Senin, 31 Agustus 2009

Mahar Pohon Lalongasu

Minggu, 30 Agustus 2009 pukul 01:49:00

Mahar Pohon Lalongasu


Oleh: Malem Sambat Ka'ban

Bulan sabit menyelinap di kerimbunan hutan Lalongasu Alaaha, Tolaki, Sulawesi Tenggara. Melangkah menyayat malam. Melangkah untuk meyakinkan Fouza Daulay nun jauh di Padang Bolak, Tanah Batak, bahwa mahar nikah bukan sekadar basa-basi budaya, emosional kisah-kasih, tapi harus mempunyai nilai ekonomi dan masa depan!

''Baguslah itu!'' ucap Fouza, beberapa minggu sebelum kakiku menapaki tanah becek Lalongasu. ''Memang elok kau beri anakku satu stel perangkat shalat, tapi tak enak hati ini bah! Apa kata orang, oooi boru daulay hanya mendapat seperangkat alat sholat. Kalau itu, masih sangguplah aku beli.''

Di sini, sunyi menepi. Saya bergerak menyelinap di antara puluhan warga Alaaha. Beberapa orang memandangku dengan tatapan asing. Tapi, Tetua Adat meyakinkan mereka bahwa saya akan menanam bibit jati di tanah hutan perawan ini. ''Sebuah pernikahan, menyibak kelambu temanten juga bermakna memulai suatu yang baru, sebut saja membuka hutan perawan,'' tuturku di hadapan Zuestri Boru Daulay di bandara Soekarno-Hatta.

''Membelah tanah, menanam benih juga bermakna sedekah bumi. Dari sebuah pohon yang kita tanam, kita akan banyak mendapatkan berbagai hal yang pada awalnya biasa-biasa saja, tapi insya Allah, kelak menjadi hal yang luar biasa. Sebut saja ini prosesi cinta kita, seperti halnya pohon jati yang akan kita tanam, kita akan mempunyai anak, cucu, dan cicit!''

Prosesi Sumoru Ndiolu masih berlangsung. Ini diawali dengan pembakaran sebutir telur untuk menentukan ke arah mana tapak kaki ini harus melangkah. Telur yang telah dibolongi atasnya dengan jarum diapit dengan bambu kanan dan kirinya. Beberapa orang menyiapkan bambu kering. Mortal membakar bambu kering itu. Telur itu pun dibakar. Dalam pembakaran ini api yang melewati telur dari bawah hanya selewat jadi tidak dipanggang. Saya lihat lubang kecil telur itu menyemburkan putih kuning telur. Beberapa orang bertariak girang.''Ini pertanda baik,'' ucap Mortal. ''Langkah kita sudah benar.''

Saya mengangguk pelan. Mataku merayapi asap putih di seputar telor itu. '' Nah ! Itulah kau! Itulah yang aku suka,'' ucap Fouza Daulay. ''Aku tak suka hanya dengan sekian gram emas atau entah apa juga. Aku mau kau beri anakku itu ladang luas. Kau tanami di ladang itu bibit jati atau apa yang kalian suka. Dan, jadikan itu mahar nikah. Baru kau boleh beristri Zuestri!''

Fouza Daulay bicara lugas, beberapa minggu yang lalu. Matanya melihat peta. Dan? Telunjuknya mengarah ke Alaaha Tolaki. Awalnya ini sulit! '' Ah ! Cam mana kau!'' sambung Fouza, meyakinkan saya untuk tetap melangkah menuju Alaaha. ''Seorang antropolog tidak akan pernah merasa asing di bumi manapun juga. Ini bumi Allah.''

Mosehe ! Ya! Sangat menggetarkan kolbuku. Prosesi permohonan kepada Sang Pemilik Hutan agar masih menyisakan kesuburan tanah. Seekor ayam dipotong. Darah muncrat membasahi sirih, daun sirih, dan kapur sirih. Terus? Sebuah golok ditancapkan di batang pohon beringin. Ayam putih dilepaskan.''Jika ayam tersebut kembali ke rumah, daerah tersebut tidak dapat untuk dibuka. Jika ayam tersebut tidak kembali, daerah tersebut dapat dibuka menjadi daerah perladangan,'' ungkap Mortal. ''Dan, itu jadi milik kamu.''''Kamu lihat lebah itu Tara?'' tanya Mortal.

Saya mengangguk.''Itu Lalongasu! Wilayah ini merupakan tempat lebah membuat sarang dan tempat rotan tumbuh subur, selain itu berbagai hasil ikutan hutan yang tumbuh di daerah Lalongasu. Ini sangat menunjang kehidupan ekonomi masyarakat Desa Alaaha. Kita tidak akan pernah menebangnya.''
''Kearifan lokal sekaligus konservasi hutan bersifat tradisional?''
Mortal mengangguk.
''Tapi, kamu yakin akan menanam 99 jati di sini sebagai mahar nikah kamu?''
Saya mengangguk.
Penentuan lokasi biasanya dilakukan pada waktu pemberahi. ''Pemberahi jatuh pada bulan ke-8 sesuai dengan perhitungan bulan Laiwoi, perhitungan bulan mulai terbit hingga terbenam. Pemahaman waktu ini adalah sesuai dengan bentukan bulan di langit dari mulai langit tanpa bulan, purnama, hingga kembali langit tanpa bulan,'' ungkap Mortal. ''Yaitu, hari mencari lokasi, namun jika hari tersebut telah lewat dapat dilakukan pada hari ke molambu, tuluno, dan keruo.''

Choking Susilo Sakeh tertawa saat saya katakan bahwa saya akan memberikan mahar Lalongasu. ''Akan saya tanam 99 benih jati. Dan, ini saksi sejati betapa saya sangat mencintai Zuestri.''
''Ini namanya pernikahan ekonomi. Dagang!'' tanya Sultan Jawer tuturnya melalui komunitas jejaring sosial www.facebook.com.
''Ya! Mahar nikah mutlak milik mempelai wanita! Kita berharap pernikahan menjadi abadi. Tapi, siapa bisa menebak ke arah mana angin pernikahan berembus? Suatu saat, bisa saja, nasib berkata lain. Terus cerai! Mahar Nikah itulah yang menjadi pegangan hidup seorang janda.''
''Kamu sudah berpikir buruk.''

''Saya cuma berpikir langkah kita ada di genggaman Tangan Allah! Lagi pula, tidak pernah saya temukan dalam sejarah Rasullulah SAW, beliau memberi mahar nikah separangkat alat shalat. Beliau selalu memberikan mahar yang terbaik, termahal untuk calon istrinya.''
''Tapi, apa ini tidak mengada-ada?''
Saya diam. Tapi, Fouza Daulay bicara lain, ''Itu pun untuk masa depan kau, anakku, dan cucu-cucuku kelak. Kau tidak bisa hitung masa depan kau hanya dengan perhitungan saat sekarang. Tapi, dengan menanam jati? Alah mak ! Lihat itu Babah Hing Ho. Tinggal duduk ongkang-ongkang kaki, uang di kantong tak jua hilang ditelan krisis.''
Pagi-pagi saya sudah dibangunkan.
''Ayam putih tidak kembali,'' ucap Mortal. ''Ini berita baik. Kita bisa melangkah ke prosesi selanjutnya.''

Beberapa orang Uluiwoi sudah mempersiapkan peralatan untuk pencarian tanah baru. Mereka membawa parang, owule (daun siri), sebatang kayu (tokule), dan rotan. Beberapa peralatan tersebut nantinya digunakan untuk melihat keberadaan lokasi sebelum dijadikan daerah perladangan. Kesuburan tanah dapat dilihat dari warna tanah yang gelap dan batang kayu yang bagus, selain itu tumbuhan bambu, rotan, dan kayu-kayu lembek dapat menentukan kesuburan Lalongasu. Kesuburan tanah juga bisa dilihat dari warna tanah, jenis pohon, pertumbuhan rumput dan tanaman-tanamannya yang tidak layu pada masa kemarau. Meski begitu, biasanya terdapat daerah tanah putih yang tidak bisa ditanami karena tanahnya keras dan padi ladang tidak akan tumbuh subur.
''Alaaha di beberapa daerah merupakan kawasan karst dengan jenis batuan karst yang keras sehingga sulit untuk ditanami,'' ujar Mortal.
''Tapi, dari laboratorium CHkI Kweang Hiong Korea Utara, kawasan karst ini sangat kondusif untuk menanam jati,'' ujarku.
''Kamu sudah ke Kweang Hiong?'

Saya tersenyum. Beberapa minggu setelah Fouza Daulay mengultimatum agar saya ke Alaaha Tolaki, langsung saya dan Zuestri terbang ke Kweang Hiong, Korea Utara. Hmm , aku terpukau! Zuestri ternganga, sebuah kawasan hijau begitu luas. Sepanjang mata memandang yang terlihat hamparan melengkung pohon-pohon jati, langit biru, butir-butir salju bagai debu turun. Dan, sekumpulan burung putih She Giok Keh berterbangan mengitari areal tanah rendah.
''Inikah masa depan kita Iwan Tara?'' tanya Zuestri.
'' Yah ! Tapi, tidak di negeri orang,'' ucapku seraya memeluknya erat-erat. ''Kita akan menciptakan hal yang sama di negeri kita sendiri. Ladang jati di Alaaha.''

Zuestri tersenyum. ''Tanah Alaaha tanah surga. Kita tanam jati! Biarkan saja begitu. Beberapa tahun kemudian, bisa saja saat kita butuh cost untuk sekolah anak-anak kita, kita cukup jual satu dua pohon jati. Selesai! Atau saat kita merayakan pernikahan perak kita, kita bisa jual sepuluh atau dua puluh pohon jati. Selesai!''
Saya tertawa. Impian-impian indah, gemah ripah loh jinawi, yang bermula dari mahar nikah berupa 99 pohon jati, tunai!
Tetua adat menancapkan tokule [2] dan meletakkan owule [3] dan rotan di atas tanah. Sambil duduk bersila, tetua adat itu menuturkan kalimat-kalimat panjang yang tentu saja tidak saya mengerti.

'' Waonggoleu Mombewula`ako O`uka Waonggo Monda`u Hada ,'' Yang bermakna saya berniat membuka lahan baru, hendaknya bisa ditunjukkan lahan yang baik, kalau ada tanda tidak baik, beri kami tanda. Terus? Beberapa orang menebang kayu sebanyak 4 kali di sekitar tempat membacakan niat.

''Keesokan harinya, jika tokule dan okule berhamburan, tanah ataupun lokasi tersebut tidak baik untuk dijadikan daerah perladangan, namun jika keadaannya tetap utuh, berarti dapat dibuka menjadi daerah perladangan,'' ucap Mortal.
''Oh, ya?''.
''Kita belajar dari alam. Kita belajar dari hari-hari kemarin. Dan, memang dari sejarah, kita akan banyak mendapatkan kearifan-kearifan kulturistik,'' ucap Mortal.
Mortal meneguk minuman Jomaik.

''Selama masa pencarian atau penentuan lokasi dan selama masa perladangan, orang Uluiwoi memperhatikan keberadaan meualo. Suara-suara burung murai atau burung tekiki (tolaki). Apabila melihat babi yang sedang menggali tanah atau tikus mati, kegiatan pada hari itu harus ditunda,'' ungkap Mortal.
Mortal menepuk bahuku.
''Kamu dengar suara alam, Iwan Tara?''
''Yah ...''
''Meualo dibagi dalam dua waktu, yaitu siang mosui dan malam woroko. Pertanda dari burung pada waktu siang hari (mosui) dilihat berdasarkan 3 kriteria bunyi, yaitu pertanda baik (meroi), pertanda kosong atau tidak ada tanda-tanda (tekiki), dan pertanda buruk (huanika). Pada malam hari, worokou ditandai dengan bunyi ganjil yang berarti pertanda baik dan bunyi genap atau kosong yang berarti pertanda buruk.''
''Ada pesan cerdas dari alam sekitar untuk kita?''
''Masalahnya, apakah kita bisa menangkap pesan cerdas alam itu atau tidak?''
''Maksud kamu?''

''Dari pemotongan ayam juga dapat diketahui pertanda apa yang bakalan terjadi. Jika tulang leher ayam tersebut tertutup oleh kulitnya, berarti ada pertanda tidak baik untuk pembukaan lahan. Namun, jika ayam tersebut terlihat mati merangkak, berarti akan ada pertanda baik. Bahkan, ada mitos yang berkembang bahwa jika tulang leher ayam tertutup oleh kulit biasanya sebelum berhasil dalam perladangan, peladang akan meninggal atau tertimpa musibah.''

Saya seperti melihat cermin masa silam yang cendekia.
Dan? Tetua adat menyalamiku erat-erat.
''Selamat Iwan Tara! Kamu sudah memiliki Lalongasu! Tapi, Lalongasu baru bisa ditanami setelah biasanya 3-5 tahun. Kepemilikan Lalongasu adalah orang yang pertama kali membuka daerah tersebut dan tidak bisa orang lain mengambilnya, kecuali meminta pada yang memiliki. Kamu mengerti apa yang aku katakan?''
''Saya mengerti, Pak.''
Ia menjabat erat tanganku, merangkulku erat-erat.
''Andai tidak hanya kamu yang menunaikan mahar nikah dengan sebidang Lalongasu,'' ucap tetua adat.
Suara saya agak parau saat saya katakan lahan lalongasu tidak bisa langsung ditanami 99 benih pohon jati. Wajah Fouza Daulay tertekuk ke belakang. Ada seleret kecewa di dahinya.
''Jadi?''
''Yah, itulah itu.''
''Artinya, kau akan nikahi anakku nanti lima tahun yang akan datang saat lahan Lalongasu itu bisa ditanami 99 benih pohon jati?''
Saya diam. Zuestri menepuk bahuku.

''Saya pikir tidak harus ditunda, ayah. Hijab kabul mahar nikah bisa dalam bentuk utang. Artinya, sebuah pengakuan bahwa Mas Iwan Tara menikahiku dengan mahar lahan Lalongasu berikut 99 benih pohon jati di atas lahan itu, utang!''

Fouza Daulay tertawa. Ia berdiri mendekatiku. Memeluk saya, erat-erat.
''Kamu punya keberanian untuk mengatakan itu, Iwan Tara?''
Saya mengangguk. Meski hal itu, mustahil saya katakan.
''Yakin kamu bisa mengatakan itu?''
''Untuk Zuestri dan lahan Lalongasu.''
''Coba kamu katakan ...''
Saya pandangi Zuestri. Wanita paling manis di mataku itu mengangguk, pelan.
''Kamu bisa, Iwan Tara ...''
Saya menghela napas. Saya lihat di mata Zuestri ada bulan sabit di atas lahan Lalongasu. Saya lihat di wajah Zuestri ada anak-anak kecilku berlari di antara ratusan pohon jati. Saya lihat di hidung Zuestri ada keringat kecil. Dan, impian yang terus berlari di hamparan lahan luas yang di atasnya tumbuh pohon-pohon kecil jati. Saya menghela napas panjang dan berkata lirih, ''Saya terima nikah Zuestri binti Fouza Daulay dengan mahar nikah separangkat alat sholat dan lahan Lalongasu, Alaaha Tolaki seluas 500 hektare tunai yang di atasnya terdapat 99 benih pohon jati, utang.



ESAY
Syair dalam Sastra Sufistik
Oleh Naan Suherman*

Hati yang kosong dari cahaya sama sekali bukan hati;
Jika tidak ada ruh, maka tak ada bagian dari keseluruhan.
Botol yang tidak mengandung cahaya kehidupan,
Jangan menyebutnya lampu, ia hanyalah sebuah botol berisi air seni.

(Jalauddin Rumi)

Sufisme adalah sebuah faham atau ajaran keagamaan yang berbasiskan ihsan. Ihsan sendiri adalah buah karya dari keberserahan (Islam) dan keyakinan (iman). Orang yang berada di jalan ini dan mengamalkan ajarannya disebut sufi. Spiritualitas adalah dunianya.Bagi kaum sufi, spiritualitas merupakan kenyataan, dan bukan khayalan. dalam bingkai inilah kaum sufi berharap bisa berlama-lama menikmati lezatnya manifestasi ekstasenya.

Spiritualitas merupakan wilayah hal atau keadaan, di mana keberadaannya tidak kasat mata, tidak menetap, dan hanya dapat disentuh oleh rasa batin yang terdalam. Wujud dzahir dari pengalaman ini, tertuang dalam ungkapan-ungkapan indah dalam sajak-sajak. Sajak karya Jalaluddin Rumi di atas adalah salah satunya.

Pesan sajak tersebut adalah sindiran sekaligus sebagai alarm bagi orang-orang yang ghoflah . Lalai terhadap perintah Allah, bahkan jauh dari mengingat-Nya. sedangkan hati yang dipenuhi dengan dzikir asma-Nya dilingkupi cahaya terang-benderang, menghangatkan ruang hati, dan menyejukkan jiwa. Hati yang seperti inilah bagaikan lentera yang akan terus menyala di sepenjang malam yang gelap.

Cinta sebagai tema sastra sufistik
Dalam cinta-Mu, rasa sakit dan kepedihan ini semuanya hilang;
Ketika berjumpa denganmu, kepedihan perpisahanku usai sudah.
Seberkas cahaya penyingkapan-Mu telah menghapuskan
Semua perbedaan antara lebih dan kurang, baik dan buruk.


Syair ini adalah gambaran sang pencinta yang telah mencapai cinta hakiki. Dalam keadaan ( haal ) mistis ini, ketika pencerahan esensi Ilahi disingkapkan, seperti laron, ruh menceburkan diri ke dalamnya dan musnah ditelan cahayanya; ia tidak sadar dirinya sendiri, dan substansi Tuhan dengan sifat-sifat ilahi pun digantikan. Ruh pun mendapatkan kedamaian. Firman Allah yang artinya: ''Allah telah menuliskan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan ruh dari-Nya,'' (QS 58: 22).

Cinta menjadi sentral, sebab cinta dapat mengantarkan sang salik (orang yang menempuh perjalanan ruhani) pada tujuan utama, yakni Tuhan.Untuk menggapai cinta-Nya, salik harus menyucikan dirinya (tazkiyah al-nafs) sebagai persyaratan mutlak. Dalam proses tazkiyah al-nafs ini, sang salik yang memiliki semangat yang tinggi dan bersungguh-sungguh akan mendapatkan pengalaman spiritual yang luar biasa. ''Dan mereka yang berjuang dan bersungguh-sungguh demi Kami, Kami pasti akan menunjuki mereka jalan-jalan kami.'' (QS.29:69)

Jalan-jalan menuju Yang Mahacinta terhampar luas. Memiliki banyak perlintasan dan persimpangan, lembah menurun yang dalam hingga kepada jalan yang terjal. Masing-masing jalan itu, ada penggodanya, wanita cantik, harta berlimpah, prestise strategis, juga anak dan istri yang bisa menjadi fitnah. Biang keroknya adalah jiwa yang menipu. Penyair Sa'di berkata:

Wahai, engkau yang punya kemahiran di telapak tanganmu;
Dan menyembunyikan segenap kelemahan di ketiakmu;
Wahai orang tak berguna! Apa yang ingin engkau beli
Dengan perak tiruan pada hari kiamat nanti?


Tipu daya jiwa yang selalu mengarah kepada keburukan ini, akan terhindarkan hanya oleh seorang salik yang istiqamah pada jalan-Nya. Ujian-ujian yang ada di setiap persimpangan riyadhah -nya justru akan semakin memantapkan keimanannya, dan memperkaya pengalaman spiritualnya. Berpaling dari dunia bukanlah suatu hal yang merugikan. Alam dunia hanya sekelebat, hanya persimpangan sementara, bersifat fana dan menipu. Hasan al-Bashriseorang zahid besar yang memengaruhi perkembangan tasawuf awal mengatakan:

Dunia ini laksana mimpi atau bayang-bayang fana,
Seorang bijak tak bakal tertipu oleh hal semacam ini


Untaian kata-kata kaum sufi baik dalam bentuk aporisma ataupun dalam syair merupakan apresiasi gejolak jiwa, pengalaman spiritual, dan pembacaan atas realitas yang terindra. Kesan yang bisa ditangkap sebagian besarnya adalah nasihat.

Pesan-pesan yang berisikan nasihat itu, sebenarnya merupakan pengalaman spiritual yang disamarkan dengan menggunakan analogi-analogi.
Tidak ada kesan semu dalam karya sufistik, apalagi bersifat komersial. Karya yang terlahir bukanlah tujuan, tapi lebih sebagai alat bantu. Sa'di menyinggung orang semu ini dalam syairnya:

Hatiku bersama-Mu, tetapi mataku entah melihat ke mana,
Agar tak seorang pun curiga kalau aku tengah menatap-Mu
Terima kasih Tuhan, hatiku pedih karena cinta-Mu,
Dan terbebas berbagai tumpukan kesedihan dan kedukaan.


Syair-syair semu, biasanya tak bisa bertahan lama, dan hanya dikenang sesaat saja. Meskipun tema-tema yang diusung sama dengan apa yang diungkapkan kaum sufi. Ia hanyalah karya debu yang menempel pada permukaan hati yang sewaktu-waktu akan terbang bersama angin yang mengempaskannya. Fenomena karya sastra jenis ini masuk dalam kategori pseudo sastra sufistik.

Naan, S.Psi.I
Pemerhati budaya dan penulis buku. Tinggal di Bogor

Tidak ada komentar:

Posting Komentar