Senin, 31 Agustus 2009

Maroko, Islam Radikal vs Reformasi

Maroko, Islam Radikal vs Reformasi

By Republika Newsroom
Kamis, 27 Agustus 2009 pukul 21:22:00


Maroko, Islam Radikal vs ReformasiNEW YORK TIMES

Raja Maroko, Mohammed VI berusaha membaur dengan mengunjungi kawasan utara Maroko, kawasan yang dulu tak mau dikunjungi ayahnya

CASABLANCA, Moroko--Maroko telah lama dipandang sebagai negara Islam yang tengah memodernkan dan meliberalkan diri. Negara itu terbuka pada Barat dan menjadi jembatan potensial untuk menenangkan konflik Timur Tengah.

Namun di bawah tekanan radikalisme Islam, Raja Mohammed VI memperlambat langkah perubahan. Kekuasaan masih terpusat di kerajaan, demokrasi pun terlihat tampilan ketimbang nyata. Ketika kerajaan berkeras tetap komitmen pada reformasi lebih dalam, pejabat senior berbicara soal keseimbangan antara kebebasan dan kohesi sosial.

Sejak serangan bom besar di hotel-hotel pusat kota dan area perbelanjaan oleh radikal Islam pada 2003 dan percobaan pengeboman lain pada 2007, ada serangan terus-menerus yang diduga dilakukan oleh kelompok ekstrimis di negara itu.

Pada 2003, setiap orang dengan janggut panjang cenderung ditahan. Bahkan kini, sekitar 1.000 tahanan yang dianggap penganut radikal Islam, tetap dikurung dibalik penjara Maroko. Enam politisi Islam (juga seorang reporter dari stasiun televisi Hizbullah, Al Manar) dipenjara baru-baru ini. Mereka dituduh terlibat dalam plot terorisme skala besar.

Kasus penangkapan sering kali acak dan dasar utama pada bukti tertentu saja, demikian menurut seorang kuasa hukum dari tahanan, Abelaziz Nouayadi dan Pengamat Hak Asasi Manusia, seperti yang dilansir oleh New York Times, 26 Agustus.

Dalam sebuah wawancara sangat jarang dengan kepala intelijen Maroko, Yassine Mansouri, mengatakan penahanan politisi "menggunakan aktivitas politik sebagai kedok untuk kegiatan teroris," "Bukan tujuan kami untuk menghentikan sebuah partai politik tertentu," ujarnya. "Ada sebuah undang-undang yang harus diikuti,"

Maroko dipenuhi ancaman, ujar Yassine, oleh dua tipe ekstrimis, Wahabisme konservatif yang disebarkan oleh Saudi Arabia dan Syiah yang disebarkan Iran. "Kami menganggap kedua golongan agresif," kata Yassine. "Islam radikal memiliki angin untuk berlayar, dan tetap kami anggap ancaman,"

Al Qaidah, masih oleh Yassine, kelompok yang terutama aktif di Aljeria, tetap menjadi masalah utama bagi Maroko. Pejabat itu mengatakan situasi sangat genting pada kaum muda dan kelompok itu menciptakan ulang rute latihan ke Afghanistan melalui Paksitan sekaligus baru saja mensponsori bom bunuh diri di Mauritania.

Sementara Menteri Luar Negeri, Taïeb Fassi Fihri berkata, “Kami tahu di mana letak risiko pada stabilitas kami. Kami tahu anak-anak mendengarkan lagu-lagu Islami tersebut, sehingga kami perlu bertindak cepat,"

Raja Mohammed, yang merayakan 10 tahun sebagai pemegang mahkota tahun ini telah bersumpah membantu kaum papa dan menghapus area kumuh, dikenal "bidonville" dimana radikalisme diduga berbenih di sana. Salah satu area kumuh, Sidi Moumen, adalah tempat di mana para pengebom tinggal telah dikembangkan.

Setengah dari penghuni ditarik keluar dan sekitar 700 keluarga dipindah ke batas luar kota, di mana mereka diberi lahan kecil berharga murah untuk membangun perumahan baru. Hamid al-Gout, 34 tahun, dilahirkan di Sidi Moumen dan membangun tempat tinggal seadanya di sana. Hampir setiap orang, menurut Hamid, telah dipenjara hal itu membuat grup-grup politik islam mengadakan pertemuan diam-diam.

"Kadang kita berbicara, sekitar 12 atau 14 orang, tentang kehidupan kami," ujar Hamid. Ia menambahkan hati hati, "Namun kini tidak ada pemikiran radikal di sini,"

Raja, yang menganggap dirinya sebagai pembaharu dan reformis, telah berinvestasi besar dalam pembangunan ekonomi, mengendorkan pengawasan ketat pada media, memberi lebih banyak hak pada kaum wanita dan memberikan titik terang pada kekerasan hak asasi manusia di masa lalu.

Itu semua, oleh dunia internasional, dianggap langkah besar di dalam wilayah yang didominasi negara dengan kontrol tanpa kompromi, macam Aljeria, Tunisia, Libya dan Mesir.

Lalu pada Maret, raja memutus hubungan diplomatik dengan Iran. Maroko menuduh Teheran melakukan "campur tangan tanpa toleransi terhadap urusan dalam negeri" dengan mencoba menyebarkan Syiah di Maroko dan merekrut warga Maroko di Eropa, terutama Iran untuk berpartisipasi dalam kegiatan terorisme, demikian disampaikan oleh Yassine.

Raja juga mencoba lebih membaur, contoh bepergian ke Maroko utara, di mana sang ayah dulu menolak pergi ke sana. Kawasan utara juga dianggap sebagai lahan subur ekstremisme dan rumah bagi anggota Al Qaidah, pengebom kota Madrid. Raja bahkan menggelar upacara tradisional yakni kerja sama atau baiaa, tahun ini, di Tetouan dan memberi pendanaan pengembangan secara signifikan di sana.

Namun respon dari warga Maroko juga mengerem upaya reformasi tersebut, bahkan masih ditemukan pengadilan korup dan peraturan yang menekan wanita demi tidak membakar pihak konservatif dan tradisional, terutama di sisi kaum miskin di mana kaum ekstrimis kerap ditemukan.

Berbagai serangan di dalam negeri pun mau tak mau ikut merusak jejak rekam hak asasi Maroko. Tahanan Muslim sering diperlakukan kasar di dalam penjara, kadang di sodomi dengan botol, demikian menurut penuturan Abdel Rahim Moutard, mantan tahanan. Ia juga mengatakan tangannya patah selama interogasi.

Ia dulu adalah pengelola Ennasir, organisasi kanan untuk para tahanan dan mantan tahanan. Namun, ketika ia dan beberapa orang keluar, mereka hanya mendapat sedikit bantuan baik dari masjid maupun Ennasir.

"Banyak yang terkejut setengah mati mengetahui negara akan memperlakukan kita seperti ini," ujar Abdel Rahim. "Setelah tindakan dengan botol itu, setiap kali pergi ke toilet pasti kami teringat, dan berpikir untuk membalas dendam,"

Para Kritikus juga melihat raja dan kawan-kawan dekatnya sebagai "kerabat kerajaan" antidemokrasi. Raja telah memusatkan banyak kekuatan ekonomi di dalam istana, demikian argumen mantan redaktur Journal Hebdomadaire, Aboubkr Jamai. Langkah menuju sistem lebih demokratis, dengan pembagian kekuasaan ke Parlemen atau monarko konstitusional masih jauh dari terwujud, paling tidak menurut Aboubkr, untuk saat ini.

Memang, penjabat menyatakan siap menghapus kemiskinan, buta huruf namun korupsi tetap menjadi tantangan serius. Raja, menurut para kritikus, telah membuat reformasi hukum sebagai tujuan utama.

Hanya saja dalam pesan yang ditayangkan di televisi nasional pada ulang tahun ke-10 sebagai raja, Mohammed VI berbicara soal kemiskinan dan pengembangan. Namun ia tidak menyebut kata korupsi, alih-alih ia hanya menyebutkan satu hal tentang "keadilan sosial" dan bukan tak mengungkit reformasi hukum. itz

Tidak ada komentar:

Posting Komentar