Minggu, 19 September 2010

Pertarungan Baru di Timteng

Senin, 20 September 2010 | 03:04 WIB
Timur Tengah, yang selama ini selalu dikatakan sebagai sumber instabilitas dan konflik politik, menjadi mandala perlombaan senjata lagi.
Menurut data terakhir yang dikeluarkan Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), Maret lalu, ekspor senjata ke kawasan Timur Tengah (Timteng) untuk periode 2005-2009 meningkat lebih dari 20 persen dibandingkan dengan periode lima tahun sebelumnya.
Sebelum-sebelumnya, pembangunan persenjataan di Timteng selalu didorong oleh adanya kecurigaan terhadap Israel yang memiliki 200 hulu ledak nuklir dan menerima bantuan militer senilai jutaan miliar setiap tahun dari AS.
Akan tetapi, kini, banyak yang berpendapat bahwa perlombaan senjata belakangan ini lebih didorong adanya kekhawatiran negara-negara Arab terhadap pembangunan senjata nuklir oleh Iran, meskipun Iran selalu menyatakan tidak memiliki ambisi untuk itu.
Sekadar sebagai gambaran, Arab Saudi menghabiskan 33 miliar dollar AS per tahun—tiga kali lebih besar dibandingkan dengan Israel—untuk membeli perlengkapan militer. Sebagian besar anggaran itu untuk membeli sistem rudal Patriot dari AS dan tahun lalu membeli 72 pesawat tempur dari Inggris. Bahkan, harian The Wall Street Journal beberapa hari lalu memberitakan, AS berencana menjual senjata kepada Arab Saudi senilai 60 miliar dollar AS.
Niat AS itu segera ditanggapi Rusia dengan menjual rudal antikapal penjelajah kepada Suriah. Menteri Pertahanan Rusia Anatoly Serdyukov mengatakan, penjualan rudal P-800 Yakhont itu merupakan pemenuhan kontrak yang ditandatangani tahun 2007. Sebelumnya, China telah menjual rudal antikapal kepada Suriah yang digunakan dalam perang 2006 antara Israel dan Hezbollah.
Negara lainnya di Timteng, seperti Kuwait, Bahrain, Qatar, dan Oman, tidak mau ketinggalan. Mereka juga memperkuat diri dengan membeli senjata dari negara-negara Barat. Selama ini empat pemasok utama persenjataan di Timteng adalah AS, Perancis, Jerman, dan Inggris. Uni Emirat Arab, misalnya, juga mendapat pasokan senjata dari AS, Perancis, dan Jerman.
Pacuan senjata di Timteng itu, yang didorong oleh kekhawatiran kebangkitan Iran dan dimanfaatkan oleh negara-negara pemasok senjata, akan menimbulkan persoalan baru di kawasan. Sementara persoalan lama, konflik Palestina-Israel, masih jauh dari penyelesaian.
Tentu hal tersebut adalah perkembangan yang mengkhawatirkan. Kita bisa membayangkan, apabila negara-negara di kawasan itu saling berpacu memperkuat diri, ditambah dengan saling curiga, apa jadinya nanti. Isu senjata nuklir Iran saja sudah membuat Israel pasang kuda-kuda, sekarang ditambah Suriah yang mendapat tambahan senjata dari Rusia. Taruhannya adalah terguncangnya stabilitas dan keamanan kawasan.
http://cetak.kompas.com/read/2010/09/20/03040964/tajuk.rencana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar