipasi terhadap tantangan yang harus dihadapi di depan. Untuk membuat para prajurit siap melakukan tugas tersebut, tak ada pilihan lain, institusi TNI harus lebih banyak memberikan perhatian bagi pembentukan prajurit yang ”berintegritas dan berkualitas” di semua lini dan tingkat manajemen satuan TNI.
Ada tiga pendekatan yang harus dilakukan untuk memantapkan kualitas prajurit TNI. Pertama, meraih peluang pendidikan dan latihan yang dipersyaratkan oleh institusi, dengan mengikuti berbagai jenis pendidikan dan pelatihan serta menyerap esensi ilmu dari program yang diikuti. Kedua, menjalani berbagai ragam tugas jabatan dengan kesiapan mental menghadapi dinamika pasang surut penugasan. Prajurit TNI jangan membiasakan ”memilih” tugas jabatan karena setiap pekerjaan punya nilai tersendiri. Suatu saat pengalaman ini bisa bermanfaat untuk menjalani tugas berikutnya.
Ketiga, prajurit TNI harus terus mengembangkan diri dengan menambah ilmu pengetahuan dari berbagai disiplin ilmu lain. Tambahan ilmu dibutuhkan untuk menopang keunggulan yang sudah dimiliki prajurit TNI.
Jika ketiga pendekatan terserap dalam suatu sikap pendekatan learning by doing and looking, saatnya diperlukan akumulasi ilmu dan pengalaman itu akan mengalir sebagai alat untuk memecahkan setiap masalah. Syaratnya, setiap prajurit TNI jangan mudah terlena dan lengah menjalani setiap momen karier yang diembannya.
Legalitas dan legitimasi
Reformasi membuat institusi TNI terikat pada aturan. Dalam pelaksanaan tugas, TNI tak bisa bergerak secara otomatis merespons keadaan, tetapi harus berjalan dalam parameter legalitas dan legitimasi yang diberikan. Ada banyak tantangan dan tuntutan reformasi TNI yang kita kenal dalam paradigma baru, yaitu aspek doktrin, organisasi, dan kultur. Ini yang diolahkembangkan TNI dari masa ke masa, dengan tetap mengacu pada arah reformasi besar yang dilakukan bangsa ini.
Reformasi TNI mengarahkan juga TNI untuk beradaptasi dengan perkembangan dunia dan melakukan berbagai perubahan terukur yang produktif. Revolutionary on military affair menjadi tantangan bagi TNI untuk tampil prima, baik pada skala pemikiran maupun sikap dan tindakan.
Di era masyarakat sipil yang begitu transparan, kelemahan dan kekurangan kualitas prajurit, terutama perwiranya, sangat mudah tampak. Ketika itu terjadi, akan langsung diperoleh vonis dari publik. Jika prajurit TNI tidak punya keunggulan daya saing dan malas mengembangkan diri, konsekuensinya akan ketinggalan, bahkan menjadi tertawaan.
Masa kini dan masa mendatang tak lagi laku gaya simbolis dan jago kandang yang menghindari tantangan yang heterogen dan kompleks. Itu berlaku baik pada lingkup mikro yang membutuhkan kualitas teknis dan taktis maupun makro yang per- lu penguasaan masalah strategis. Mengapa ini sampai terjadi? Karena era sebelum reformasi, di masa otoriter, perundangan memosisikan TNI pada status identik dengan pemerintah. TNI terlibat langsung dalam pengambilan keputusan politik pemerintah dalam menyelesaikan berbagai permasalahan nasional. Jika ada kelemahan, itu tak akan tampak karena terselubung dalam sistem yang otoriter dan homogen. Namun, di era keterbukaan sekarang, TNI tak mungkin lagi ikut terlibat perpolitikan praktis seperti di masa lalu.
Era reformasi sesungguhnya tetap memberikan ruang gerak cukup kepada TNI untuk memberikan kontribusi bagi pengembangan masyarakat madani. Hanya saja, sumbangan tenaga dan pikiran tetap diletakkan dalam kerangka TNI sebagai alat pertahanan negara di bawah otoritas sipil berdaulat. Era reformasi tak boleh juga membuat TNI mengabaikan fungsi teritorial sebab fungsi teritorial bukan hanya porsi TNI, melainkan juga bagian dari fungsi pemerintahan sipil.
Pembinaan teritorial oleh TNI tidak ada bedanya dengan yang diselenggarakan aparat pemerintah dalam menjaga kelangsungan pembangunan. Yang terpenting di era reformasi, fungsi teritorial TNI harus memberikan kontribusi positif bagi pengembangan masyarakat sipil dan demokratisasi tanpa mengubah jati diri TNI.
Militansi dan intelektualisasi
Adalah keliru ketika TNI tetap menjaga nilai-nilai dan prinsip jati dirinya ditafsirkan sebagai status quo. Prajurit TNI tidak boleh mengubah sikap militansi kepada Republik. Mereka harus melengkapi sikap militansi itu dengan intelektualisasi diri. Prasyarat militansi prajurit TNI adalah adanya sikap percaya diri dan yakin atas identitas nasionalisme yang tidak kenal kata surut. Prajurit TNI tidak boleh menyerah dalam menjalankan tugas dan untuk mencapai tujuan harus konsisten dan berani menghadapi perubahan.
Secara bersamaan, untuk meningkatkan kualitas prajurit TNI, intelektualisasi harus diwujudkan dalam cerdas merebut peluang. Tak kalah penting, prajurit TNI harus bersikap inovatif dan kreatif dalam memanfaatkan ilmu dan teknologi. Mari kita tumbuh kembangkan militansi dan intelektualisasi sebagai suatu keniscayaan yang berakar dari jati diri TNI. Sapta Marga dan Sumpah Prajurit harus mampu menambah bobot reformasi TNI. Bersiaplah seluruh prajurit TNI untuk menghadapi tugas sebelum tugas bersiap menghadapi kita. Dirgahayu TNI yang berhari jadi ke-65....
Sjafrie Sjamsoeddin Wakil Menteri Pertahanan
http://cetak.kompas.com/read/2010/10/05/04124699/militansi.dan.intelektualisasi.tni.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar