Jumat, 19 November 2010

Makna Lain Kunjungan Obama

Makna Lain Kunjungan Obama
Oleh GPB Suka Arjawa


Jumat, 19 Nopember 2010

Sikap kritis sebagian masyarakat kita terhadap Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama merupakan refleksi dari pola hubungan internasional modern, di mana kunjungan pemimpin satu negara ke negara lain dimaknai sebagai upaya peningkatan hubungan antara dua negara. Dengan makna tersebut, setiap kontak antara dua negara juga mempunyai arti sebagai kontak ekonomi, sosial, budaya, politik dan sebagainya.
Dua negara yang mempunyai hubungan diplomatik, haruslah mampu menjalin hubungan dimensional seperti itu. Wujudnya, pada saat ada kunjungan dua negara, harus pula disertai oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab pada bidang ekonomi, sosial, kebudayaan dan pariwisata, pengusaha atau bahkan menteri pertahanan sekali pun. Dengan cara itulah hubungan antar-dua negara bisa ditingkatkan, dan dengan demikian, dinilai berguna.
Ketika Presiden AS Barack Obama datang ke Indonesia, baru-baru ini, sama sekali tidak membawa rombongan seperti itu. Ia hanya membawa wartawan dan, tentu saja, pesawat kepresidenan Air Force One yang mewah itu. Konteks inilah yang membuat munculnya berbagai kritikan dari para politisi dan tokoh-tokoh kritis di Indonesia, termasuk para akademisi. Obama dipandang hanya sekadar berkunjung ke Indonesia tanpa memberikan efek sumbangan ekonomi yang lebih kepada Indonesia.
Hanya saja, yang harus dilihat dari persoalan hubungan internasional, sesungguhnya tidak harus meningkatkan dimensi-dimensi hubungan antara dua negara seperti yang disebutkan di atas. Kemampuan pembangkitan semangat, nilai rasa dan sikap emosiaonal dari sebuah bangsa (kesatuan masyarakat yang membentuk negara yang bersangkutan) juga sangat penting.
Manfaat terbesar dari kunjungan Presiden AS Barack Obama justru terletak pada pembangkitan semangat, nilai rasa, dan sikap emosional masyarakat kita. Artinya, manfaat terbesar dari kunjungan Barack Obama ke Indonesia justru terletak pada posisi ini, yakni sosial-psikologis. Sebuah bangsa kadang-kadang memerlukan sentuhan ini untuk membangkitkan semangat, dan bahkan kepercayaan diri. Inilah makna lain dari kunjungan Barack Obama ke Indonesia.
Sentuhan rasa percaya diri demikian, sesungguhnya bisa didapatkan dari sektor prestasi, misalnya olahraga, kesenian atau budaya. Atlet negara yang mampu meraih prestasi internasional akan mampu membangkitkan rasa bangga kebangsaan yang tinggi. India, misalnya, pasti akan gembira dan bangga dengan kemampuan petenisnya, Mahesh Buphati atau Leander Paes yang mampu merebut juara ganda di turnamen Wimbledon. Bangsa Filipina pun begitu larut dalam kegembiraan ketika seorang petinjunya berhasil menjadi juara dunia.
Pada konteks demikian, fungsi Barack Obama pada kunjungannya ke Indonesia justru terletak pada kemampuannya untuk membangkitkan perasaan optimistis, setidaknya memberi nuansa kelekatan antara AS dan Indonesia. Ia adalah simbolisasi kebangkitan dari kemiskinan dan penderitaan.
Dan, poin paling penting di sini adalah bahwa Barack Obama mempunyai identitas yang hampir sama dengan Indonesia. Identifikasi itu tidak hanya terletak pada sejarah masa lalunya - ia pernah hidup di Indonesia - akan tetapi pada kelekatan dirinya sebagai orang yang pernah menderita. Kebangkitan dari orang yang pernah menderita inilah yang membuat ia diperlukan dan dibanggakan oleh bangsa Indonesia.
Bagaimana pun, saat ini orang Indonesia boleh dikatakan sedang menderita, baik secara sosial maupun ekonomi. Kini, masyarakat kita memerlukan seorang 'hero', seorang panutan sebagai inspirasi untuk bangkit kembali. Faktor ini menjadi titik paling penting dari kunjungan Presiden AS Barack Obama ke Indonesia, baru-baru ini.
Pembangkitan semangat demikian benar-benar diperlukan, paling tidak untuk melupakan sesak masyarakat Indonesia yang tertimpa bencana alam secara beruntun mulai dari banjir bandang dan tanah longsor di Wassior (Papua), tsunami di Mentawai (Sumbar) hingga letusan Gunung Merapi di DIY dengan korban cukup besar.
Bangsa Indonesia bukannya tidak mempunyai tokoh-tokoh yang mampu memberikan rasa semangat, optimis dan sebagainya. Tetapi, munculnya berbagai kasus korupsi, 'perselingkuhan' tokoh, ketidak-jujuran, konflik dan sejenisnya, sering membuat perasaan galau jika memandang masa depan bangsa ini.
Ringkasnya, masyarakat kita kini memerlukan tokoh lintas negara yang bisa 'dipinjam' untuk membangkitkan rasa optimis. Barack Obama, seperti halnya Ronald Reagan, memancarkan semangat ke masa depan itu.
Kunjungan untuk membangkitkan semangat seperti itu, tidak mesti dilakukan oleh seorang presiden sebuah negara adidaya yang kharismatis, tetapi juga bisa dilakukan oleh orang-orang yang dalam pengalaman hidupnya mempunyai kemampuan untuk membangkitkan semangat. Jika ke-33 petambang Chile yang sempat terjebak di bawah tanah selama 69 hari itu bisa berkunjung ke Indonesia, pasti juga akan bermanfaat sangat banyak untuk membangkitkan semangat bangsa Indonesia.
Dengan demikian, makna kunjungan seorang kepala negara, tidak harus berarti untuk meningkatkan hubungan dari dimensi ekonomi, sosial atau kebudayaan. Tetapi, juga bisa bermanfaat untuk memberi semangat dan perasaan optimis kepada bangsa yang dikunjunginya. Sekali lagi, makna kunjungan Barack Obama terletak pada kemampuannya untuk membangkitkan semangat dan rasa optimisme bangsa Indonesia. ***
Penulis adalah staf pengajar FISIP Universitas Udayana, Bali. 
http://www.suarakarya-online.com/news.html?category_name=Opini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar