Sabtu, 18 Desember 2010

Kisruh Badan Kehormatan

TAJUK RENCANA
Kamis, 2 Desember 2010 | 02:55 WIB


Kisruh Badan Kehormatan
Berita kurang enak masih datang dari lembaga perwakilan kita. Kini, kekisruhan terjadi di dalam tubuh Badan Kehormatan Dewan Perwakilan Rakyat.
Perseteruan internal dalam tubuh BK DPR itu mencuat menyusul keberangkatan delapan anggota—dari sebelas anggota—BK DPR ke Yunani. Mereka studi banding ke Yunani untuk belajar etika di negara tersebut. Dalam perjalanan pulang, mereka mampir ke Turki.
Pro-kontra terjadi di dalam DPR maupun di internal BK DPR. Silang pendapat di antara anggota BK DPR terjadi dan memuncak dengan adanya pengaduan kelompok masyarakat soal kunjungan sejumlah anggota BK DPR ke Yunani.
Studi banding DPR ke luar negeri memang bukan hanya dilakukan anggota BK DPR. Sejumlah anggota DPR juga studi banding ke luar negeri, seperti studi banding UU Kepramukaan ke Afrika Selatan. Ada juga yang studi banding ke London, China, dan sejumlah negara lain.
Kita angkat kekisruhan di BK DPR yang terjadi setahun terakhir ini karena kekisruhan itu merugikan masyarakat. Berbagai pengaduan masyarakat terhadap perilaku anggota DPR tidak bisa ditindaklanjuti oleh BK DPR.
Rapat pimpinan DPR telah berupaya berembuk untuk menyelesaikan kekisruhan tersebut. Kita menaruh harapan DPR mampu menyelesaikan kekisruhan internal dalam tubuh DPR. Kita mendukung solusi kompromi pimpinan DPR untuk mengganti semua anggota BK DPR meskipun pergantian setiap anggota BK DPR merupakan wewenang dan tanggung jawab fraksi.
Politik adalah seni mencari berbagai kemungkinan, tidak semata-mata soal menang dan kalah. Karena itu, kita menghargai langkah fraksi-fraksi yang telah menunjukkan komitmen dalam rapat pimpinan DPR untuk mengganti anggotanya yang duduk di BK DPR. BK DPR perlu segera bisa bekerja untuk menangani pengaduan masyarakat yang mengeluhkan perilaku anggota DPR.
Kisruh berkepanjangan di dalam tubuh DPR jelas tidak menguntungkan citra DPR secara keseluruhan yang sedang terpuruk. Terlebih, BK DPR ditempatkan publik dalam posisi terhormat, yang bertugas mengawasi penegakan kode etik anggota DPR. Sebagai sebuah lembaga terhormat, seyogianya mereka segera mengakhiri kekisruhan internal itu.
Kita juga mencatat kebiasaan DPR melakukan studi banding ke luar negeri selalu menimbulkan kritik masyarakat. DPR sering kali dinilai kurang peka terhadap aspirasi masyarakat dan tidak mempunyai skala prioritas dalam melaksanakan tugas fungsinya.
Kritik masyarakat terhadap DPR yang melakukan studi banding itu bisa dimengerti karena selama ini masyarakat juga tidak mengetahui apa hasil studi banding mereka. Padahal, pimpinan DPR sudah memutuskan agar anggota DPR yang melakukan studi banding untuk melaporkan hasil kunjungannya kepada masyarakat.


***
WikiLeaks dan Diplomasi
Pembocoran informasi rahasia oleh situs WikiLeaks telah membuat wajah Amerika Serikat merah padam.
Kita tak habis pikir, kok bisa dokumen berklasifikasi rahasia jatuh ke tangan pihak yang tidak punya kewenangan. Kalau saja dokumen tersebut milik negara yang tidak canggih dalam penanganan informasi, hal itu mudah dimengerti. Namun, bukankah yang mengalami kebocoran informasi adalah negara maju dalam teknologi informasi?
Dari kawat diplomatik antara kedutaan AS di sejumlah negara dan Washington, dunia mengerti apa penilaian diplomat AS tentang pemimpin dunia, yang banyak di antaranya merupakan sahabat AS. Ada komentar tentang kanselir Jerman, presiden Perancis, dan mantan pemimpin Inggris. Kalau hanya komentar tentang pemimpin, di negara demokrasi itu hal umum. Yang menghebohkan adalah pengungkapan bahwa pemimpin negara Arab mengimbau AS untuk menyerang Iran guna menghentikan program nuklirnya.
Kita bisa melihat, dalam soal menilai pemimpin, yang jadi kikuk adalah AS, sedangkan untuk soal Iran, tak disangsikan lagi yang terbongkar sikap politiknya adalah negara-negara Arab. Negara Arab sahabat AS memilih tidak mengomentari isi informasi yang dibocorkan ini. Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton menyatakan, ia percaya hubungan diplomatik AS dengan negara yang disebut bisa menahan keguncangan yang terjadi.
Di luar reaksi yang muncul, baik dari negara yang pemimpinnya disebut-sebut dalam kawat maupun dari AS sendiri, pengamat diplomasi bisa melihat dan membandingkan, apa yang disampaikan dalam diplomasi, dan apa yang sebenarnya menjadi isi hati.
Untuk negara Arab, ternyata apa yang diungkapkan di belakang layar berlainan dengan apa yang disampaikan di forum. Seperti dikutip International Herald Tribune, mana berani negara-negara Arab menyampaikan imbauan kepada AS untuk menyerang Iran.
Hal lain yang dapat kita simak dari pembocoran oleh WikiLeaks ini adalah kuatnya visi Julian Assange, pendiri dan pemimpin redaksi situs yang amat masyhur di dunia ini. Kita bisa mengatakan, sungguh berani dia, padahal AS sudah memperingatkan sebelum pembocoran dilakukan.
Kita catat juga misi WikiLeaks, membocorkan informasi rahasia dilakukan untuk memerangi korupsi pemerintah dan korporasi. Itulah keterbukaan yang berani. Kita juga bisa mencatat, ternyata di balik berbagai informasi yang kita tahu, sebenarnya masih ada banyak lagi informasi yang kita tidak tahu, dan boleh jadi maknanya bertolak belakang dari yang kita dengar di ruang publik.
Dalam kaitan ini, kearifan yang bisa kita tangkap adalah di era informasi yang penuh liku dan jebakan, kita tak bisa begitu saja larut dalam kelimpahan informasi. Rupanya tetap—atau bahkan semakin—dibutuhkan kewaspadaan tersendiri. Selain itu, rupanya diperlukan juga komunikasi lebih jujur dan tulus, bahkan di antara pihak yang tergolong sahabat sekalipun.
http://cetak.kompas.com/read/2010/12/02/02551391/tajuk.rencana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar