Senin, 08 November 2010

AL-SYAHRASTANI Pakar Kajian Agama


Senin, 08 November 2010 pukul 15:32:00

Oleh Yusuf Assidiq

DENGAN BEKAL ILMUNYA, IA MELETAKKAN DASAR STUDI PERBANDINGAN AGAMA.


Al-Syahrastani lahir pada 479 Hijriah. Ia seorang sejarawan, filsuf, ulama, dan teolog terkemuka. Nama lengkapnya adalah Abu al-Fatih Muhammad Abdul Karim ibn Abi Bakr Ahmad al-Syahrastani. Panggilan al-Syahrastani merujuk pada tempat kelahirannya di wilayah Syahrastan, Khurasan, Persia.
Ilmu pengetahuan dan agama menarik perhatian al-Syahrastani muda. Demi memenuhi hasrat keingintahuannya ia melakukan perjalanan ke sejumlah wilayah. Ia berguru pada sejumlah ulama ternama, seperti Syekh Ahmad al-Khawaf, Abu Hasan al-Madayini, Abu Nashir bin Qasim al-Qusyairi, maupun Abu al-Qasim al-Ansyari.

Setelah melewati masa pembelajaran, ia kian intens mendalami dan melahirkan karya dalam bidang kajian agama.Sebuah karya besar lahir dari pemikirannya yang berjudul Al-Milal wa al-Nihal. Buku ini menjelaskan tentang sekte dan kredo agama. Para sejarawan kontemporer menyampaikan pujian dan mengkaji karya tersebut.

Mereka menyatakan, buku yang disusun al-Syahrastani itu merupakan sumber klasik paling penting yang mengupas perkembangan aliran, golongan, maupun sekte keagamaan dalam Islam. Menurut pandangan al-Syahrastani, munculnya aliran atau golongan dalam Islam sulit dihindari.

Pemicu utamanya adalah perbedaan pandangan di kalangan umat Islam. Khususnya, terkait praktik, tafsir, hingga konsep keagamaan yang sulit dicarikan titik temunya. Cendekiawan yang pernah menetap di Baghdad, Irak ini juga memaparkan tentang doktrin dan sejarah dari sejumlah aliran.

Ia mengupas tentang Mu’tazilah, Jabariyah, Shifathiyyah, Khawarij, Murjiah, dan Syiah, lengkap dengan sub alirannya. Melalui Al-Milal, al-Syahrastani memunculkan studi tentang agama-agama lainnya di dunia. Kitab ini merekam pula peta pertarungan pemikiran yang berlangsung pada masa itu.

Al-Syahrastani mengawali bukunya dengan lontaran kekhawatiran. Ia mengungkapkan, pengaruh Yunani dan Nasrani ketika itu mulai merangsek masuk ke ranah pemikiran Islam. Philip K Hitti dalam History of the Arabs memperkuat pandangan al-Syahrastani itu. Menurut dia, gagasan dan pemikiran filsafat Yunani dan Nasrani memberi pengaruh cukup penting.

Hitti menyatakan, filsuf bernama St John adalah yang pertama kali mengenalkan tradisi agama Nasrani serta pemikiran Yunani. Sosok asal Damaskus, Suriah ini dalam tulisannya memuat dialog Nasrani-Islam tentang ketuhanan Nabi Isa. Di samping itu, ia melontarkan gagasan mengenai kebebasan kehendak manusia.

Pada perkembangan berikutnya, karya itu dijadikan panduan bagi kalangan Nasrani dalam berargumen dengan umat Islam. Berbekal pengetahuannya yang mendalam tentang Islam, ia mampu menjawab setiap serangan pemikiran yang ditujukan pada Islam dengan cerdas. Bukan hanya yang berasal dari kaum Nasrani, tetapi juga Yahudi.

Perbandingan agama

Langkah itu dapat ia tempuh dengan mudah karena ia berbekal pula pengetahuan yang mendalam tentang agama-agama. Ia menyajikan sudut pandang doktrin dari agama di luar Islam secara menyeluruh. Faktor tersebut pula lantas mendasari argumenargumen teologis al-Syahrastani.

Tak heran bila ia berhasil membangun diskursus perbandingan agama secara objektif dan tetap bersandar pada kaidah Islam. Pada bagian lain dalam bukunya yang membahas kaum Nasrani, ia memilahnya ke dalam dua bagian. Pertama, terkait Isa al-Masih. Dan, yang kedua tentang Paulus.

Al-Syahrastani menuturkan, terdapat silang pendapat di antara murid-murid Isa terhadap penyatuan unsur Tuhan dan manusia yang melingkupi pribadi al-Masih. Sebagian murid percaya ruh Tuhan bisa menjelma dalam bentuk sosok manusia. Namun, sebagian lagi menganggap sulit mencampurkan kedua unsur itu.

Mengenai hal itu, al-Syahrastani mengemukakan bahwa al-Masih adalah utusan Allah. Selama menyampaikan wahyu Ilahi, ia dikarunia mukjizat, seperti halnya nabi-nabi terdahulu. Ia menyinggung tentang kenaikan al-Masih ke langit setelah terjadinya penyaliban.

Namun, berdasarkan ayat Alquran, yang terbunuh di tiang salib adalah sosok manusia dan bukan unsur ketuhanan. Ia mempunyai catatan Paulus yang ia anggap telah mengubah ajaran murni al-Masih. Yaitu, dengan mencampuradukkan ucapan al-Masih dengan pendapat para filsuf.

Paulus pula yang meletakkan doktrin Nasrani yang diturunkan kepada empat muridnya, antara lain Lukas, Matius, Yohanes, dan Markus. Al-Syahrastani pun menuliskan pandangannya menyangkut kaum Yahudi. Ajaran Yahudi bersumber dari Kitab Taurat yang diturunkan Allah kepada Nabi Musa.

Dalam sejarahnya, terjadi beberapa kali peristiwa penyimpangan dari kaum Yahudi terhadap wahyu Allah. Secara menyeluruh, al-Syahrastani mengkaji aspek teologis Yahudi. Dalam kepercayaan mereka, ajaran yang dibawa Musa telah mencapai kesempurnaan dan tidak mungkin diubah.

Namun, dia menilai, kaum Yahudi, juga Nasrani, tidak pernah mengakui kerasulan Muhammad, padahal kedatangan Rasul terakhir itu sudah tertera dalam Taurat maupun Injil. Para sejarawan mengagumi wawasan tentang agamaagama dari al-Syahrastani yang demikian luas.

Dia juga sanggup menuangkan pemikirannya mengenai argumen maupun teks teologis yang sangat rumit dan kompleks dalam bahasa yang mudah dicerna. Al-Syahrastani menegaskan, dirinya tetap berada dalam kapasitas yang bisa diterima segenap kalangan. Apa yang tertera dalam karyanya dikatakan jauh dari rasa kebencian atau fanatisme.

Ia membebaskan para pembacanya untuk memilih argumen atau pendapat yang dianggap paling benar. Di bagian lain bukunya, al-Syahrastani menekankan keniscayaan eksistensi umat beragama lain di wilayah Islam. Ia berpikir, kebijakan itu berlandaskan keyakinan bahwa manusia terbagi ke dalam beberapa pemeluk agama dan kepercayaan.

Bahkan kemudian, mereka terbagi menjadi aliran, kelompok, golongan, atau sekte. Mereka memiliki pandangan berbeda tentang doktrin dan ajaran agamanya.  ed: ferry kisihandi


Sistematika Penulisan al-Milal


Oleh Yusuf Assidiq

Kitab al-Milal wa an Nihal mengundang decak kagum dari generasi setelah al-Syahrastani. Kekaguman tersebut merujuk pada keunggulan dan keistimewaan yang melekat pada karya yang ditulis pada abad ke-12 M itu. Buku ini menyingkap pula kepeloporan al-Syahrastani dalam studi agama-agama.

Ia mampu mengurai secara objektif tentang doktrin agama-agama. Selain juga mengkritik argumentasi rasio dari ahlulkitab yang dianggap bertentangan dari ajaran Islam. Perkembangan berbagai aliran, sekte, dan kelompok agama juga dipaparkan dengan akurat.

Penjelasannya tertuang dalam bentuk ensiklopedia. Hal itu dinilai semakin memudahkan penelaahan historis. Dari sisi metodologi dan sistematika penulisan, kitab ini tidak kalah mengagumkan. Ia memberikan kontribusi luar biasa setelah berhasil menyempurnakan metode analisis kajian agama dari para teolog Muslim sebelumnya.

Al-Syahrastani sengaja menghindari pengulangan pembahasan yang tidak perlu dalam bab ataupun subbab. Pada bagian awal, ia memberikan ulasan panjang lebar menyangkut tema-tema utama sebagai pembuka dalam kajian tentang agama. Terdapat lima bagian pendahuluan.

Pada ulasan terhadap aliran agama, ia menguraikan sejarah munculnya benih perbedaan yang terjadi di kalang an umat manusia. Silang pendapat di lingkup umat Muslim dikupas dalam satu bagian. Kemudian, dipaparkan mengenai agama dan aliran dalam struktur klasifikasi.

Keunggulan seperti inilah yang tidak dimiliki karya-karya sejenisnya sehingga membuat al-Milal terus menjadi rujukan penting. William Courtin, pemikir Barat terkenal, sepakat menyebut bahwa pengaruh kitab ini sangat besar terhadap perkembangan kajian filsafat ataupun teologi di dunia Timur dan Barat.

Sementara itu, Ibnu Taimiyah mengagumi sistematika penulisan kitab ini. Di sisi lain, khazanah pemikiran yang sedang menggeliat pada era itu terekam pula dalam al-Milal. Misalnya, tentang sejarah panjang pemikiran dari para filosof, teolog, dan agamawan terkemuka dari berbagai peradaban, seperti dari masa Sokrates, Plato, Aristoteles, hingga Ibnu Sina dan al-Farabi. Al-Syahrastani meng arahkan ulasan teologisnya pada tema-tema, seperti roh, emosi, akal, ego, dan Tuhan. Tokoh ini pun membuka wacana keilmuan dengan pandangannya terkait pengertian kata din.

Karya lain al-Syahrastani adalah al-Irsyad al-Aqaid al-Ibad, al-Aqtarifi al-Ushul, al-Tarikh al-Hukuma, al-Musharaah al-Falasifah, dan Nihayah al-Iqdamfi al-Kalam. Ia meninggal dunia dalam usia sekitar 70 tahun. ed: ferry kisihandi
http://koran.republika.co.id/koran/36

Tidak ada komentar:

Posting Komentar