Kamis, 21 Oktober 2010

Kalah di Dalam, Keok di Luar

Jumat, 22 Oktober 2010 | 03:40 WIB
M Fadjroel Rachman
Di mana posisi ekonomi Indonesia dalam persaingan global? Global Competitiveness Index 2009-2010 (World Economic Forum) menempatkan Indonesia pada posisi ke-54 dari 133 negara yang disurvei, sementara pada 2008-2009 di urutan ke-55 dari 134 negara.

Gerak maju yang sangat tidak signifikan untuk negara sebesar Indonesia dengan potensi sumber daya yang luar biasa. Ini menimbulkan pertanyaan mengenai efektivitas dan efisiensi pelaku ekonominya sendiri maupun kemampuan negara, khususnya pemerintah sebagai fasilitator persaingan global tersebut.
Dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, posisi Indonesia tampak limbung dan kedodoran. Lihat Thailand (posisi 36), Malaysia (24), apalagi Singapura (3), bahkan dengan negara yang baru membuka perekonomian pada 1980-an, seperti China (29) dan India (49). Tentu masih bisa dikejar, tetapi dengan cara apa?
Swasta dan pemerintah
Bisakah persaingan global diserahkan kepada pelaku pasar sendiri? Tentu perusahaan yang sehat—berproduksi barang atau jasa secara efektif dan efisien— merupakan prasyarat untuk bersaing secara global. Harus ada lingkungan kondusif di dalam negeri, menurut World Economic Forum, sebagai prasyarat dasar agar kemampuan bersaing secara global bisa unggul: infrastruktur, kelembagaan, stabilitas makroekonomi, pendidikan dasar, serta kesehatan.
Dalam penyediaan prasyarat dasar ini, Indonesia juga jauh tertinggal: urutan ke-70 dari 133 negara, Malaysia (33), Thailand (43), Singapura (2), dan China (36). Namun, masih lebih baik daripada India (79). Agar perekonomian menjadi efisien, World Economic Forum menyebutkan perlunya pelatihan dan pendidikan tinggi, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenaga kerja, pencanggihan pasar keuangan, kesiapan teknologi, dan ukuran pasar. Untuk efisiensi perekonomian dari 133 negara, Indonesia berada di urutan ke-50, Malaysia (25), Thailand (40), Singapura (2), India (35), dan China (32).
Dengan tingkat efisiensi perekonomian yang masih tertinggal itu, sangat masuk akal perekonomian kita pun sangat sukar bersaing di tingkat global. Akibatnya bukan hanya terseok dalam persaingan global, bahkan pasar dalam negeri digerogoti produk impor. Padahal, keunggulan dalam persaingan global dapat dibangun fondasinya dari dalam negeri melalui penguasaan pasar dalam negeri dengan barang/jasa berkualitas tinggi dan harga bersaing dengan produk luar negeri, tentu saja harus berstandar global.
Kerja sama dengan perusahaan yang sudah berjaya secara global sangat diperlukan, selain pengembangan yang kukuh dalam riset dan pengembangan barang/jasa, menggandeng perguruan tinggi atau lembaga riset adalah sinergi yang efektif dan efisien. Dengan demikian, konsumen dalam negeri tentu juga berhak mendapatkan barang/jasa berkualitas tinggi yang diperjualbelikan secara global. Strategi merebut pasar dalam negeri dengan barang/jasa berkualitas global adalah langkah besar untuk menang dalam persaingan global.
Indonesia Incorporated
Dari pengalaman Japan Incorporated, penguasaan pasar global terletak pada hubungan erat sesama korporasi, birokrasi, dan parlemen. Ketiga entitas ini diyakini mampu membentuk Japan Incorporated sejak dekade 1950-an. Untuk menembus pasar dunia, korporasi Jepang membentuk trading house, yaitu Sogo Shosha, dengan jaringan ke berbagai belahan dunia.
Di belakang mereka bergabung ribuan usaha kecil dan menengah yang pada saatnya berkembang menjadi perusahaan besar. Sogo Shosha melahirkan raksasa dunia seperti Toyota, Sony, Marubeni, dan Matsushita. Hasilnya? Ada 71 perusahaan Jepang yang menembus Fortune Global 500 tahun 2010. Toyota Motor menembus peringkat ke-5 dan Japan Post Holding peringkat ke-6.
Prinsip kerja sama ini mendapat penjelasan ilmiah dari pemenang Nobel Ekonomi 1993, Douglass C North dan Robert W Fogel, bahwa kemajuan suatu negara tidak terlepas dari bagaimana sistem atau jaringan antarkelembagaan berinteraksi untuk menghasilkan kinerja maksimal. Pemain terbaru dan luar biasa di panggung dunia adalah China, menempatkan 46 perusahaan, di mana Sinopec di peringkat ke-7 dan State Grid peringkat ke-8. China hanya di bawah AS dengan 139 perusahaan dan Jepang 71 perusahaan. Bahkan, Brasil juga mampu menembus Fortune Global 500 dengan tujuh perusahaan, di mana Petrobras di urutan ke-54, dan Malaysia satu perusahaan melalui Petronas (107).
Jalan keluar
”Semua upaya mewujudkan Indonesia Incorporated, seperti Japan Incorporated, tidak akan berjalan bila pengusaha tanpa dukungan pemerintah,” kata Rahmat Gobel, pemimpin Kelompok Usaha Panasonic Gobel Indonesia. Menurut Gobel, pertama, semua pihak bersatu padu mengembangkan dan mendorong iklim perdagangan adil bagi dunia usaha untuk mengoptimalkan pemanfaatan pasar dalam negeri yang besar.
Kedua, bersatu padu membangkitkan kekuatan daya saing bangsa untuk meraih pangsa pasar di pasar dunia. Ketiga, mengembangkan industri berbasis tradisi dan budaya sebagai salah satu kunci penting menegaskan inovasi baru yang bernilai tambah dan berdaya saing tinggi agar unggul dalam persaingan global, seperti industri batik, jamu, tenun ikat, dan makanan tradisional.
Merebut pasar dalam negeri dengan barang/jasa berkualitas global merupakan langkah raksasa untuk mengubah peta persaingan dari situasi kalah di dalam, keok di luar, menjadi menang di dalam negeri dan unggul di luar negeri.
Setelah ada rencana sasaran menuju keunggulan barang/jasa di dalam negeri sendiri dan di panggung perekonomian global, beserta tahapan dan program pencapaiannya Fortune Global 500, tentu diperlukan komitmen dan integritas dari kepemimpinan nasional yang dapat memotivasi dan memberi inspirasi.
Pemimpin kita perlu belajar dari Barack Obama yang mengatakan, ”We are going to rebuild this economy stronger than before, and at the heart of it are going to be three powerful words: Made in America.” Nah, jalan keluar termudah dan terkuat sekarang ini adalah pemimpin dan publik yang percaya pada: ”Made in Indonesia”.
M Fadjroel Rachman Anggota Lingkar Muda Indonesia dan Ketua Pedoman Indonesia (Lembaga Pengkajian Demokrasi dan Negara Kesejahteraan)
http://cetak.kompas.com/read/2010/10/22/03403637/kalah.di.dalam.keok.di.luar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar