Sabtu, 06 Februari 2010

Hakekat Pengetahuan umum

Istilah yang paling tepat untuk mendefinisikan pengetahuan adalah al-‘ilm, karena memiliki dua komponen. Pertama, bahwa sumber asli seluruh pengetahuan adalah wayhu (al-Quran dan Al-Hadits) yang mengandung kebenaran absolut. Kedua, bahwa metode mempelajari pengetahuan yang sesitematis dan koheren semuanya sama-sama valid; semuanya menghasilkan bagian dari satu kebenaran dan realitas –bagian yang sangat bermanfaat untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.(Ziaudian Sardar, Dimensi Ilmiah al-‘ilm”, dalam Ziauddin Sardar (ed.) Merombak Pola Pikir Ilmuan Muslim. Terj. Agung Prihantoro dan Fuad Arif Fudyartanto. 2000. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 25) Dua komponen ini menunjukkan, bahwa al-‘ilm memiliki akar sandaran yang lebih kuat disbanding sains dalam versi Barat. Akar sandaran al-‘ilm justeru berasak kangsung dari yang Maha Berilmu, Tuhan. Yang secara ideologis diyakini sebagai Sang Penguasa segala-galanya. (Prof. Dr. Mujamil Qomar M.Ag. 2007. Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional hingga Metode Ktirik. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 105)

KARAKTERISIK PENGETAHUAN DALAM ISLAM (Prof. Dr. Mujamil Qomar M.Ag. 2007. Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional hingga Metode Ktirik. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 124-163)
1. Bersandar Pada Kekuatan Spiritual
Dalam keimanan seseorang itu tersimpan kekuatan-kekuatan spiritual yang luar biasa besarnya. Seseorang bisa memiliki kesadaran yang tinggi dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan yang berat, bahkan penuh resiko, karena dorongan imannya. Keimanan ini tedak bisa dinilai dan diukur besar kecilnya, dan ia merupakan milik seseorang yang paling istemewa, sehingga diatas segala yang dimiliki manusia.
2. Hubungan yang Harmonis antara Wahyu dan Akal
Hubungan antara wahyu dan akal tidak dapat dipertentangkan, karena terdapat titik temu. Oleh kerena itu, ilmu dalam Islam tidak hanya diformulasikan dan dibangun melalui akal semata, tetapi juga melalui wahyu. Akal berusaha bekerja maksimal untuk menemukan dan mengembangkan ilmu, sedangkan wahyu dating memberikan bimbingan serta petunjuk yang harus dilalui akal.
3. Interpendensi Akal dan Intuisi
Dalam tradisi pemikiran Islam, ilmu pengetahuan dibangun adakalanya dibangun atas kerja sama pendekatan akal dan intuisi. Akal memiliki keterbatasan-keterbatsan penakaran yang kemudian disempurnakan oleh intuisi yang sifatnya pemberian atau bantuan, sedangkan pemberian dari intuisi masih belum tersusun rapi, sehingga dibutuhkan bantuan nalar untuk mensistematisasikan pengetahuan-pengetahuan yang bersifat pemberian itu. Dengan pengertian lain, akal membutuhkan intuisi, dan begitu pula sebaliknya intuisi membutuhkan akal. Keduanya saling membutuhkan bantuan dari pihak lainnya untuk menyempurnakan pengetahuan yang dicapai masing-masing.
4. Memiliki Orientasi Teosentris
Bertolak dari suatu pandangan, bahwa ilmu berasal dari Allah- dan ini adalah salah satu perbedaan yang mendasar antara ilmu dalam Islam dengan sains Barat- maka implikasinya berbeda sekali dengan sains, ilmu dalam Islam memiliki perhatian yang sangat besar kepada Allah. Artinya, ilmu tersebut mengemban nilai-nilai ketuhanan, sebagai nilai yang memberikan kesejahteraan dan kedamaian bagi semua makhluk. Sebaliknya, ilmu tersebut tidak boleh menyimpang dari ajaran-ajaran Allah. Jika sains Barat tidak memiliki kepedulian kepada Tuhan, maka ilmu dalam Islam selalu diorientasikan kepada Allah untuk mencapai kebahagiaan hakiki.
5. Terikat Nilai
Ciri ini sangat membedakan dengan sains Barat, karena semangat tradisi ilmiah Barat senantiasa berusaha menegaskan, bahwa ilmu itu netral atau bebas nilai, tidak boleh terikat nilai tertentu. Bahkan menurut pandangan Barat, salah satu syarat keilmiahan adalah bersifat objektif. Sifat objektif ini berarti menyatakan fakta apa adanya dan tidak boleh dipengaruhi oleh fakta apapun.
Dalam pandangan Islam ilmu harus didasarkan nilai dan harus memiliki fungsi dan tujuan. Dengan kata lain, pengetahuan bukan untuk kepentingan sendiri, tetapi menyajikan jalan keselamatan, dam agaknya tidak seluruh pengetahuan melayani tujuan ini.
Dalam seminar di Stockholm pada tahun 1981 tentang “Pengetahuan dan Nilai”, diidentifikasi 10 konsep yang menggeneralisasikan nilai-nilai dasar kultur Islam: tauhid, khilafah, ibadah, ‘ilm, halal dan haram, ‘adl, zhulm, istishlah dan dhiya’.

Hakikat Ilmu Pengetahuan (EPISTEMOLOGI ISLAM DAN INTEGRASI ILMU PENGETAHUAN PADA UNIVERSITAS ISLAM: Epistemologi Islam dan Proyek Reformasi Kurikulum.Dipresentasikan pada seminar yang diselenggarakan hari Jum’at, tanggal 30 Januari 2009, di Kampus Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palembang oleh Professor Dr. Omar Hasan Kasule Sr. MB ChB (MUK), (MPH) Harvard, DrPH(Harvard) Professor Epidemiologi dan Kedokteran Islam Universitas Brunei Darussalam dan Profesor Tamu Epidemiologi Universitas Malaya. EM omarkasule@yahoo.com WEB: http://omarkasule.tripod.com. (Diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Ummi Ashim Azzahra dan Anisa Eka Trihastuti, Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Semarang).)
Istilah Al Qur’an untuk ilmu pengetahuan adalah: ‘ilm, ma’arifat, hikmat, basiirat, ra’ay, dhann, yaqeen, tadhkirat, shu’ur, lubb, naba’, burhan, dirayat, haqq, dan tasawwur. Istilah untuk kekurangan ilmu pengetahuan adalah: jahl, raib, shakk, dhann, dan ghalabat al dhann. Tingkatan ilmu pengetahuan adalah: ‘ilm al yaqeen, ‘ayn al yaqeen, dan haqq al yaqeen. Pengetahuan dihubungkan dengan iman, ‘aql, qalb, and taqwah. Al Qur’an menegaskan dasar pengetahuan yang nyata, hujjiyat al burhan. Tempat ilmu pengetahuan adalah akal dan kalbu. Pengetahuan Allah adalah tidak terbatas, sedangkan pengetahuan manusia sangat terbatas. Setiap orang memiliki pengetahuan yang berbeda-beda. Pengetahuan adalah milik umum yang tidak bisa disembunyikan atau dimonopoli. Manusia, malaikat, jin dan makhluk hidup lainnya mempunyai jumlah pengetahuan yang bervariasi. Pengetahuan bisa menjadi abadi, contohnya ilmu yang diwahyukan. Jenis-jenis lain pengetahuan bersifat relatif, nisbiyat al haqiqat. Hakikat yang mungkin dari ilmu pengetahuan muncul dari keterbatasan pengamatan manusia dan interpretasi dari fenomena fisik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar