Kamis, 11 November 2010

APEC: Jepang Mau Bunuh Diri atau Jadi Pahlawan?

APEC: Jepang Mau Bunuh Diri atau Jadi Pahlawan?
Friday, 12 November 2010
Semua orang tahu,negara dengan tingkat tertinggi bunuh diri adalah Jepang. Sedikitnya 100 orang bunuh diri dalam sehari sesuai data Kepolisian Nasional Jepang.

Kini, di forum kerja sama ekonomi Asia Pasifik (APEC), Jepang juga berkeinginan kuat untuk menyukseskan Trans-Pacific Strategic Economic Partnership Agreement (TPP) dan sudah disampaikan beberapa kali oleh PM Jepang Naoto Kan di forum Parlemen Jepang (Diet). Namun, gagasan ini tentu saja mendapat tolakan cukup keras. Apakah ini sikap mau bunuh diri Jepang pula? Menjelang KTT APEC Sabtu dan Minggu besok,sejak 7 November lalu berbagai unjuk rasa anti- APEC dilakukan di beberapa kota, terutama unjuk rasa anti- TPP oleh para petani Jepang. Di Hokkaido, sedikitnya 1.000 orang berunjuk rasa menentang keras TPP,khususnya pembukaan lahan pertanian Jepang. Di kota-kota lain juga ikut unjuk rasa menentang TPP.

Bahkan, Sekjen Partai Liberal (LDP) Nobuteru Ishihara mempertanyakan,apa dasar pembukaan lahan pertanian demi TPP tersebut di mana hal itu jelas sama sekali belum dibahas secara detail di parlemen. Namun, satu yang pasti, PM Kan menargetkan Juni tahun depan Jepang akan berpartisipasi dalam TPP tersebut. Di dalam pembicaraan liberalisasi perdagangan Jepang dengan 21 negara anggota APEC, jelas Jepang akan tetap mendapat tekanan kuat mengenai pembukaan lahan pertaniannya. Agar tidak menahan malu, apalagi sebagai tuan rumah APEC, Jepang dengan sangat diplomatis akan menyetujui pembukaan lahan pertanian tersebut, tetapi tidak akan bermain angka, tidak akan mau untuk menandatangani kapan dan tahun berapa pastinya lahan pertanian di Jepang dibuka bagi pasar internasional.

Ada dua hal yang mendasari argumen tersebut. Pertama, gagasan TPP belum disetujui parlemen. Kedua, TPP belum dibahas secara detail dan didorong oleh maraknya unjuk rasa petani anti-TPP saat ini.Situasi ini tampaknya akan dimanfaatkan oleh partai politik. Partai politik mana pun tentu akan berusaha mencari muka bagi masyarakat petani karena mayoritas pemilih partai politik dalam pemilihan umum adalah petani. Apabila partai berkuasa Minshuto (Partai Demokrat) yang dipimpin Kan memastikan tahun pembukaan lahan pertanian pada saat ini, dapat dipastikan bahwa seusai KTT APEC Kan akan jatuh (dianggap melanggar hukum karena TPP belum disetujui parlemen). Minshuto pun akan hancur sekali popularitasnya.

Dapat dipastikan pada akhirnya LDP akan naik lagi sebagai penguasa (koalisi) di Jepang. Jepang dikenal sebagai negara yang sangat protektif terhadap pertaniannya.Saat ini,impor beras ke Jepang dikenakan maksimal 700% pajak impor, untuk gandum atau tepung terigu dikenakan maksimal 200% pajak impor, sedangkan untuk sapi impor dikenakan 40% pajak impor.Wilayah pertanian Jepang ini memang sangat sensitif dan sudah puluhan tahun belum bisa didobrak negara mana pun. Apakah Kan akan menjadi pahlawan pembuka lahan pertanian dan peternakan Jepang? Tentangan yang sangat kuat dari berbagai petani adalah hal yang wajar karena harga beras di Jepang akan jatuh total dengan masuknya beras dari luar negeri.

Meskipun demikian, ada pula petani yang mendukung TPP tersebut. Seorang petani 46 tahun dari Komatsu, Perfektur Ishikawa, mendukungnya.“Saya mendukung TPP karena pertanian Jepang akan jatuh dalam 10 tahun mendatang, ada atau tidak ada TPP,” paparnya. Ia memercayai demikian, sebab pertanian Jepang membutuhkan peningkatan modal yang cukup banyak supaya pertanian bisa tetap berkembang. Dan hal itu dinilainya hanya bisa datang dari luar Jepang. Petani itu menjual berasnya tiga kali lipat lebih mahal karena tak menggunakan pupuk kimia dan hanya sedikit saja pestisida kimia. Dia berusaha agar beras yang dipanennya dalam kondisi sealamiah mungkin.

Untuk bisa membuat produksi massal tentu perlu dana dan perluasan sawah. Hal itu dipercaya akan muncul apabila dana dari luar Jepang masuk.Tapi, kini dengan maraknya sentimen antipembukaan tanah pertanian Jepang, ia meyakini akan banyak sawah dijual murah para pemiliknya dan pertanian akan mati. Kementerian Pertanian Jepang pernah membuat simulasi.Apabila pertanian Jepang dibuka untuk dunia, penghasilan dari industri pertanian akan berkurang 4,1 triliun yen dan tingkat kecukupan dari produksi dalam negeri berkurang dari 40% menjadi 14%. Artinya Jepang akan semakin besar tergantung kepada beras impor di masa mendatang.

Sebagai perbandingan, beras di Beijing untuk berat 5 kg hampir mencapai 300 yen, jauh lebih murah daripada di Jepang (berat 5 kg) yang harganya sekitar 1.500 yen. Atau, lebih dari lima kali lipat lebih mahal daripada beras di Beijing. Jumlah petani Jepang pun telah berkurang 16% dalam lima tahun terakhir ini dan jumlah panen berkurang terus sedikitnya 1,5% dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Untuk meningkatkan kemampuan dan kekuatan pertanian Jepang, dibutuhkan sedikitnya 6 triliun yen dana khusus mengembangkan pertanian Jepang agar bisa bersaing dengan pasar internasional.

Apakah dana tersebut telah dianggarkan Jepang? Proteksi pertanian dalam negeri Jepang selama ini mengakibatkan kebutuhan dana tidak sedikit untuk industri pertanian. Sementara kalangan industri lain, yang selama ini banyak menghasilkan keuntungan di pasar dunia,seperti alat berat, kendaraan, elektronik, dan sebagainya semakin membutuhkan lahan pemasaran di dunia.Mereka tentu setuju liberalisasi di Jepang, tetapi apakah kalangan industri manufaktur tersebut (khususnya orientasi ekspor) dimaksudkan sebagai “transaksi” dengan pasar internasional dengan cara merugikan dunia pertanian Jepang sendiri?

Itulah yang jadi pertanyaan banyak kalangan bisnis di Jepang. Ibarat buah simalakama, dimakan ibu mati tak dimakan bapak mati. PM Jepang pun harus siap dengan skenario bunuh dirinya karena pasti akan dicaci maki kalangan petani Jepang.Tapi, di lain pihak, apabila Jepang berhasil membuka lahan pertaniannya, jadilah Jepang pahlawan di mata dunia. Benarkah demikian?(*)

Richard Susilo
Koordinator Forum Ekonomi Jepang- Indonesia, menetap di Tokyo sejak 1990
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/363544/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar