Jumat, 19 November 2010

Indonesia Menuju Negara Hijau

Indonesia Menuju Negara Hijau PDF Print

Friday, 19 November 2010
Pemanasan global adalah isu dunia yang menarik perhatian saat ini.Topik lingkungan telah menjadi masalah internasional. Dunia semakin menyadari dampak perubahan iklim yang tidak serta-merta terlihat pada angka-angka ekonomi,tetapi dampak nyata akibat perubahan iklim global dirasakan langsung oleh para korban bencana.
Kita semakin tergugah bahwa apa yang terjadi pada korban bencana di negara-negara berkembang dan akibat ketidakmampuan melepaskan diri dari risiko bencana telah menimbulkan terhalangnya kesempatan untuk membuat hidup menjadi lebih baik,terutama bagi generasi mendatang. Bencana banjir, kelaparan, penyebaran penyakit,dan berbagai dampak iklim yang lain tidaklah sertamerta teratasi dengan pemecahan masalah secara instan.

Seiring dengan itu, dewasa ini makin bertumbuh kembali impian dan semangat untuk menjadikan Indonesia menjadi negara hijau. Ini rasanya sudah menjadi harapan bagi semua elemen masyarakat. Indonesia sendiri seperti pernah dideretkan dalam peringkat Negara Hijau Dunia berdasarkan pemeringkatan Indeks Kinerja Lingkungan Universitas Yale, Amerika Serikat. Dalam indeks tersebut, Indonesia menempati posisi ke-102 dari 149 negara. Laporan ini dipublikasikan majalah internasional Newsweek edisi 7–14 Juli 2008.

Penilaian ini berpedoman pada tingkat kerusakan hutan di Indonesia. Memang, pemeringkatan ini banyak ditolak oleh kalangan pemerhati lingkungan dan pejabat Indonesia. Alasannya, mayoritas negara maju justru penyumbang emisi global ketiga terbesar di dunia. Terlepas dari itu,yang ter-penting sekarang adalah bagaimana menggenjot ikhtiar untuk melestarikan dan memperbarui alam Indonesia yang dikenal subur dan indah.

Dengan mengerahkan segenap daya dan upaya, tak mustahil Indonesia akan menjadi negara hijau yang kini tengah diidam-idamkan banyak orang. Upaya penghijauan dan penggunaan energi untuk kebutuhan manusia di masa sekarang dan di masa yang akan datang telah menjadi kerinduan mondial yang terusmenerus dipikirkan dan dipertimbangkan. Beberapa negara di dunia bahkan telah berupaya untuk menjadikan negara mereka sebagai negara hijau dengan penggunaan energi yang benar-benar murni dari alam, tapi tidak mengeksploitasi alam.

Bencana dan Potensi

Secara umum, bencana ekologis ditandai dengan beberapa gejala atau tanda-tanda yang dapat dilihat dan dirasakan dalam kehidupan sehari-hari seperti ketiadaan pilihan untuk bertahan hidup, gagalnya fungsi ekosistem, menurunnya kualitas kehidupan yang berwujud pada ketersingkiran dan kemiskinan, dan pada titik ekstrem berujung pada kematian. Pada sektor kehutanan, bencana ekologis dimaksud menyebar ke segala aspek kehidupan manusia, terutama yang berdekatan dengan sumber daya alam hutan.

Dilihat dari sudut mana pun,pembicaraan tentang hutan alam Indonesia selalu menarik. Meski pernah tercatat sebagai negara yang memiliki areal hutan terluas ketiga di dunia (setelah Brasil dan Kongo), Indonesia kini juga tercatat sebagai negara dengan laju deforestasi tertinggi di dunia. Pembalakan liar menjadi biang dari semuanya. Bila masalah gap yang cukup besar ini tidak diperbaiki dari sekarang, diperkirakan pada tahun 2020 hutan alam Indonesia musnah,kecuali hutan lindung dan kawasan konservasi. Hal ini akan berpengaruh besar terhadap sejumlah industri yang ada di Indonesia.

Di masa lalu,Indonesia terkenal sebagai negara maritim sekaligus negara agraris. Indonesia bahkan pernah menjadi sentra produksi beras berskala dunia. Ikan yang terhampar di samudra nan luas dan sawah yang membentang sejauh mata memandang menjadi potensi dahsyat yang tak terperikan.Pertanian dan perikanan adalah sektor yang tampaknya kurang seksi bagi pengambil kebijakan di dekade pembangunan.

Padahal, potensi dari pertanian dan perikanan Indonesia sangat luar biasa. Begitu pula sektor perkebunan, yang merupakan subsektor pertanian,mampu menyumbangkan devisa kepada negara. Di sinilah sejatinya perhatian serius terhadap potensi sumber daya alam diperlukan.Penanganan yang tepat terhadap sumber alam ini akan mendukung terwujudnya Indonesia sebagai negara hijau.

Revolusi Pembangunan

Asia dengan jumlah penduduk mencapai 60% dari total penghuni dunia menjadi kawasan utama untuk memperlambat perubahan iklim.Fakta menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan terbesar juga terjadi di kawasan ini, terutama di negara yang mulai bergerak menjadi raksasa industri seperti China dan India. Dalam hal ini, menarik untuk menyodorkan Denmark sebagai sebuah negara rumpun Skandinavia yang pada 1970-an berjaya dalam industri perkapalan dan industri berat.

Kini, secara perlahan tapi pasti, Denmark mulai meninggalkan itu semua. Upaya untuk tidak bergantung pada bahan bakar fosil telah membawa Denmark melakukan perubahan kebijakan secara drastis. Demi mewujudkan mimpi menjadi negara hijau, hampir semua teknologi dan sistem dijalankan Denmark untuk mengurangi emisi karbonnya. Langkah Pemerintah Denmark ini bisa dikatakan sebagai sebuah ”revolusi pembangunan”atau ”revolusi energi”. Ini penting menjadi contoh pembelajaran bagi Indonesia yang tengah didera banyak bencana yang mengancam akibat kerusakan lingkungan.

Sinergi Bangsa

Tugas melestarikan lingkunganhidup sesungguhnya amanah bagi seluruh komponen bangsa. Berbagai perangkat negara harus bersinergi untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara hijau. Demi merangkai impian itu, kiranya ada beberapa pilar yang perlu dibangun dan dikembangkan. Pertama, civic education. Se-dari dini,perlu penguatan pendidikan mengenai konsep konservasi energi dan upaya pelestarian lingkungan.Kedua,law enforcement. Lembaga yudikatif merupakan the lender of the last resort yang harus memihak kepentingan nasional, terutama dalam penanganan perusakan alam.

Ketiga,media campaign.Dalam negara demokrasi, peran media sering disebut sebagai lembaga keempat, selain eksekutif,yudikatif, dan legislatif.Media massa adalah alat yang paling efektif dalam rangka kampanye lingkungan hidup maupun sebagai alat kontrol lembaga-lembaga negara. Keempat, penguatan peran pemuka agama dan lembaga nonpemerintah. Agama apa pun pasti mewajibkan umatnya untuk membentuk hubungan yang baik dengan sesama manusia dan alam.

Kesadaran religius harus dibangkitkan kembali dengan memasukan nilai-nilai pelestarian lingkungan hidup. Kelima, political will pemerintah. Di tengah isu pemanasan global yang diakibatkan penataan lingkungan yang tidak benar di masa lalu menuntut pemerintah sekarang untuk lebih peduli pada pembangunan keseimbangan ekosistem. Keenam, pemberdayaan kampus sebagai pusat riset unggulan harus didongkrak sebagai pemasok solusi mutakhir kepada pihak pemerintah dalam pelestarian lingkungan.Ketujuh, perumahan dan permukiman.

Padatnya populasi kota telah mengubah bantaran sungai menjadi daerah permukiman, kualitas sungai pun akhirnya menjadi korban pencemaran akibat pembuangan sampah maupun kotoran.Pemerintah harus tegas terhadap pengusaha properti agar tidak membangun di areal hijau maupun daerah resapan air. Damai adalah kenyamanan, asri merupakan anugerah kenikmatan, hijau adalah hadiah upaya pelestarian. Impian Indonesia menjadi negara hijau menjadi kerinduan yang terus menyala dan di depan mata, langkah-langkah solutif terasa kian dekat dan tinggal action.(*)

Marwan Ja’far
Ketua Fraksi PKB DPR RI 

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/365034/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar