Sabtu, 06 November 2010

Bencana Nasional

Sabtu, 06 November 2010 pukul 09:19:00

Indonesia kembali berduka. Jumat (5/11), dini hari, Gunung Merapi kembali meletus dengan ledakan yang sangat besar. Diperkirakan letusan itu merupakan yang terbesar dalam rangkaian letusan Merapi selama dua pekan terakhir ini. Letusan ini mengambil korban jiwa yang tak sedikit. Ribuan pengungsi yang tinggal di tempat pengungsian panik.
Badan Geologi pun memperluas radius aman letusan Gunung Merapi dari semula 15 km menjadi 20 km. Jarak luncur awan panas pun diperkirakan telah mencapai jarak sekitar 15 km. Debu vulkanis menyebar hingga melintasi Jawa Barat. Kota Bandung yang jaraknya cukup jauh, terkena terjangan hujan abu. Kota Yogya dikhawatirkan terancam bahaya. Apalagi arus lahar dingin yang sudah memasuki beberapa sungai di kota tersebut mulai mengancam kehidupan masyarakat Yogya.

Lalu, apa kerja pemerintah? Harus diakui kinerja pemerintah daerah cukup optimal dalam menangani musibah ini. Evakuasi warga dan penempatan lokasi pengungsian terus dilakukan. Para petugas dibantu relawan, siang malam, membantu dan menolong warga.

Nah, kenapa harus jatuh korban jiwa? Itulah yang kemudian disesalkan banyak kalangan. Siapa sebenarnya yang bertanggung jawab ketika korban berjatuhan karena diterjang awan panas (wedhus gembel)? Apakah pemerintah tidak tegas melarang warga untuk menjauhi lokasi yang rawan bencana?

Sebenarnya pemerintah beberapa kali mengimbau warga di sekitar Gunung Merapi untuk segera menjauh dari kawasan tersebut. Tapi tetap saja, warga yang sudah merasa aman, merasa harus kembali ke rumahnya. Malah beberapa di antaranya memilih bertahan di rumahnya dan tidak mau mengungsi dengan pertimbangan situasi dan kondisi sudah aman. Dalam kasus ini, pemerintah dan masyarakat sepertinya menyepelekan ancaman bahaya yang timbul. Padahal, menurut Badan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi yang juga dimuat di sejumlah media massa, gunung ini belum tuntas beraksi.

Merapi baru memuntahkan debu vulkanis dan wedhus gembel atau awan panas. Lava dan sebagian besar material vulkanis masih tertahan. Dan setiap saat bisa keluar dengan letusan yang lebih dahsyat lagi. Di sinilah letak kelemahan pemerintah. Seharusnya, dengan berbekal UU No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pemerintah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melarang warga yang ingin kembali ke lokasi bencana atau langsung mengevakuasinya. Tak hanya itu, dengan koordinasi BNPB, radius aman seharusnya ditetapkan jauh-jauh hari, untuk menghindari korban apabila terjadi bencana susulan.

Satu hal yang hingga saat ini masih ditunggu-tunggu oleh masyarakat adalah sikap pemerintah terhadap status bencana di Gunung Merapi. Kenapa pemerintah tidak langsung menetapkan bencana ini sebagai bencana nasional?

Dengan penetapan status sebagai bencana nasional, maka penanganan musibah diharapkan dapat lebih cepat dan komprehensif. Apalagi, bencana letusan gunung yang berada di wilayah Provinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta ini semakin luas, dengan korban jiwa yang juga bertambah. Musibah ini juga berdampak terhadap terganggunya sektor perekonomian akibat hujan debu vulkanis yang terjadi di berbagai daerah.

Dampak ekonomisnya, penerbangan terganggu, listrik padam, dan berbagai kerugian lainnya Kita berharap kehadiran Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Yogyakarta membuat koordinasi penanganan bencana bisa lebih cepat dan tepat. Dan kita berharap Presiden bisa membuat keputusan yang tegas.
http://republika.co.id:8080/koran/47

Tidak ada komentar:

Posting Komentar