Senin, 08 November 2010

Bencana dan Ekonomi Rakyat


TAJUK RENCANA
Selasa, 9 November 2010 | 03:10 WIB
Bencana dan Ekonomi Rakyat
Betiap kali terjadi bencana, rakyat marjinal yang terlebih dulu terkena dampaknya. Selain kehilangan keluarga, beban berikut adalah soal ekonomi.

Faktor ekonomi itu pula yang antara lain membuat banyak penduduk lereng Gunung Merapi enggan meninggalkan kampung halamannya, walaupun jiwa taruhannya. Kalaupun terpaksa mengungsi meninggalkan desanya, mereka tetap merasa terpanggil kembali menengok sisa aset ekonomi, seperti sawah, ladang, dan ternak, mata pencaharian, dan sumber kehidupan lainnya.
Banyak di antara mereka hanya bisa menatap bisu sisa letusan Merapi. Padahal, warga DI Yogyakarta baru saja bangkit membenahi kehidupan, terutama ekonominya, setelah dihantam gempa bumi dan letusan Merapi 2006. Dampak ekonomi bencana letusan Merapi kali ini diperkirakan lebih besar karena skala eksposurnya menyapu begitu luas wilayah, berikut aset dan properti masyarakat.
Betapa hancurnya perekonomian rakyat. Meski perekonomian Yogyakarta kecil, justru di sanalah letak masalahnya, sebab ekonomi Yogyakarta digerakkan jutaan usaha skala mikro, kecil, dan menengah. Tepatlah upaya pemerintah membeli sapi masyarakat agar mereka mau mengungsi dan tidak kembali mempertaruhkan nyawa sebelum situasi dinyatakan aman. Akan tetapi, penggerak ekonomi pedesaan di sana bukan hanya peternak sapi, melainkan juga peternak lele, petani jamur, petani padi, perajin dan pedagang batik dan mebel, serta pedagang makanan yang kehilangan tempat usaha dan pekerjaan. Kredit usaha dan konsumsi dari bank dan nonbank terancam macet.
Kini pemerintah pusat dan daerah, juga relawan organisasi sosial, tengah dalam puncak kesibukan menangani korban tewas, luka, dan pengungsi. Kita apresiasi mereka yang antusias membantu sesama dalam spirit solidaritas, disertai spontanitas gotong-royong, menjadikan mereka solid. Meski terdapat kekurangan dalam penanganan korban, antara lain koordinasi lemah, peralatan terbatas, tak bijak pula jika hanya saling menyalahkan.
Bencana alam, seperti gunung meletus dan gempa bumi, memang tak dapat dielakkan. Satu-satunya upaya manusia adalah antisipasi, menjadi masyarakat pembelajar karena kita sudah sering mengalami bencana. Namun, kita menilai pemerintah sebagai lokomotif masyarakat pembelajar dalam hidup ”akrab” dengan bencana alam terkesan juga masih kedodoran dalam hal sistem dan manajemen bencana.
Sementara penanganan korban bencana berlangsung dalam tahapan tanggap darurat, pemerintah sebagai representasi negara, kita ingatkan supaya mulai pula memikirkan pemulihan cepat pascabencana. Bukan hanya membangun rumah, tak kalah pentingnya rekonstruksi komprehensif kehidupan rakyat melalui pemulihan cepat mata pencaharian dan sumber kehidupan masyarakat.
Bukan hanya di kawasan Merapi, melainkan juga di Mentawai, Wasior, dan daerah bencana lainnya.

***
Presiden Obama dan RI
Jika tidak ada perubahan lagi, hari Selasa ini kita akan menyambut tamu yang amat terhormat, Presiden Amerika Serikat Barack Obama.
Ini kunjungan yang tertunda. Pemimpin AS ini sebelumnya dua kali membatalkan rencana kunjungannya karena harus membela rencana program kesehatan yang saat itu akan diputuskan oleh DPR dan konsentrasi menanggulangi kebocoran ladang minyak di Teluk Meksiko.
Kalau akhirnya lawatan ke Indonesia bisa diwujudkan, kita menghargainya untuk dua hal. Pertama, Presiden AS setia pada komitmennya untuk menjalin kerja sama dengan Indonesia. Kedua, ia teguh mewujudkan kunjungan di tengah masih belum redanya letusan Gunung Merapi.
Tentu kita berharap kunjungan ini produktif dan menghasilkan manfaat konkret bagi kedua negara. Selain mengunjungi Masjid Istiqlal dan memberikan ceramah di Universitas Indonesia, Obama dalam kunjungan dua hari di Indonesia ini juga akan menyaksikan penandatanganan Persetujuan Kemitraan Komprehensif AS-RI.
Sejumlah pihak memang membedakan sebutan di atas dengan Kemitraan Strategis, tetapi—dilatarbelakangi oleh perkembangan sejarah masing-masing yang berbeda—Kemitraan Komprehensif boleh jadi sudah memadai. Yang penting butir-butir persetujuan itu bisa direalisasikan.
Tentang isi dan prioritas merealisasikannya, kita bisa merundingkannya lebih lanjut. Ada yang melihat pengembangan kerja sama di bidang pertahanan dan militer, termasuk di dalamnya latihan bersama dengan Kopassus, sebagai yang tergolong urgen. Lainnya mungkin melihat yang urgen adalah yang terkait dengan ekonomi.
Hal yang boleh jadi kontekstual adalah bahwa ketika berada di Indonesia, Presiden Obama akan mendengarkan penjelasan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang bencana alam yang sering dialami Indonesia sebagai negara di kawasan cincin api.
Hal lain yang juga bisa diangkat oleh Presiden Yudhoyono adalah pengembangan tradisi inovasi. Kita tahu ada banyak perusahaan AS yang amat unggul dalam inovasi, dan Presiden Yudhoyono juga meyakini inovasi memegang peran penting bagi ekonomi Indonesia ke depan. Akan menjadi hal yang bermanfaat apabila budaya inovasi bisa kita pelajari melalui kerja sama RI-AS.
Selebihnya kita percaya, Obama yang kita nilai merupakan pemimpin dunia yang unggul dapat berbagi dengan kita tentang berbagai visi dan strategi pembangunan bangsa, khususnya di masa ketika dunia berhadapan dengan persaingan dan ketidakpastian sekarang ini.
Dalam lawatan singkat, Obama tak punya banyak waktu untuk bernostalgia mengenang masa kecil di Menteng, Jakarta. Namun, apabila kita tepat memanfaatkan momentum kunjungan ini, selain akan mendapatkan saling pengertian lebih besar yang dibutuhkan bagi hubungan yang lebih kokoh, kita juga akan mendapatkan hasil konkret untuk mengatasi sejumlah problem yang kita hadapi.
http://cetak.kompas.com/read/2010/11/09/03100121/tajuk.rencana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar