Selasa, 09 November 2010

Pahlawan Bencana Itu!

TAJUK RENCANA
Rabu, 10 November 2010 | 03:26 WIB


Pahlawan Bencana Itu!
Apa makna Hari Pahlawan 10 November 2010? Pertanyaan itu mungkin basi, tetapi itu sering kita lupakan. Kita luput memetik momentum pembelajaran.
Benar tulis Sanento Yuliman 40 tahun lalu. Pahlawan adalah tokoh teateral. Untuk jadi pahlawan, seseorang harus memenuhi syarat seni teater, memiliki jejak luhur, dramatis, dan meninggalkan ingatan kolektif yang serba harum. Syarat itu hanya bisa dipenuhi mereka yang almarhum.

Memetik pelajaran tidak berarti untuk masa lalu, tetapi untuk masa sekarang dan masa depan. Tidak untuk berandai-andai, tetapi untuk memperbaiki kualitas hidup. Karena itu, nilai kepahlawanan bukan pentas teater, melainkan relevan dengan aktualitas yang tengah berlangsung.
Lantas apa aktualitas saat ini? Bencana banjir Wasior, tsunami Mentawai, letusan Merapi. Ketiga peristiwa itu masih meninggalkan kerusakan dan kepiluan berkepanjangan. Merapi masih menyisakan teror psikologis.
Musibah alam itu pun seolah-olah menggenapkan kekhawatiran melapuknya kualitas bangsa. Penanganan kasus korupsi yang terkesan jalan di tempat, buruknya kinerja kabinet, hilangnya hati nurani wakil rakyat—sekadar kita sebut contoh fakta potensi kelapukan. Kita tidak habis pikir bagaimana tersangka Gayus diduga bisa pelesiran ke Bali.
Siapa sosok pahlawan, bukan dead hero, melainkan living hero tahun 2010? Dalam konteks bencana, merekalah pekerja sepi, seperti para penunggu gunung berapi, yang baru diingat ketika gunung berulah seperti Merapi. Merekalah para relawan yang dengan hati tanpa pamrih terjun menolong korban Wasior, Mentawai, dan Merapi.
Kita apresiasi aparat militer dengan kelengkapan alat, kesiapan fisik dan keterampilan, melakukan evakuasi korban erupsi Merapi, juga di Wasior dan Mentawai. Kegesitan mereka tersaji jelas di depan mata berkat media. Tanpa slogan ”dari rakyat untuk rakyat” mereka tampilkan kepahlawanan. Sebaliknya kita tidak mengerti ketika wakil rakyat bergeming tidak tersentuh hati, studi banding anggota DPR diwarnai perilaku tidak terpuji, menghapus ingatan penderitaan rakyat untuk berpromosi, membuat pernyataan politik yang menyakiti hati.
Paradoks kepahlawanan yang dipotret jajak pendapat harian ini (Kompas, 8/11), menggenapi catatan kita. Lebih dari 70 persen responden meragukan jiwa dan semangat kepahlawanan para pemimpin politik negeri ini.
Ditaruh di atas meja kedua realitas serba kontras dan ironis itu tersimpul keyakinan. Kepahlawanan 2010 layak disematkan kepada mereka yang hari-hari ini bergelut tanpa pamrih di lokasi bencana, yang menaruh simpati dan yang berbagi berkah demi duka-sedih negeri ini.
Menaruh ke permukaan sosok living hero tidak berarti menafikan sosok keteladanan dan pengorbanan para anumerta. Kepahlawanan living hero kita petik justru karena mereka masih berkarya dalam sepi, tanpa pamrih, ibarat yogi-yogi atau para asketis intelektual.


***
AS, India, dan PBB
Lawatan Presiden AS Barack Obama ke India telah berakhir. Ada satu butir penting yang patut kita catat terkait dengan tata hubungan internasional.
Yang kita maksud adalah pernyataan Presiden Obama di depan parlemen India di New Delhi. Obama menyampaikan dukungan AS terhadap ikhtiar India menjadi anggota tetap Dewan Keamanan (DK) PBB. Kita mencatat ini karena dukungan itu merupakan satu pergeseran kebijakan besar, yang bisa memperburuk hubungan dengan China, yang diketahui menentang langkah seperti itu.
Sebelum ini kita cukup sering mendengar usulan agar ada reformasi di PBB, khususnya menyangkut keanggotaan DK, elemen PBB yang dianggap paling berkuasa. Usulan dimunculkan karena struktur yang ada sekarang sudah tidak lagi mencerminkan realitas yang ada. Hal itu bisa dimaklumi mengingat PBB berdiri tak lama setelah Perang Dunia II berakhir, hingga keanggotaan DK hanya mencerminkan pemenang PD II. Keanggotaan DK PBB adalah AS, Rusia, Inggris, Perancis, dan China sebagai anggota tetap yang memiliki hak veto, plus 10 anggota tidak tetap yang dirotasi setiap dua tahun dan tanpa hak veto.
Keadaan jauh berubah. Setidaknya hingga beberapa tahun terakhir muncul aspirasi keanggotaan DK diperluas, memasukkan Jepang dan Jerman yang tingkat kemajuan ekonominya menempatkannya sebagai negara dengan tingkat ekonomi nomor 2 dan 3 di dunia (sebelum China muncul sebagai negara dengan tingkat ekonomi nomor 2 dunia). Ada yang mengusulkan negara berpenduduk besar, India dan Brasil, duduk di DK.
Obama menyebutkan, tata internasional yang adil dan berkelanjutan yang diinginkan Amerika adalah termasuk PBB yang efisien, efektif, kredibel, dan absah. ”Itu sebabnya, saya bisa mengatakan hari ini, di tahun mendatang, saya ingin melihat DK PBB yang direformasi dan memasukkan India sebagai anggota tetap.”
Pernyataan Obama mendapat sambutan meskipun tidak disebutkan lebih jelas kapan perluasan DK PBB, atau apa langkah AS membantu terwujudnya hal itu. Namun, satu hal sudah jelas, reformasi DK merupakan hal pelik karena diliputi tarik-menarik kepentingan anggota, khususnya kelima anggota tetap DK. Proses itu lama. Pidato Obama di India menyiratkan kebijakan AS memajukan India sebagai salah satu kekuatan dunia. Kita tahu, kedua negara memiliki kerisauan atas kebangkitan dan asertivitas China.
Di sisi lain, mengembangkan kebijakan luar negeri yang terkesan mengepung China bisa kontraproduktif. Apalagi kalau yang jadi pemicu PBB, organisasi dunia yang di sejumlah kalangan di India dianggap sudah kehilangan pamor, misalnya oleh kebangkitan G-20. Antara lain disebutkan, PBB tidak pegang peran di Irak, juga di Afganistan. Kita menangkap, isu India di DK PBB bak pedang bermata ganda, yang ujungnya mengarah bisa ke China, dan tentu saja ke PBB, yang dirasakan surut relevansinya.
http://cetak.kompas.com/read/2010/11/10/03261585/tajuk.rencana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar