Rabu, 27 Oktober 2010

Integrasi Muslim Eropa

Rabu, 27 Oktober 2010 pukul 10:48:00


Amich Alhumami
(Peneliti Sosial, Department of Anthropology-University of Sussex, UK)

Perjumpaan Islam dan Barat, khususnya Eropa diwarnai pertikaian sengit dan konflik berdarah yang menorehkan sejarah kelam di masa lampau. Tak heran, pada era modern pun hubungan antara Muslim dan masyarakat Barat acap kali tegang dan tak selalu berlangsung mulus.

Pada masa pascakolonial, Muslim datang ke Eropa ketika Inggris, Prancis, Jerman, dan negara-negara Skandinavia membuka pintu lebar-lebar bagi kaum imigran, terutama berasal dari negara-negara bekas jajahan untuk bekerja di berbagai bidang industri. Setelah Perang Dunia II usai, perekonomian di negara-negara tersebut berkembang pesat sehingga membutuhkan pasokan tenaga kerja dari luar kawasan Eropa. Sebab, angkatan kerja domestik tak mencukupi dan tidak mampu menopang ekonomi nasional yang sedang mengalami booming. Dengan adanya kebijakan manpower-immigrants for booming postwar economies, Muslim dari berbagai negara di kawasan Asia dan Afrika datang ke Eropa melalui gelombang imigrasi yang berlangsung masif sejak 1950-an.

Sebagian besar dari mereka kurang berpendidikan, tak punya keterampilan, dan tak memiliki kecakapan teknis sehingga harus bekerja dalam kategori blue-collar jobs di industri-industri berat. Namun, ada pula di antara mereka-meski jumlahnya tak banyak-yang berpendidikan tinggi, punya keterampilan bagus, dan memiliki keahlian khusus sehingga dapat bekerja sebagai profesional berkategori white-collar jobs dengan gaji tinggi. Seiring dengan berjalanan waktu, kelompok kedua ini terus mengalami peningkatan dari segi kuantitas meskipun tidak bersifat eksponensial.

Muslim terpelajar dan berketerampilan pelan-pelan memasuki aneka macam industri modern, lembaga pendidikan, dan pemerintahan. Bahkan di Inggris, dalam pemerintahan koalisi Konservatif-Liberal Demokrat pimpinan PM David Cameron, terdapat seorang menteri Muslimah.    

Gelombang imigrasi Muslim ke Eropa tak pernah putus bahkan cenderung terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Mereka melahirkan generasi baru bahkan sampai sekarang sudah mencapai generasi ketiga dan keempat.

Gelombang imigrasi yang terus berkelanjutan-sejak awal 2000-an angkanya mencapai kisaran 1,5 juta sampai 2 juta orang per tahun-dan pertumbuhan populasi Muslim yang pesat telah mengubah secara fundamental struktur demografi di hampir semua negara Eropa.

Dalam kurun waktu 30 tahun terakhir, populasi Muslim Eropa mengalami peningkatan signifikan sampai tiga kali lipat dan pada tahun 2015 nanti diperkirakan akan meningkat dua kali lipat lebih banyak lagi. Bahkan, menurut sebuah prediksi statistik, pada tahun 2050 nanti, populasi Muslim di negara-negara Uni Eropa bisa mencapai rata-rata 20 persen.

Pergeseran struktur demografi yang tecermin pada perubahan populasi Muslim ini pada akhirnya akan membawa pengaruh signifikan terhadap pandangan mengenai dua hal pokok: (1) siapa yang dimaksud masyarakat Eropa dan (2) apa yang disebut kebudayaan Eropa.

Melihat perkembangan populasi Muslim yang demikian cepat, jelas amat merisaukan bagi masyarakat kulit putih Eropa. Bahkan, saat ini, mereka dihantui oleh apa yang disebut demographic time bomb, yang berpotensi mengubah proporsi penduduk asli dan imigran, mencerabut akar-akar kebudayaan, dan mengeliminasi identitas bangsa Eropa. Kekhawatiran bangsa Eropa itu menjelma dalam beragam ekspresi dalam dinamika kehidupan sosial kemasyarakatan.

Meski menghargai pluralisme dan menjunjung tinggi multikulturalisme, sikap dan perilaku rasialis tetap saja muncul di sebagian masyarakat Eropa. Contoh aktual adalah ekspresi kebencian terhadap kalangan Islam yang secara ekstrem ditunjukkan oleh Geert Wilders di negeri Belanda. Berpolitik dengan basis Judeo-Christian values, Geert Wilders menyebarkan sentimen anti-Islam dan memupuk sikap permusuhan pada Muslim yang bermukim di Eropa.

Dalam pemilihan umum di Inggris pada bulan Mei yang lalu, banyak komunitas Muslim yang terlibat dalam kampanye dan berperan penting, baik di Partai Buruh maupun Partai Konservatif sehingga para politisi sayap kanan dan tokoh-tokoh ultranasionalis secara terbuka melancarkan propaganda untuk menakut-nakuti masyarakat, bahwa Inggris-bila tak waspada-pada suatu saat nanti dapat berubah menjadi Republik Islam di Eropa. Dalam berbagai acara diskusi populer di televisi, seruan peringatan pun acap kali terdengar: The United Kingdom could be part of the Muslim world!

Karena itu, tak heran bila mereka berusaha menegaskan dimensi-dimensi perbedaan: sejarah, budaya, tradisi, agama, ras, dan asal-usul nenek moyang. Dengan segala perbedaan itu, bagi kaum imigran Muslim dipastikan tidak mudah melakukan asimilasi dan integrasi secara total untuk sepenuhnya menjadi bagian dari masyarakat dan bangsa Eropa.

Dalam sebuah laporan survei yang terdokumentasi dalam Pew Forum on Religion & Public Life, lembaga kajian Pew Research Center dengan jelas menulis, "These [EU] countries possess deep historical, cultural, religious and linguistic traditions. Injecting hundreds of thousands, and in some cases millions, of people who look, speak and act differently into these settings often makes for a difficult social fit." Pernyataan ini dapat ditafsirkan betapa bangsa Eropa berusaha menarik garis demarkasi yang tegas dengan menekankan identitas khas siapa yang disebut sebagai orang Eropa.

Mereka merujuk pada keunikan nilai-nilai budaya dan latar belakang sosial, sejarah, dan geneologi yang membentuk mereka sebagai bangsa Eropa. Sangat jelas, ini merupakan manifestasi politik identitas untuk melakukan pemilahan dan pembedaan dengan sekelompok orang yang tidak memiliki kesamaan apa yang disebut social and cultural origin. Dengan penegasan garis demarkasi semacam itu, sulit bagi kaum imigran berkebangsaan lain untuk dapat melebur ke dalam masyarakat secara menyeluruh. Dalam perspektif demikian, Muslim Eropa mengalami hambatan budaya untuk dapat berintegrasi secara penuh dengan masyarakat kulit putih apalagi menjadi bangsa Eropa.
http://koran.republika.co.id/koran/24/121840/Integrasi_Muslim_Eropa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar