Senin, 08 November 2010

SUARA MAHASISWA, Pentingnya Kurikulum Pendidikan Kebencanaan


Monday, 08 November 2010
INDONESIA secara geografis terletak dalam zona yang rawan dan berpotensi bencana. Negara kita terletak dalam zona cincin api Pasifik (Pacific ring of fire) dunia,yang artinya rawan gempa bumi,gunung meletus, dan tsunami.
Selain itu, ada juga bencana seperti banjir, longsor. Ini mengindikasikan kalau kita butuh pengetahuan lebih tentang potensi bencana dan cara hidup yang bisa meminimalkan dampak kerusakan dari bencana yang mengancam. Kegiatan pengurangan risiko bencana sebagaimana dimandatkan oleh Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana harus terintegrasi ke dalam program pembangunan,termasuk ke sektor pendidikan. Ditegaskan pula dalam undang-undang tersebut bahwa pendidikan menjadi salah satu faktor penentu dalam kegiatan pengurangan risiko bencana. Ketua Umum Himpunan Pengembang Kurikulum Indonesia Hamid Hasan mengatakan,salah satu upaya penanggulangan bencana yang penting adalah pendidikan kebencanaan sejak dini.

Menurut dia,masyarakat harus disadarkan bahwa mereka hidup di lingkungan alam yang rawan bencana alam, seperti gempa, letusan gunung api, tsunami, dan tanah longsor. Akan tetapi, pendidikan kebencanaan ini belum masuk ke dalam kurikulum pendidikan kita. Pengalaman penulis sendiri saat menjadi siswa sekolah cuma mengikuti satu kali pendidikan kebencanaan, yaitu sosialisasi dan pemahaman bencana gempa bumi dan tsunami di Provinsi Banten dan Lampung pada tahun 2005.Itu pun sebagai utusan sekolah yang terdiri dari dua orang dan yang mengadakan adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,bukan Kementerian Pendidikan Nasional atau Badan Nasional Penanggulangan Bencana.

Pada acara tersebut perumusan bencana tidak dimasukkan ke dalam kurikulum inti pengajaran, pengajaran geografi khususnya, tapi menjadi materi pengayaan. Jadi, lebih dititikberatkan pada usaha kreatif guru untuk memasukkan materi tentang bencana pada materi pelajaran di kelas. Sudah saatnya metode tersebut diubah.Pendidikan kebencanaan akan lebih baik apabila dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan kita, bukan lagi dijadikan materi pengayaan.Hal ini mengingat bencana begitu akrab menyapa kehidupan kita. Sebagai contoh,pendidikan kebencanaan sudah dilakukan oleh masyarakat lokal misalnya di Kepulauan Simeule,Sumatera Utara.Para tetua di Simeulue mewariskan petuah agar waspada dengan kegentingan lingkungan.

Petuah itu abadi dan diwariskan dari generasi ke generasi.Hampir semua warga,mulai dari anak SD hingga tetua di pulau itu, tahu persis bahwa jika terjadi gempa,mereka menunggu lebih dulu untuk melihat air surut dan setelah itu memutuskan lari ke gunung untuk menghindar dari smong(dalam bahasa Simeulue berarti tsunami). Kenapa pendidikan yang lebih modern tidak mau mencontoh kearifan seperti itu? Sudah waktunya pendidikan kebencanaan masuk dalam kurikulum.

Sekolah-sekolah Indonesia sudah seharusnya juga mengajari anakanak didik untuk hidup harmonis bersama alam. Dengan pengetahuan lingkungan yang kuat,anak-anak Indonesia diharapkan mampu memanfaatkan potensi alam untuk kesejahteraan serta menjaga alam sebaik-baiknya guna mencegah terjadinya bencana atau kerugian yang lebih besar dari fenomena alam.(*)

Ahmad Yunus
Mahasiswa Ilmu Perpustakaan Universitas Indonesia
http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/362759/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar