Minggu, 19 September 2010

Suksesi Penegak Hukum

Senin, 20 September 2010 | 03:04 WIB
Secara hampir bersamaan, kita dihadapkan pada proses suksesi penegak hukum, yaitu Kepala Polri, Jaksa Agung, dan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kita angkat isu suksesi karena posisi ketiganya strategis dalam sistem penegakan hukum Indonesia, khususnya pemberantasan korupsi. Suksesi itu penting karena ketiga lembaga sedang tersandera persoalan yang membuat tingkat kepercayaan publik kepada lembaga itu rendah.

Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri segera mengakhiri masa jabatannya. Begitu juga dengan Jaksa Agung Hendarman Supandji. Jauh-jauh hari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mewanti-wanti agar tidak terjadi gerakan politik untuk proses suksesi itu.
Adapun pemilihan pemimpin KPK berbeda latar belakangnya. Pemilihan pemimpin KPK dilakukan karena Ketua KPK Antasari Azhar diberhentikan. Melalui proses seleksi yang melibatkan unsur masyarakat, Presiden telah menerima dua nama calon pemimpin KPK, Bambang Widjojanto dan Busyro Muqoddas. Hampir tak terdengar resistensi publik terhadap dua calon tersebut.
Publik berharap suksesi pucuk pimpinan lembaga penegak hukum dapat mengatasi persoalan kelembagaan yang melilit lembaga itu. Kita harus jujur mengakui bahwa ketiga lembaga itu sedang menghadapi krisis kepercayaan. Krisis terjadi akibat pelaksanaan fungsi dan kewenangan lembaga yang dilaksanakan dengan menyimpang.
Baik Polri, Kejaksaan Agung, maupun KPK bukanlah organisasi politik. Karena itu, menjadi agak janggal dan di luar kelaziman ketika muncul manuver politik berupa petisi dari 8.479 jaksa yang tergabung dalam Persatuan Jaksa Indonesia yang menginginkan calon Jaksa Agung dari dalam. Manuver politik itu paling tidak mengindikasikan adanya resistensi jaksa terhadap calon Jaksa Agung dari luar serta mengindikasikan adanya masalah di dalam tubuh kejaksaan. Padahal, penentuan calon Jaksa Agung, baik dari dalam maupun dari luar, adalah hak Presiden.
Berbeda dengan Polri dan KPK, pemilihan Jaksa Agung menjadi hak penuh Presiden, tanpa melalui DPR, sedangkan seleksi Kepala Polri dan Ketua KPK harus melalui DPR. Ada uji kelayakan dan kepatutan di sana. Akseptabilitas politik akan jadi pertimbangan utama.
Dalam konteks pemberantasan korupsi, kita mengharapkan tiga pemimpin lembaga itu betul-betul sosok yang mempunyai komitmen memberantas korupsi, termasuk kemauan membersihkan internal lembaga dari unsur yang tidak mendukung pemberantasan korupsi. Mereka juga harus mampu dengan segera meraih kepercayaan dan dukungan publik.
Perang terhadap korupsi harus dilakukan dengan sebuah gerak bersama lembaga penegak hukum, bukan dengan saling mendelegitimasi atau malah mengembangkan persaingan tidak sehat. Hanya dengan soliditas dan visi bersama lembaga penegak hukum, kita masih bisa berharap dengan agenda pemberantasan korupsi bangsa ini.
http://cetak.kompas.com/read/2010/09/20/03040964/tajuk.rencana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar